Tunas peradaban

Tempat munculnya peradaban awal

Istilah "tunas peradaban" (bahasa Inggris: cradle of civilization) mengacu kepada tempat-tempat yang diyakini merupakan tempat munculnya peradaban berdasarkan data-data arkeologis yang tersedia saat ini. Saat ini para ahli sepakat bahwa tidak ada satu tempat yang menjadi "tunas" segala peradaban, tetapi beberapa peradaban mengalami perkembangan secara tersendiri. Tunas peradaban pertama muncul di Hilal Subur (Mesopotamia dan Mesir Kuno).[1] Peradaban-peradaban lain berkembang di lembah sungai yang besar di Asia seperti Dataran Rendah Indus-Gangga[2] dan daerah Sungai Kuning.[3] Para ahli juga sepakat bahwa tunas peradaban di Mesoamerika (Meksiko modern) dan Norte Chico (di wilayah Peru modern) berkembang secara tersendiri dari tunas-tunas yang lain.[4]

Peta Mesir Kuno, salah satu tunas peradaban

Kemunculan

Sekitar lima ribu tahun lalu, beberapa peradaban lahir di Timur Dekat. Dalam penanggalan arkeologi, kelahiran peradaban awal dicapai selama Dinasti I di Mesir dan Periode Uruk di Mesopotamia. Kelahiran peradaban ini dipercaya oleh Childe mengubah sejarah manusia. Menurutnya, peradaban-peradaban lain muncul tidak lama setelahnya, tetapi semua bisa dianggap sebagai keturunan dari Mesir dan Sumeria, termasuk India, Mediterania dan Tiongkok, bahkan Amerika Tengah dan Peru.[5]

Sungai Nil

Pertanian yang subur di Sungai Nil menghasilkan panen yang berlimpah. Hal ini mendukung pertumbuhan penduduk dan pengumpulan kekayaan yang cukup untuk melakukan pembangunan.[6][7] Mesir menjadi sebuah peradaban sejak 3100 SM.[8] Perubahan berskala besar di Mesir Kuno ditandai oleh ukuran bangunan yang dibangun secara kerja sama oleh para penduduk. Beberapa peninggalan yang tercatat adalah kuburan. Meski penelitian arkeologi terhadap kompleks kuburan belum selesai, beberapa catatan yang ada menunjukkan pemakaman yang luas. Merimde di tepi barat delta Nil misalnya memiliki sebuah kompleks pemakaman seluas kira-kira 6 ekar.[9][10] Sebuah pemakaman pradinasti, mungkin digunakan selama 500 tahun, biasanya terdiri atas 500-an kuburan. Bahkan, ketika seorang firaun dari Dinasti I dimakamkan, terdapat 595 orang dewasa lain yang turut dimakamkan bersamanya. Pada zaman prasejarah, makam orang Mesir lebih kokoh dan tahan lama dibandingkan tempat lain, termasuk kuil. Bentuk sebuah makam adalah lubang berukuran tiga kali dua koma empat meter. Di masa selanjutnya, ukuran makam bertambah luas. Firaun kedua atau perdana menterinya dimakamkan di lubang sepanjang 20 m, beratap dalam dengan balok kayu impor.[11] Kemajuan lain adalah kemunculan hieroglif Mesir yang berguna pada komunikasi, dan angka yang berguna pada ilmu matematika. Hieroglif Mesir awal menyertakan gambar ciri khas tumbuhan, hewan, dan perkakas Nil.[12]

Di Mesir, peningkatan jumlah penduduk berlangsung secara politik hingga di titik penggabungan keseluruhan Lembah Nil di bawah satu negara.[13] Seiring dengan pertambahan populasi, muncul pembagian kerja. Sebagian besar berprofesi sebagai petani, lalu ada peternak, nelayan, dan seniman. Jumlah dan variasi produk khusus meningkat pesat tetapi belum dapat dipastikan apakah orang-orang hanya memiliki satu pekerjaan spesialis penuh waktu.[14]

Firaun adalah orang dengan kekuatan sosial dan politik terbesar, ditunjukkan dengan asosiasi dirinya dengan dewa Horus.[15] Firaun memperluas kekuasaannya di daerah-daerah melalui penaklukkan. Horus yang dulunya hanya totem satu kelompok Mesir Hulu menjadi dewa nasional akibat keberhasilan penaklukkan. Ibu kota negara berpindah-pindah mengikuti situs makam raja baru.[16]

Mesopotamia

Peradaban Mesopotamia bermula di Sungai Tigris dan Efrat.[17] Dokumen Sumeria awal menguraikan daftar orang yang menerima upah atau jatah dari lumbung kuil di Lagash dan menyebutkan profesi pandai besi tembaga, pandai besi perak, tukang kayu, pembuat lemari, pematung, pengukir, penyamak, pengrajin tembikar, penggosok wol, pemintal, pedagang, juru tulis, tukang daging, tukang roti, pembuat bir, juru masak, tukang cukur, kepala pelayan, penjaga gerbang dan sebagainya. Beberapa pandai besi, pedagang, dan mandor (nubanda)[18] tidak hanya menerima upah dalam bentuk barang, tetapi juga dipercaya mengelola tanah kuil.[19]

Berbeda dengan di Mesir, hasil panen yang berlebih tidak diserahkan kepada pemimpin, melainkan kepada para dewa di kuil yang diwakili oleh para pendeta. Di masa Protoliterasi, belum dikenal seorang penguasa sekuler. Kekuasaan sekuler baru muncul di masa Dinasti Awal.[20] Di kota Lagash, petinggi kuil sempat menyimpan terlalu banyak pasokan di kuil hingga akhirnya negara campur tangan untuk melindungi orang miskin dan lemah.[21]

Profesor Frankfort menmperlihatkan hubungan antara peradaban Mesir dan Sumeria dalam seni dan penggunaan alat-alat teknologi. Dekorasi pada bangunan berdinding batu bata, penggunaan segel silinder untuk penyegelan, jenis perahu yang khas, dan beberapa motif seni seperti hewan hibrida.[22] Kemiripan pada perkembangan masyarakat peradaban tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan mereka yang mirip, delta sungai.[17]

Aturan pengumpulan surplus pertanian yang ketat di Mesir menyebabkan para petani tidak dapat merasakan keuntungan peningkatan standar hidup di Mesir saat itu. Setelah era Dinasti I di Mesir dan periode Protoliterasi di Mesopotamia, jarang ada penemuan baru untuk meningkatkan produktivitas masyarakat.[21]

Produk seni tertua berbentuk manusia berasal dari Mesir berupa pelat Narmer dan dari Mesopotamia berupa patung batu kapur dan prasasti.[14]

Rujukan

  1. ^ Charles Keith Maisels (1993). The Near East: Archaeology in the "Cradle of Civilization. Routledge. ISBN 0-415-04742-0. 
  2. ^ Singh, Upinder (2008). A History of Ancient and Early medieval India : from the Stone Age to the 12th century. New Delhi: Pearson Education. hlm. 137. ISBN 9788131711200. 
  3. ^ Cradles of Civilization-China: Ancient Culture, Modern Land, Robert E. Murowchick, gen. ed. Norman: University of Oklahoma Press, 1994
  4. ^ Mann, Charles C. (2006) [2005]. 1491: New Revelations of the Americas Before Columbus. Vintage Books. hlm. 199–212. ISBN 1-4000-3205-9. 
  5. ^ Childe (1952), hlm. 1.
  6. ^ Society, National Geographic (22 Februari 2019). "Nile River". National Geographic Society (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 16 September 2020. 
  7. ^ Childe (1952), hlm. 7.
  8. ^ University College London (2000). "Egyptian Chronology". www.ucl.ac.uk. Diakses tanggal 16 September 2020. 
  9. ^ Mączyńska 2013, hlm. 63"Graves too were discovered at the Merimde settlement. Numerous human burials were recorded"
  10. ^ Childe (1952), hlm. 2b"Merimde on the western margin of the Nile delta about 6 acres"
  11. ^ Childe (1952), hlm. 2.
  12. ^ Childe (1952), hlm. 4.
  13. ^ Ness, Immanuel (2014-08-29). The Global Prehistory of Human Migration (dalam bahasa Inggris). Sussex: John Wiley & Sons. hlm. 137. ISBN 978-1-118-97058-4. 
  14. ^ a b Childe (1952), hlm. 3, 5.
  15. ^ Najovits, Simson R. (2003-05). Egypt, Trunk of the Tree, Vol. I: A Modern Survey of and Ancient Land (dalam bahasa Inggris). New York: Algora Publishing. hlm. 251. ISBN 978-0-87586-234-7. 
  16. ^ Childe (1952), hlm. 5-6.
  17. ^ a b Childe (1952), hlm. 9.
  18. ^ Maisels, Charles Keith (2003-12-16). The Emergence of Civilisation: From Hunting and Gathering to Agriculture, Cities and the State of the Near East (dalam bahasa Inggris). New York: Routledge. hlm. 321. ISBN 978-1-134-86328-0. 
  19. ^ Childe (1952), hlm. 3.
  20. ^ Childe (1952), hlm. 6.
  21. ^ a b Childe (1952), hlm. 10.
  22. ^ Childe (1952), hlm. 8.

Daftar Bacaan