Lohidu adalah pantun yang di ungkapkan dengan menggunakan bahasa Gorontalo.[1] Lohidu dapat disajikan secara individu atau dalam bentuk berbalas-balasan pantun yang biasa disebut oleh orang Gorontalo dengan nama paantungi dan pa'ia lo bungo lo poli.[2]

Lohidu telah ditetapkan sebagai salah satu warisan tak benda dari Suku Gorontalo.[3] Lohidu adalah salah satu ragam sastra lisan Bahasa Gorontalo yang masih terjaga sampai saat ini.

Lohidu juga berisi syair-syair yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Gorontalo.[4] Struktur lohidu terdapat nilai kearifan yang berkembang dalam masyarakat antara lain, keteguhan hati, kerjasama, kepedulian, kejujuran, dan kedisiplinan antar sesama manusia.

Pantun Gorontalo

Lohidu adalah pantun yang berisi ungkapan rasa seseorang dalam bentuk dendang atau tembang tradisional yang dilagukan dalam bahasa Gorontalo. Pantun Lohidu bisa dilakukan baik laki-laki dan perempuan dan dapat dilaksanakan pada siang ataupun malam hari, mulai dari anak-anak, remaja sampai orang dewasa.[1]

Pantun lisan Gorontalo secara spesifik lagi dapat dibagi menjadi tiga jenis[4], yaitu (1) lohidu, yaitu pantun yang diungkapkan dalam bahasa Gorontalo; (2) paantungi, yaitu pantun yang diungkapkan dengan menggunakan dua bahasa, yakni bahasa Gorontalo dan bahasa Melayu Manado; dan (3) pa'ia lo hungo lo poli, yaitu pantun yang dilakukan secara saling berbalas pantun. Oleh karena itu, penggunaan sarana pantun di Gorontalo sangat erat kaitannya dengan status ddan derajat seseorang serta lingkungan sekitarnya.

Cara bermain lohidu biasanya dilakukan mengiringi aktivitas sehari-hari seperti ketika sedang menjaga kebun, membajak sawah, memancing ikan di sungai, di danau maupun di laut. Penampilan Lohidu dapat dilakukan baik secara sendiri-sendiri, berpasangan atau secara berkelompok. Alat pengiring lohidu adalah alat musik gambus dan menyesuaikan dengan lokasi dan kondisi saat itu, seperti lokasi bermain di panggung atau lapangan terbuka. Saat ini lohidu biasanya ditampilkan dalam rangkaian acara-acara hari ulang tahun provinsi/kab/kota, dan sebagai pengiring musik tarian Dana-dana.[1]

Berikut adalah contoh lohidu dalam bahasa Gorontalo :[4]

Ti Ndau bala-balango = Si Ndau sedang menyebrang

Wa’u bo wadu-wadupo = Aku mengintip dari jendela

Labatutu toli’ango = Sangatlah aku menyayanginya

Ponu’u lobuyuhuto = Airmataku pun bercucuran


Wa’u didu otiwilo, = Aku tidak lagi beribu,

Wa’u didu otiamo, = Aku tidak lagi berayah,

Bolo to li mongolilo, = Terserah pada kalian,

Moponu motoli’ango. = Mengasihi menyayangi.

Referensi

  1. ^ a b c "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2020-09-25. 
  2. ^ Hinta, Elliyana G. (2005). Tinilo Pa'ita, Naskah Puisi Gorontalo: Sebuah Kajian Filosofis. Jakarta: Djambatan. hlm. 49–50. ISBN 979-428-596-X. 
  3. ^ Media, Kompas Cyber. "Lima Tradisi Gorontalo Dikukuhkan sebagai Budaya Tak Benda". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-09-25. 
  4. ^ a b c Hinta, Ellyana (2019). "STRUKTUR PUISI LISAN LOHIDU DAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA MASYARAKAT GORONTALO". Seminar Internasional Riksa Bahasa (dalam bahasa Inggris): 1739–1750. ISSN 2655-1780.