Rabab
Rabab adalah alat musik gesek tradisional khas Minangkabau yang terbuat dari tempurung kelapa. Kalau dilihat secara sekilas, bentuk dari alat musik rabab ini menyerupai bentuk biola. Dalam penggunaanya, Irama yang dihasilkan dari gesekan rabab ini menghasilkan alunan musik yang khas serta dipadukan dengan suara si tukang rabab. Biasanya, dalam pertunjukan rabab, si tukang rabab memainkan rababnya dengan membawakan kisah dari berbagai cerita nagari atau dikenal dengan istilah Kaba. Kesenian Rabab sebagai salah satu kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau, tersebar dibeberapa daerah dengan wilayah dan komunitas masyarakat yang memiliki jenis dan spesifikasi tertentu. Rabab Darek, Rabab Piaman dan Rabab Pasisie merupakan salah satu kesenian tradisional yang cukup berkembang dengan wilayah dan di dukung oleh masyarakat setempat. Rabab Darek tumbuh dan berkembang di daerah darek Minangkabau meliputi Luhak nan Tigo sedangkan Rabab Piaman berkembang di daerah pesisir barat Minangkabau, yang meliputi daerah tepian pantai (pesisir).[1]
Pesisir Selatan sebagai wilayah kebudayaan Minangkabau yang menurut geohistorisnya di klasifikasikan kepada daerah Rantau Pasisia yang cakupan wilayah tersebut sangat luas dan didaerah inilah berkembangnya kesenian Rabab Pasisia. Rabab Pasisia ditinjau dari aspek fisik pertunjukanya memiliki spesifikasi tersendiri dan ciri khas yang bebeda dengan rabab lainya. Terutama dari segi bentuk alat mirip, dengan biola secara historis berasal dari pengaruh budaya portugis yang datang ke Indonesia pada abad ke XVI melalui pantai barat Sumatra.
Dalam rabab memiliki komposisi tersendiri tergantung kepada lagu yang diinginkan dengan memainkan lagu yang bersifat kaba sebagai materi pokok. Lagu yang lahir tesebut merupakan ide gagasan yang berasal dari komunitas masyarakat yang berbeda namun ada dalam daerah yang sama.
Sejarah
Rabab atau lebih dikenal dengan Biola adalah kesenian tradisional yang umurnya sudah tergolong tua.Sebutan rabab pada biola ini berkaitan dengan latar belakang sejarahnya. Alat musik ini pada awalnya dibawa oleh pedagang-pedagang dari Aceh yang datang ke Minangkabau untuk berdagang dan menyebarkan Islam. Mereka menyebarkan islam dengan dakwah yang diiringi dengan musik rabab.
Pada awalnya, alat musik rabab tidaklah berbentuk seperti biola saat ini. Akan tetapi, setelah kedatangan bangsa Eropa, yaitu Belanda, Inggris, dan Portugis ke wilayah ini dengan membawa alat musik gesek yang dinamakan ‘Biola’. Dari sinilah alat musik rabab yang terbuat dari tempurung kelapa itu menyesuaikan diri dengan alat musik biola yang dibawa oleh bangsa Eropa. Sehingga sampai sekarang alat musik itupun disebut Biola, hanya cara memainkannya tidak dipundak melainkan di bawah dengan cara bersila.
Referensi
- ^ "Rabab Seni "Bakaba" Masyarakat Pesisir". Berita Sumatra Barat Terkini. 2017-01-09. Diakses tanggal 2020-09-29.