Dinas Pelayaran (kereta api)

divisi transportasi air dari Perusahaan Jawatan Kereta Api
Revisi sejak 2 Oktober 2020 14.20 oleh Wong Langsep (bicara | kontrib) (Sejarah: Pemberian singkatan DKA pada paragraf satu dan penggantian singkatan DKA menjadi frasa Jawatan Kereta Api yang lebih general, karena dinas ini bubar pada masa PJKA, kecuali pada paragraf kedua, lima, dan enam yang dilengkapi keterangan waktu sebelum DKA berganti nama menjadi PNKA.)

Dinas Pelayaran (kereta api) adalah salah satu dinas yang di bawah Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Dinas yang bergerak di bidang transportasi air ini dibentuk pada kisaran tahun 1950-an setelah dileburnya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) dan Staatsspoorwegen en Verenigde Spoorwegbedrijf (SS/VS) menjadi Djawatan Kereta Api (DKA)—dibentuk guna melayani para penumpang yang akan menyebrangi Selat Madura, Selat Bali, Selat Sunda, Sungai Ogan dan Sungai Musi. Layanan penyebrangan yang diselenggarakan adalah angkutan terusan bagi penumpang kereta api yang ingin melanjutkan perjalanan dengan menyebrangi sungai maupun selat yang dilayani.

Dinas Pelayaran Perusahaan Jawatan Kereta Api
Divisi
IndustriTransportasi air
NasibAktiva dialihkan ke ASDP Indonesia Ferry dan Dharma Lautan Utama
Didirikan1950-an
Ditutup1989
Kantor pusat,
Indonesia
Wilayah operasi
ProdukPengangkutan dengan kapal feri
IndukPerusahaan Jawatan Kereta Api

Pada tahun 1989 PJKA membubarkan dinas ini seiring dengan dibentuknya PT ASDP. Sebab-sebab lainnya, yaitu dibangunnya Jembatan Ampera di Palembang serta dinonaktifkannya jalur kereta api di Pulau Madura yang semakin menambah suram nasib divisi ini.

Sejarah

Seiring dengan peleburan DKARI dan SS/VS menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) di awal tahun 1950, maka diselenggarakan pula penyediaan beberapa kapal feri dan kapal tunda atau pandu kepada DKA. Feri dikhususkan untuk angkutan terusan yang melayani angkutan penumpang, barang, dan kendaraan yang akan menyebrangi Selat Sunda, Selat Bali, dan Selat Madura, serta Sungai Musi dan Sungai Ogan. Sedangkan kapal tunda/pandu digunakan untuk memandu kapal-kapal besar yang masuk dan keluar pelabuhan.[1]

Ketika itu, DKA menerima penyerahan stasiun kereta api di kompleks pelabuhan beserta dermaganya yang sejak semula dikelola oleh pegawai-pegawai kereta api seperti Stasiun Merak dengan Pelabuhan Merak, Stasiun Panjang dengan Pelabuhan Panjang, Stasiun Ujung dengan dermaga ponton, Stasiun Kamal dengan dermaga ponton, dan Stasiun Banyuwangi Lama yang terintegrasi dengan angkutan terusan Bus feeder milik DKA dan diseberangkan dengan kapal feri milik DKA ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali.[1]

Pengoperasian feri milik Jawatan Kereta Api sebagai angkutan terusan memiliki banyak manfaat dan sukses menarik banyak peminat. Jawatan Kereta Api menyelenggarakan pelayaran dengan beberapa rute, seperti Merak-Panjang dan penyeberangan Sungai Musi untuk mendukung koneksi Jakarta-Palembang melalui moda kereta api, Dermaga ponton Stasiun Ujung–Dermaga ponton Stasiun Kamal untuk mendukung konektivitas Jalur kereta api lintas Surabaya dengan Jalur kereta api lintas Madura beserta mobilitas penduduknya, dan Pelabuhan Gilimanuk-Banyuwangi (eks Pelabuhan Boom). Di rute pelayaran Pelabuhan Gilimanuk-Banyuwangi, Jawatan Kereta Api juga menyelenggarakan layanan bus feeder. Konektivitas Banyuwangi dengan Pulau Bali sangat mendukung terciptanya konektivitas dan mobilitas sosial di wilayah tersebut, terutama dalam bidang pariwisata.[1][2][3]

Selain feri, Jawatan Kereta Api juga memiliki sejumlah kapal tunda yang didinaskan di pelabuhan/dermaga dekat Stasiun Kertapati untuk memandu kapal tongkang dari Pelabuhan Palembang s.d. pelabuhan/dermaga Stasiun Kertapati. Kapal tunda ini berada di bawah inspeksi Pimpinan Eksploitasi Sumatra Selatan.[1]

Kegiatan penyeberangan antar pulau di Indonesia telah dirintis oleh Pemerintah dalam hal ini Jawatan Kereta Api (DKA, PNKA, PJKA). Fakta sejarah mencatat bahwa Kapal “Taliwang” merupakan salah satu penghubung pertama dari rute Merak -Panjang pada tahun 1952.[4]

Pada tahun 1960 Pemerintah Kerajaan Belanda memberikan hibah kepada Pemerintah Indonesia dalam hal ini Djawatan Kereta Api (DKA) berupa tiga unit kapal 2.314 GT yang didatangkan langsung dari Belanda yaitu KM. Halimun C/S PKMH, dan KM. Krakatau tahun 1961, dan KM. Bukit Barisan tahun 1962. Sayangnya, KM. Bukit Barisan terbakar dan tenggelam saat bongkar muat di Pelabuhan Merak pada tahun 1977.[4][5]

Ketiga kapal 2.314 GT tersebut dibuat di Galangan kapal Zaandam Shipyard – Nederlandsche dengan Main Engine Merk Werkspoor 750 DK x 2, digunakan untuk melayani penyeberangan dari Pelabuhan Panjang (Lampung) ke Pelabuhan Merak (Jawa Barat) yang saat ini termasuk wilayah Banten.[4]

Perluasan dan pengembangan Pelabuhan III, IV dan V Merak yang dioperasikan ASDP saat ini merupakan saksi bisu (dulunya) adalah pelabuhan yang pernah digunakan Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) untuk kegiatan bongkar muat armada kapalnya.

Layanan

Layanan utama pada lintasan ini hanya penumpang dan barang yang jika ada kendaraan yang akan menyeberang maka akan diangkut keatas deck kapal menggunakan crane yang jumlahnya juga sangat terbatas mengingat ketiga kapal tersebut tanpa dilengkapi ramp door. Untuk lebih jelasnya mengenai layanan yang dijalankan oleh divisi ini cermati tabel berikut.[1][2][6][7]

Lokasi Lintas Armada Wilayah Keterangan
Selat Sunda Merak-Panjang
  • KT. Terate
  • KT. Seroja
  • KT. Anantasena
  • KM. Halimun
  • KM. Bukit Barisan
  • KM. Krakatau
  • KM. Karimun
PJKA Inspeksi xx Eksploitasi Jawa Barat dan Inspeksi XIV Tanjungkarang, Eksploitasi Sumatra Selatan semua layanan ini telah diakuisisi oleh PT. ASDP Indonesia Ferry dan sebagian lagi dikelola oleh PT. Dharma Lautan Utama
Selat Madura Ujung-Kamal
  • KM. Joko Tole
  • KM. Potre Koneng
  • KM. Maduratna
  • KM. Pamekasan
  • KM. Bangkalan
  • KM. Judanagara (Yudha Negara)
  • KM. Paramarta
  • KT. Trunojoyo
  • KT. Rajabasa
PJKA Inspeksi IX Surabaya, Eksploitasi Jawa Timur
Selat Bali Boom (Banyuwangi)-Gilimanuk
  • KM. Kintamani
  • KM. Blambangan
PJKA Inspeksi XI Jember, Eksploitasi Jawa Timur
Sungai Musi dan Sungai Ogan Palembang-Kertapati
  • KT. Bhakti
  • KM. Reni
  • KM. Cendrawasih
  • KM. Srigunting
PJKA Inspeksi XIII Kertapati, Eksploitasi Sumatra Selatan

Penutupan

Seiring berjalannya waktu dan berubahnya Regulasi, pada tahun 1989 PJKA menghentikan pengoperasian seluruh armada kapal yang dimiliki dan menyerahkan sepenuhnya untuk dioperasikan dan dikelola oleh PERUM ASDP. Selanjutnya PJKA hanya fokus pada bisnis utamanya yaitu mengelola Kereta Api.[4] Sebab sebab divisi ini ditutup antara lain karena dibangunnya pelabuhan baru di Banyuwangi (Ketapang), di Lampung (Bakauheni), dibukanya Jembatan Ampera untuk umum di Palembang, serta ditutupnya jalur kereta api di pulau Madura semakin menambah suram nasib divisi ini. Beberapa saat sebelum dibubarkan, induk perusahaan divisi ini memberikan konsekuensi yang harus dipilih oleh semua karyawan yang ada yaitu tetap menjadi pegawai kereta api tetapi harus naik ke darat atau tetap di air tetapi dialihkan menjadi karyawan ASDP. Setelah ditutup, ASDP mengakuisisinya beserta seluruh armada dan layanannya.

Galeri

Referensi

  1. ^ a b c d e (Indonesia) Nusantara, Tim Telaga Bakti; Asosiasi Pakar Perkeretaapian, (APKA) (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 2. Bandung: CV. Angkasa. hlm. 228–234. 
  2. ^ a b "1965 Timetable Passenger Timetables". kereta api.tripod.com. Diakses tanggal 2018-08-12.  line feed character di |title= pada posisi 15 (bantuan)
  3. ^ "Berita Umum Menyangkut Kereta Api". www.semboyan35.com. Diakses tanggal 2018-08-11. 
  4. ^ a b c d (Indonesia)Lintas Nusa dari kita untuk kita 44 th melayani Nusantara. www.indonesiaferry.co.id. 
  5. ^ "Presiden Minta Menteri Perhubungan: Agar Diamankan Angkutan Lebaran Untuk Rakyat". kompas.com. Diakses tanggal 2018-08-12. 
  6. ^ (Indonesia)"PJKA Laut". www.rodasayap.weebly.com. 2018-11-27. Diakses tanggal 2020-10-02. 
  7. ^ (Indonesia)"Pelabuhan Penyebrangan Merak 1957-2004". www.researchgate.net.