Kata kiasan
Kata kiasan adalah kata-kata yang sangat tidak formal, bukan dalam arti kata yang sebenarnya; kata kiasan dipakai untuk memberi rasa keindahan dan penekanan pada pentingnya hal yang disampaikan. Misalnya, "Cita-citanya setinggi langit," juga, "Wajahnya bagaikan rembulan". Kata kiasan sering dapat ditemukan pada nyanyian-nyanyian, puisi-puisi, dan karya-karya tulis lama.
Dalam menjabarkan makna kata kiasan, kata ini merupakan sebuah bentuk kebahasaan yang membuat orang menerka dalam memaknai kalimat tersebut sebagai pengertian standar kalimat. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari seorang ahli bahasa yang bernama Krause, yang menullis bukunya pada tahun 2008, yang menyatakan bahwa: “Bahasa kiasan mengacu pada sudut pandang “secara tidak langsung” atau “logis” yang mempertahankan bahwa awal analisis untuk arti secara harafiah dan jika tafsiran tidak masuk akal, maka proses kalimat kembali ke bahasa kiasan yang sesuai”.[1]
Dalam nenanggapi permasalahan ini, kata kiasan adalah sebuah ragam bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan sebuah makna yang terkandung dalam sebuha karya sastra, yang dinyatakan secara tidak langsung, yang diungkapkan dengan majas. Jenis-jenis bahasa kiasan yaitu metafora, simili, personifikasi, sinedoke, metonimi, simbol, hiperbola, ironi. Jenis bahasa liasan tersebut akan dijelaskan satu per satu, walau dalam tulisan ini tidak akan memaparkan semua jenis makna dalam kata kiasan tersebut.
Hal pertama adalah kata kiasan Matefora. Metafora merupakan ragam kata kiasan yang membandingkan suatu hal dengan yang lain secara langsung, yang tidak menggunakan kata-kata penghubung. Kata kiasan yang ke dua dalam bentuk Simili. Simili merupakan bahasa kiasan yang membandingkan suatu hal dengan yang lain secara tidak langsung, dengan menggunakan kata-kata pembanding. Dalam bahasa Indonesia, kata kiasan ini akan menggunakan kata: seperti, andai laksana dan lain sebgainya. Bentuk kiasan yang ke tiga adalah Personifikasi. Personifikasi merupakan jenis kata kiasan yang memberikan sifat, perilaku atau perlengkapan manusia kepada hewan, objek, ataupun konsep. Misalnya, kata seperti daun nyiru yang melambai. Kata melambai biasa dipersepsikan sebgaia tangan manusia, Jenisa yang keempat adalah Sinokde. Sinedoke adalah penggunaan kata yang sama dengan faktanya yang tujuan memperjelas. Misalnya: sepucuk surat dari ayah. Kata ayah memiliki posisi sebagai penjelas dari kata surat.