Tauto Pekalongan

salah satu jenis sup
Revisi sejak 9 Oktober 2020 14.58 oleh 103.120.168.10 (bicara) (Tauto Pekalongan: Correct facts)

Tauto Pekalongan atau Soto Pekalongan (Hanacaraka: ꦠꦻꦴꦠꦺꦴ​ꦥꦼꦏꦭꦺꦴꦔꦤ꧀) adalah makanan khas Pekalongan berasal dari kebudayaan kuliner Tionghoa yang menyatu dengan cita rasa lokal Pekalongan. Tauto berasal dari Caudo (soto kuliner Tiongkok). Sering orang luar kota Pekalongan menyebutnya dengan Soto Pekalongan.

Tauto Pekalongan
Tempat asalIndonesia Indonesia
DaerahPekalongan, Jawa Tengah
Suhu penyajiandisajikan panas
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Sejarah

Tauto berasal dari nama makanan Tiongkok yang bernama Caudo yakni sebuah makanan yang berkuah, yang pertama kali dipopulerkan di wilayah Semarang. Lambat laun orang pribumi khususnya Jawa memberikan sebutan Soto yang berasal dari Homofon Caudo. Kalau di Makasar makanan ini disebut Coto dan di daerah Pekalongan sendiri, masyarakat menyebutnya Tauto.

Makanan yang dulunya untuk masyarakat pecinan ini seiring dengan berjalannya waktu, orang pribumi pun menjadikan makanan ini menjadi bagian dari kuliner mereka. Tak terkecuali masyarakat Pekalongan juga ikut menjadikan makanan ini sebagai kuliner mereka, tak cukup dengan menikmatinya saja masyarakat Pekalongan rupanya menyesuaikan olahan Caudo ini dengan bumbu-bumbu khusus agar pas dengan lidah mereka.

Awalnya orang-orang Jawa pada saat itu yang menjadi para pembantu bagi penjual Caudo/Soto yang ikut keliling memikul dagangan. Seiring berkembangnya zaman, karena tidak ada generasi keturunan Tionghoa yang mau meneruskan usaha ini, akhirnya warga pribumi itulah berinisiatif untuk meneruskan usaha kuliner yang khas ini.

Kekhasan Tauto yang diracik warga pribumi Pekalongan adalah dengan menggunakan mie putih atau soun, kemudian ditambah bumbu sambal goreng (tauco) yang berbahan dasar kedelai serta menggunakan bahan daging kerbau bukan daging sapi.[1]

Referensi

  1. ^ "Sejarah Tauto Pekalongan Yang Khas". Sejarah Tauto Pekalongan Yang Khas (dalam bahasa Indonesia). 21 November 2015. Diakses tanggal 22 Maret 2017. 

Pranala luar