Papua
Papua adalah provinsi yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur wilayah Papua milik Indonesia. Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini. Provinsi Papua sebelumnya bernama Irian Jaya yang mencakup seluruh wilayah Pulau Papua. Sejak tahun 2003 dibagi menjadi dua provinsi, dengan bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya memakai nama Papua Barat (Pabar). Provinsi Papua memiliki luas 316.553,07 km2 dan merupakan provinsi terbesar dan terluas pertama di Indonesia[7][8]
Papua
Irian Jaya[catatan 1] | |
---|---|
Motto: Karya Swadaya | |
Negara | Indonesia |
Tanggal | 1 Mei 1963 |
Ibu kota | Jayapura |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Gubernur | Lukas Enembe[1] |
• Wakil Gubernur | Klemen Tinal |
• Sekretaris Daerah | Titus Emanuel Adopehan Herry Dosinaen |
• Ketua DPRP | Yunus Wonda |
Luas | |
• Total | 315.091,62 km2 (12,165,755 sq mi) |
Populasi | |
• Total | 4.346.593 |
Demografi | |
• Agama | Kristen 84,42% - Protestan 69,02% - Katolik 15,40% Islam 15,29% Hindu 0,08% Buddha 0,05% Konghucu 0,05% Kepercayaan 0,011%[4] |
• Bahasa | Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan 268 bahasa daerah |
• IPM | (60.06)[5] menengah |
Zona waktu | UTC+09:00 (WIT) |
Kode pos | 985xx-99xxx |
Kode area telepon | Daftar
|
Kode ISO 3166 | ID-PA |
Pelat kendaraan | PA (sebelumnya DS) |
Kode Kemendagri | 91 |
Kode BPS | 94 |
DAU | Rp1.889.267.850.000,00 (2013)[6] |
Lagu daerah | Apuse Yamko Rambe Yamko |
Flora resmi | Buah merah papua |
Fauna resmi | Cenderawasih mati-kawat |
Situs web | papua |
Geografi
Provinsi Papua memiliki luas sekitar 316.553,07 km2, pulau Papua berada di ujung timur dari wilayah Indonesia, dengan potensi sumber daya alam yang bernilai ekonomis dan strategis, dan telah mendorong bangsa-bangsa asing untuk menguasai pulau Papua.
Kabupaten Puncak Jaya merupakan kota tertinggi di pulau Papua, sedangkan kota yang terendah adalah kota Merauke. Sebagai daerah tropis dan wilayah kepulauan, pulau Papua memiliki kelembapan udara relative lebih tinggi berkisar antara 80-89% kondisi geografis yang bervariasi ini mempengaruhi kondisi penyebaran penduduk yang tidak merata. Pada tahun 1990 penduduk di pulau Papua berjumlah 1.648.708 jiwa dan meningkat menjadi sekitar 2,8 juta jiwa pada tahun 2006 dan 3.322.526 jiwa pada tahun 2018.[7] Dengan ketinggian 4.884 m, Puncak Jaya merupakan puncak tertinggi di Indonesia sekaligus di Oseania.
Luas wilayah | |
---|---|
Luas | 420.540 km2 |
Iklim | |
Curah hujan | 1.800-3.000 mm |
Suhu udara | 19-28°C |
Kelembapan | 80% |
Batas wilayah
Utara | Samudera Pasifik |
Timur | Provinsi Barat, Provinsi Sandaun (Papua Nugini) |
Selatan | Samudera Hindia, Laut Arafuru, Teluk Carpentaria, Australia |
Barat | Papua Barat, Kepulauan Maluku |
Etimologi
Perkembangan asal usul nama pulau Papua memiliki perjalanan yang panjang seiring dengan sejarah interaksi antara bangsa asing dengan masyarakat Papua, termasuk pula dengan bahasa-bahasa lokal dalam memaknai nama Papua.
Provinsi Papua, sebelumnya mencakup seluruh wilayah Indonesia di Pulau Papua. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1963 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi sampai terbitnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua mengamanatkan nama provinsi ini untuk diganti menjadi Papua. Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.
Nama Papua Barat (West Papua) masih sering digunakan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), suatu gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri.
Latar belakang
Papua adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Australia dan merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar daratan Papua masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland. Sekitar 47% wilayah pulau Papua merupakan bagian dari Indonesia, yaitu yang dikenal sebagai Netherland New Guinea, Irian Barat, West Irian, serta Irian Jaya, dan akhir-akhir ini dikenal sebagai Papua. Sebagian lainnya dari wilayah pulau ini adalah wilayah negara Papua New Guinea (Papua Nugini), yaitu bekas koloni Inggris. Populasi penduduk di antara kedua negara sebetulnya memiliki kekerabatan etnis, tetapi kemudian dipisahkan oleh sebuah garis perbatasan.
Papua memiliki luas area sekitar 421.981 kilometer persegi dengan jumlah populasi penduduk hanya sekitar 2,3 juta. Lebih dari 71% wilayah Papua merupakan hamparan hutan hujan tropis yang sulit ditembus karena terdiri atas lembah-lembah yang curam dan pegunungan tinggi, dan sebagian dari pegunungan tersebut diliputi oleh salju. Perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini ditandai dengan 141 garis Bujur Timur yang memotong pulau Papua dari utara ke selatan.
Seperti juga sebagian besar pulau-pulau di Pasifik Selatan lainnya, penduduk Papua berasal dari daratan Asia yang bermigrasi dengan menggunakan kapal laut. Migrasi itu dimulai sejak 30.000 hingga 50.000 tahun yang lalu, dan mengakibatkan mereka berada di luar peradaban Indonesia yang modern, karena mereka tidak mungkin untuk melakukan pelayaran ke pulau-pulau lainnya yang lebih jauh.
Para penjelajah Eropa yang pertama kali datang ke Papua, menyebut penduduk setempat sebagai orang Melanesia. Asal kata Melanesia berasal dari kata Yunani, ‘Mela’ yang artinya ‘hitam’, karena kulit mereka berwarna gelap. Kemudian bangsa-bangsa di Asia Tenggara dan juga bangsa Portugis yang berinteraksi secara dekat dengan penduduk Papua, menyebut mereka sebagai orang Papua.
Papua sendiri menggambarkan sejarah masa lalu Indonesia, karena tercatat bahwa selama abad ke-18 Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Palembang, Sumatra Selatan, mengirimkan persembahan kepada kerajaan Tiongkok. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung Cenderawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua, yang pada waktu itu dikenal sebagai ‘Janggi’.
Dalam catatan yang tertulis di dalam kitab Nagarakretagama, Papua juga termasuk kedalam wilayah kerajaan Majapahit (1293–1520). Selain tertulis dalam kitab yang merupakan himpunan sejarah yang dibuat oleh pemerintahan Kerajaan Majapahit tersebut, masuknya Papua kedalam wilayah kekuasaan Majapahit juga tercantum di dalam kitab Prapanca yang disusun pada tahun 1365.
Walaupun terdapat kontroversi seputar catatan sejarah tersebut, hal itu menegaskan bahwa Papua adalah sebagai bagian yang tidak terlepas dari jaringan kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara yang berada di bawah kontrol kekuasaan kerajaan Majapahit.
Selama berabad-abad dalam paruh pertama milenium kedua, telah terjalin hubungan yang intensif antara Papua dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia, yang hubungan tersebut bukan hanya sekadar kontak perdagangan yang bersifat sporadis antara penduduk Papua dengan orang-orang yang berasal dari pulau-pulau terdekat.
Selama kurun waktu tersebut, orang-orang dari pulau terdekat yang kemudian datang dan menjadi bagian dari Indonesia yang modern, menyatukan berbagai keragaman yang terserak di dalam kawasan Papua. Hal ini tentunya membutuhkan interaksi yang cukup intens dan waktu yang tidak sebentar agar para penduduk di Papua bisa belajar bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, apalagi mengingat keanekaragaman bahasa yang mereka miliki. Pada tahun 1963, dari sekitar 700.000 populasi penduduk yang ada, 500.000 di antara mereka berbicara dalam 200 macam bahasa yang berbeda dan tidak dipahami antara satu dengan yang lainnya.
Beragamnya bahasa di antara sedikitnya populasi penduduk tersebut diakibatkan oleh terbentuknya kelompok-kelompok yang diisolasi oleh perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya selama berabad-abad karena kepadatan hutan dan juga jurang yang curam yang sulit untuk dilalui yang memisahkan mereka. Oleh karena itu, sekarang ini ada 234 bahasa pengantar di Papua, dua dari bahasa kedua tanpa pembicara asli. Banyak dari bahasa ini hanya digunakan oleh 50 penutur atau kurang. Beberapa golongan kecil sudah punah, seperti Tandia, yang hanya digunakan oleh dua pembicara dan Mapia yang hanya digunakan oleh satu pembicara.
Sekarang ini bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa pengantar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan merupakan bahasa di dalam melakukan berbagai transaksi. Bahasa Indonesia sendiri berasal dari bahasa melayu, versi pasar.
Sejarah
Papua berada di wilayah paling timur negara Indonesia. Ia merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Greenland di Denmark. Luasnya mencapai 890.000 km2 (ini jika digabung dengan Papua New Guinea). Besarnya diperkirakan hampir lima kali luas pulau Jawa.
200 M–1500 M
Pada sekitar tahun 200 M, ahli geografi bernama Klaudius Ptolemaeus (Ptolamy) menyebut pulau Papua dengan nama Labadios. Sampai saat ini tak ada yang tahu, kenapa pulau Papua diberi nama Labadios.
Sekitar akhir tahun 500 M, oleh bangsa Tiongkok diberi nama Tungki. Hal ini dapat diketahui setelah mereka menemukan sebuah catatan harian seorang pedagang Tiongkok, Ghau Yu Kuan yang menggambarkan bahwa asal rempah-rempah yang mereka peroleh berasal dari Tungki, nama yang digunakan oleh para pedagang Tiongkok saat itu untuk Papua.[9]
Selanjutnya, pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama Janggi. Dalam buku Kertagama 1365 yang dikarang Pujangga Mpu Prapanca “Tungki” atau “Janggi” sesungguhnya adalah salah eja diperoleh dari pihak ketiga yaitu Pedagang Tiongkok Chun Tjok Kwan yang dalam perjalanan dagangnya sempat menyinggahi beberapa tempat di Tidore dan Papua.[9]
Di awal tahun 700 M, pedagang Persia dan Gujarat mulai berdatangan ke Papua, juga termasuk pedagang dari India. Tujuan mereka untuk mencari rempah-rempah di wilayah ini setelah melihat kesuksesan pedangang asal China. Para pedagang ini sebut nama Papua dengan Dwi Panta dan Samudranta, yang artinya Ujung Samudra dan Ujung Lautan.[9]
Pada akhir tahun 1300 M, Kerajaan Majapahit menggunakan dua nama, yakni Wanin dan Sram. Nama Wanin, tentu tidak lain dari semenanjung Onin di daerah Fak-Fak dan Sram, ialah pulau Seram di Maluku. Ada kemungkinan, budak yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal dari Onin dan yang membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga dua nama ini disebut.[9]
Pada abad ke-14, kepulauan Papua dikuasai oleh Kerajaan Tidore, dan baru pada abad ke-16, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore memiliki wilayah dari Sulawesi dan Papua.[10] Nama Papua sendiri berasal dari kata Papa-Ua, yaitu penamaannya oleh Kerajaan Tidore, dimana dalam bahasa Tidore, itu berarti tidak bergabung atau tidak bersatu, yang artinya di pulau ini tidak ada raja yang memerintah.[10][11] Kerajaan Ternate, memiliki wilayah sebelah Barat; pesisir Timur Sulawesi, termasuk Sule dan Kepulauan Banggai, Seram Barat (jazirah Hoamal) dan Kepulauan Ambon. Sedangkan Kerajaan Tidore menguasai bagian Timur, dari Kepulauan Raja Ampat hingga Papua sekarang.[10][12] Peranan kedua kerajaan besar ini mulai menurun dikarenakan mulai masuknya para pedagang dari Eropa ke Nusantara yang menjadikan awal kolonialismenya.[10]
Kolonialisme di Papua
Pada tahun 1511 M, Antonio d’Arbau pelaut asal Portugis menyebut wilayah Papua dengan nama “Os Papuas” atau llha de Papo. Don Jorge de Menetes, pelaut asal Spanyol juga sempat mampir di Papua beberapa tahun kemudian (1526 – 1527), ia tetap menggunakan nama Papua. Ia sendiri mengetahui nama Papua dalam catatan harian Antonio Figafetta, juru tulis pelayaran Magelhaens yang mengelilingi dunia menyebut dengan nama Papua. Nama Papua ini diketahui Figafetta saat ia singgah di pulau Tidore.
Berikutnya, pada tahun 1528 M, Alvaro de Savedra, seorang pimpinan armada laut Spanyol beri nama pulau Papua Isla de Oro atau Island of Gold yang artinya Pulau Emas. Ia juga merupakan satu-satunya pelaut yang berhasil menancapkan jangkar kapalnya di pantai utara kepulauan Papua. Dengan penyebutan Isla Del Oro membuat tidak sedikit pula para pelaut Eropa yang datang berbondong-bondong untuk mencari emas yang terdapat di pulau emas tersebut.[10]
Pada tahun 1545 M, pelaut asal Spanyol Inigo Ortiz de Retes memberi nama Nueva Guinea atau Gova Guinea (Pulau Guinea Baru). Ia awalnya menyusuri pantai utara pulau ini dan karena melihat ciri-ciri manusianya yang berkulit hitam dan berambut keriting sama seperti manusia yang ia lihat di belahan bumi Afrika bernama Guinea, maka diberi nama pulau ini Nueva Guinee/Pulau Guinea Baru, dan dimulailah era kolonialisme Belanda di Papua[10]
Pada tahun 1606 M, sebuah ekspedisi Duyfken dipimpin oleh komandan Wiliam Jansen dari Belanda mendarat di Papua. Ekspedisi ini terdiri atas 3 kapal, dimana mereka berlayar dari pantai Utara Jawa dan singgah di Kepulauan Kei, Aru pantai Barat Daya Papua, dan mengenalnya sebagai Papua dari Jorge de Menetes. Irian sendiri dalam bahasa Melayu berarti berambut keriting, sedangkan dalam Bahasa Arab artinya tidak berbusana. Dan seiring dengan meluasnya kekuasaan Belanda, maka tahun 1663, Spanyol meninggalkan Irian Barat.[10]
Sebagai usaha untuk memperkuat kedudukannya di Papua, pada tahun 1770, Belanda mengubah nama Irian Barat menjadi Nieuw Guinea yang merupakan terjemahan ke dalam bahasa Belanda atas Gova Guinea atau Nova Guinea dan diterbitkan dalam peta internasional yang diterbitkan oleh Isaac Tiron, seorang pembuat peta berkebangsaan Belanda pada abad ke 18. Dengan dimuatnya ke dalam peta tersebut, maka daerah ini kian terkenal di negara-negara Eropa.[13]
Pada tahun 1774, kekuasaan Belanda atas Papua jatuh ke tangan Inggris. Dimana pada tahun 1775, nakhoda kapal La Tartare, Kapten Forrest dari Inggris berlabuh di Manokwari, Teluk Doreri, dan pada tahun 1793, Papua menjadi daerah koloninya yang baru. Berdasarkan perintah Gubernur Inggris berkedudukan di Maluku, mereka mulai membagi garis pulau dan mendirikan Benteng Coronation di Teluk Doreri. Namun Kamaludin Syah, Sultan Tidore yang berkuasa atas seluruh Kesultanan Tidore ( dimana pulau Irian bagian Barat masuk dalam wilayah kekuasaannya) menentang pendiriannya, sehingga pada tahun 1814, Inggris meninggalkan Papua.[11][13]
Pada 24 Agustus 1828 berdirilah benteng Fort Du Bus di Teluk Trinton oleh A.J. van Delden atas nama Raja Willem I, sebagai penanda mulainya kolonialisme Belanda di Papua dengan diwujudkannya kerjasama dalam bentuk penandatanganan surat perjanjian dengan tiga raja yaitu Raja Namatote, Kasa (Raja Lokaijhia) dan Lutu (orang kaya di Lobo, Mewara dan Sendawan). Mereka mendapatkan pengakuan sebagai kelapa daerah dan tongkat kekuasaannya yang berkepala perak dari Belanda, dimana secara bersamaan juga diangkat 28 kepala daerah bawahannya.[14]
Tahun 1884, Irian Barat dikuasai oleh Inggris, dan pada tahun yang sama, Timur Laut Irian Barat dikuasai oleh Jerman. Perebutan kekuasaan ini baru berakhir pada 16 Mei 1895 di Den Haag diadakan pertemuan antara Belanda dan Inggris mengenai penetapan batas wilayahnya, dan dikenal sebagai Perjanjian Den Haag (1895), serta termaktub dalam Staatsblaad van Nederlandsch Indie 1895 No. 220 dan 221 tertanggal 16 Mei 1895, dimana garis batasnya adalah Sungai Bensbach. Sungai ini membagi wilayah Irian Barat menjadi kekuasaan Belanda dan Irian Timur atau dikenal sebagai Papua Nugini sebagai wilayah Inggris. Wilayah kekuasaan Kerajaan Belanda. selanjutnya dikenal sebagai Nederlands Nieuw Guinea.[14]
1900–sekarang
Pada tahun 1956, Belanda kembali mengubah nama Papua dari Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea. Perubahan nama tersebut lebih bersifat politis karena Belanda tak ingin kehilangan pulau Papua dari Indonesia pada zaman itu.
Pada tahun 1950-an oleh Residen JP Van Eechoud dibentuklah sekolah Bestuur. Di sana ia menganjurkan dan memerintahkan Admoprasojo selaku Direktur Sekolah Bestuur tersebut untuk membentuk dewan suku-suku. Di dalam kegiatan dewan ini salah satunya adalah mengkaji sejarah dan budaya Papua, termasuk mengganti nama pulau Papua dengan sebuah nama lainnya.
Tindak lanjutnya, berlangsung pertemuan di Tobati, Jayapura. Di dalam turut dibicarakan ide penggantian nama tersebut, juga dibentuk dalam sebuah panitia yang nantinya akan bertugas untuk menelusuri sebuah nama yang berasal dari daerah Papua dan dapat diterima oleh seluruh suku yang ada.
Frans Kaisepo selaku ketua Panitia kemudian mengambil sebuah nama dari sebuah mitos Manseren Koreri, sebuah legenda yang termahsyur dan dikenal luas oleh masyarakat luas Biak, yaitu Irian.
Dalam bahasa Biak Numfor “Iri” artinya tanah, "an" artinya panas. Dengan demikian nama Irian artinya tanah panas. Pada perkembangan selanjutnya, setelah diselidiki ternyata terdapat beberapa pengertian yang sama di tempat seperti Serui dan Merauke. Dalam bahasa Serui, "Iri" artinya tanah, "an" artinya bangsa, jadi Irian artinya Tanah bangsa, sementara dalam bahasa Merauke, "Iri" artinya ditempatkan atau diangkat tinggi, "an" artinya bangsa, jadi Irian adalah bangsa yang diangkat tinggi.
Secara resmi, pada tanggal 16 Juli 1946, Frans Kaisepo yang mewakili Nieuw Guinea dalam konferensi di Malino-Ujung Pandang, melalui pidatonya yang berpengaruh terhadap penyiaran radio nasional, mengganti nama Papua dan Nieuw Guinea dengan nama Irian.
Nama Irian adalah satu nama yang mengandung arti politik. Frans Kaisepo pernah mengatakan “Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108).
Setelah Indonesia merdeka pada 1945, dan semakin terpojoknya Belanda oleh dunia internasional dalam rangka mempertahankan Papua dalam wilayah jajahannya, pada 1 Desember 1961, Belanda membentuk negara boneka Papua. Pada tanggal tersebut Belanda memerintahkan masyarakat Papua untuk mengibarkan bendera nasional baru yang dinamakan Bintang Kejora. Mereka menetapkan nama Papua sebagai Papua Barat.
Sedangkan United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), sebuah badan khusus yang dibentuk PBB untuk menyiapkan act free choice di Papua pada tahun 1969 menggunakan dua nama untuk Papua, West New Guinea/West Irian.
Berikutnya, nama Irian diganti menjadi Irian Barat secara resmi sejak 1 Mei 1963 saat wilayah ini dikembalikan dari Kerajaan Belanda ke dalam pangkuan Negara Republik Indonesia. Pada tahun 1967, kontrak kerja sama PT Freeport Mc Morran dengan pemerintah Indonesia dilangsungkan. Dalam kontrak ini Freeport gunakan nama Irian Barat, padahal secara resmi Papua belum resmi jadi bagian Indonesia.
Dunia internasional mengakui secara sah bahwa Papua adalah bagian Negara Indonesia setelah dilakukannya Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969.
Dan kemudian pada tanggal 1 Maret 1973 sesuai dengan peraturan Nomor 5 tahun 1973 nama Irian Barat resmi diganti oleh Presiden Soeharto menjadi nama Irian Jaya.
Memasuki era reformasi sebagian masyarakat menuntut penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Presiden Abdurrahman Wahid memenuhi permintaan sebagian masyarakat tersebut. Dalam acara kunjungan resmi kenegaraan Presiden, sekaligus menyambut pergantian tahun baru 1999 ke 2000, pagi hari tanggal 1 Januari 2000, dia memaklumkan bahwa nama Irian Jaya saat itu diubah namanya menjadi Papua seperti yang diberikan oleh Kerajaan Tidore pada tahun 1800-an.
Pemerintahan
Gubernur
Berikut ini adalah daftar Gubernur Papua yang pernah menjabat sejak jabatan ini dibentuk pada tahun 1956. Jabatan ini dulu bernama Gubernur Irian Barat dan Gubernur Irian Jaya.
Gubernur Papua | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
No. | Foto | Gubernur | Mulai Jabatan | Akhir Jabatan | Wakil Gubernur | Ref. | |
Gubernur Irian Barat (dalam perjuangan) | |||||||
1 | Zainal Abidin Syah | 23 September 1956 | 31 Desember 1961 | Lowong | [15] | ||
Gubernur Irian Barat (dalam perjuangan dan di bawah UNTEA) | |||||||
2 | Pamoedji | 31 Desember 1961 | 1 Mei 1963 | Lowong | |||
Gubernur Irian Barat (1963–1973) | |||||||
3 | Eliezer Jan Bonay | 1 Mei 1963 | 26 November 1964 | Pamoedji | |||
4 | Frans Kaisiepo | 26 November 1964 | 1 Maret 1973 |
|
[16] | ||
Gubernur Irian Jaya (1973—2000) | |||||||
(4) | Frans Kaisiepo | 1 Maret 1973 | 29 Juni 1973 | Mohammad Sarwono | [16] | ||
5 | Acub Zainal | 29 Juni 1973 | 31 Maret 1975 |
|
[17] | ||
— | Soetran | 31 Maret 1975 | 12 Agustus 1975 | [18] | |||
6 | 12 Agustus 1975 | 4 September 1980 | [19] | ||||
— | 4 September 1980 | 20 Januari 1981 | [20] | ||||
7 | Busiri Suryowinoto | 20 Januari 1981 | 4 Agustus 1982 | [21] | |||
— | Izaac Hindom | 4 Agustus 1982 | 12 November 1982 | Lowong | [22] | ||
8 | 12 November 1982 | 18 November 1987 |
| ||||
— | 18 November 1987 | 13 April 1988 | [23] | ||||
9 | Barnabas Suebu | 13 April 1988 | 13 April 1993 | Soedardjat Nataatmadja (1989—1993) |
[24] | ||
10 | Jacob Pattipi | 13 April 1993 | 9 April 1998 |
|
[25] | ||
11 | Freddy Numberi | 9 April 1998 | 1 Januari 2000 | [26][11] | |||
Gubernur Papua (2000—sekarang) | |||||||
(11) | Freddy Numberi | 1 Januari 2000 | 15 April 2000 | [26] | |||
Transisi (2000) | |||||||
12 | Jacobus Perviddya Solossa | 23 November 2000 | 23 November 2005 | Constant Karma | |||
— | 23 November 2005 | 19 Desember 2005 | |||||
Transisi (2005—2006) | |||||||
13 | Barnabas Suebu | 25 Juli 2006 | 25 Juli 2011 | Alex Hesegem | [27] | ||
Transisi (2006—2011) | |||||||
14 | Lukas Enembe | 9 April 2013 | 9 April 2018[a] | Klemen Tinal | [28] | ||
Transisi (2018) | |||||||
(14) | Lukas Enembe | 5 September 2018 | 5 September 2023[b] | Klemen Tinal (2018–2021) |
[29][30][31] | ||
Transisi (2023—sekarang) |
Dewan Perwakilan
Berikut ini adalah komposisi anggota DPRP dalam empat periode terakhir.[32][33][34]
Partai Politik | Jumlah Kursi dalam Periode | ||||
---|---|---|---|---|---|
2009–2014 | 2014–2019 | 2019–2024 | 2024–2029 | ||
PKB | 0 | 4 | 3 | 3 | |
Gerindra | 1 | 6 | 5 | 3 | |
PDI-P | 6 | 7 | 7 | 7 | |
Golkar | 12 | 6 | 6 | 10 | |
NasDem | (baru) 3 | 8 | 7 | ||
PKS | 1 | 3 | 3 | 3 | |
Hanura | 3 | 5 | 3 | 0 | |
Garuda | (baru) 1 | 0 | |||
PAN | 3 | 2 | 6 | 3 | |
Demokrat | 9 | 16 | 8 | 3 | |
PSI | (baru) 0 | 2 | |||
Perindo | (baru) 1 | 3 | |||
PPP | 0 | 1 | 1 | 1 | |
PPRN | 1 | ||||
Barnas | 1 | ||||
Kedaulatan | 3 | ||||
PNIM | 1 | ||||
PPDI | 1 | ||||
PDS | 5 | ||||
PNBK | 2 | ||||
PBR | 3 | ||||
Patriot | 3 | ||||
PKDI | 1 | ||||
Berkarya | (baru) 3 | ||||
PKPI | 0 | 2 | 0 | ||
Otsus | (baru) 14 | 14 | 11 | ||
Jumlah Anggota | 56 | 69 | 69 | 56 | |
Jumlah Partai | 16 | 11 | 13 | 11 | |
aAnggota jalur otsus pertama kali dilantik pada 2017. |
Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) memiliki 52 orang anggota. Sedangkan untuk melindungi hak politik adat orang Papua dibentuklah Majelis Rakyat Papua (MRP).
Daftar kabupaten dan kota
No. | Kabupaten/kota | Ibu kota | Bupati/wali kota | Luas wilayah (km²)[35] | Jumlah penduduk (2020)[36] | Distrik | Kelurahan/kampung | Lambang | Peta lokasi |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Kabupaten Biak Numfor | Biak | Sofia Bonsapia (Pj.) | 2.602,00 | 134.650 | 19 | 14/254 | ||
2 | Kabupaten Jayapura | Sentani | Semuel Siriwa (Pj.) | 11.157,15 | 166.171 | 19 | 5/139 | ||
3 | Kabupaten Keerom | Arso (de facto) Waris (de jure) |
Piter Gusbager | 8.390,00 | 61.623 | 11 | -/91 | ||
4 | Kabupaten Kepulauan Yapen | Serui Kota | Suzana D. Wanggai (Pj.) | 2.050,00 | 112.676 | 16 | 5/160 | ||
5 | Kabupaten Mamberamo Raya | Burmeso | John Tabo | 23.813,91 | 36.483 | 8 | -/60 | ||
6 | Kabupaten Sarmi | Sarmi | Iman Djuniawal (Pj.) | 17.742,00 | 41.515 | 10 | 2/92 | ||
7 | Kabupaten Supiori | Sorendiweri | Yan Imbab | 678,32 | 22.547 | 5 | -/38 | ||
8 | Kabupaten Waropen | Botawa | Yeremias Bisay | 10.977,09 | 33.943 | 11 | -/100 | ||
9 | Kota Jayapura | - | Lukas Christian Sohilait (Pj.) | 935,92 | 398.478 | 5 | 25/14 |
UU RI Tahun 2008 Nomor 6 adalah dasar hukum pembentukan Kabupaten Nduga di Provinsi Papua, saat ini tidak terdapat jurisdiksi Kabupaten Nduga Tengah.[37]
Pendidikan
Di Negara Indonesia, Provinsi DKI Jakarta memiliki IPM tertinggi yaitu sebesar 77.60 pada tahun 2010. Sedangkan Provinsi Papua dari tahun 2004–2010 memiliki IPM yang paling kecil di antara provinsi-provinsi yang lain. Hal ini dapat diakibatkan bahwa kurangnya peranan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan masyarakat terhadap ketiga dibidang yaitu: pendidikan, ekonomi, dan kesehatan pada Provinsi Papua. Akan tetapi, sumber daya alam yang terdapat pada Provinsi Papua sangat besar. Jadi Provinsi Papua seharusnya mampu bersaing untuk meningkatkan IPM dengan provinsi-provinsi yang lainnya.
Apresiasi peningkatan dan pemerataan pendidikan untuk masyarakat Nusantara dilakukan di antaranya melalui program Afirmasi Pendidikan Menengah (Adem). Dalam program beasiswa ini Anak asli Papua berkesempatan melanjutkan studinya untuk tahun ajaran 2015 ke jenjang setingkat sekolah menengah atas di sejumlah daerah Tanah Pasundan, Jawa Barat. Pemerintah Kota Bandung akan mendorong program pendidikan bagi para siswa asal Papua dan berencana akan meningkatkan jumlah siswa Papua yang akan bersekolah di Bandung.[38][39][40][41]
Program Adem bergulir sejak 2013. Memasuki tahun ketiga atau 2015 ini sudah 1.304 anak Papua menimba ilmu ke tingkat SMA atau SMK di Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten dan Bali. Untuk program ADEM 2015 tercatat 505 anak Papua menempuh pendidikan SMA dan SMK di enam provinsi tersebut.[42]
Pendidikan di Kabupaten Mimika memiliki keunikan tersendiri. Mayoritas dari anak aslinya diberikan alokasi dana bantuan pendidikan dari PT Freeport Indonesia melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK).
Sejak akhir 1999, LPMAK telah menyediakan beasiswa bagi 8.772 pelajar. Program ini awalnya diperuntukan hanya kepada 3.697 pelajar dari SMA asli Papua sampai dengan program magister telah lulus. Namun pada tahun 2011, LPMAK memberikan beasiswa aktif bagi pelajar SD sampai dengan magister.
Tahun 2014 target produksi PTFI mengalami penurunan drastis karena adanya aksi mogok pekerja dan penurun produksi tambangnya hingga 40 persen akibat karena adanya larangan pengiriman bahan baku tambang ke luar negeri sebagai implementasi dari penerapan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba. Akibatnya PTFI menurunkan dana kemitraan dari sebelumnya yang rata-rata sekitar Rp 1 triliun menjadi sekitar Rp600 miliar.[43]
Infrastruktur
Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya lebih tiga kali luas pulau Jawa, ditambah jumlah penduduk yang masih sedikit dengan kekayaan alam begitu kaya dan belum digali seperti hasil hutan, perkebunan, pertanian, perikanan pertambangan.
Hal ini disebabkan karena belum adanya jaringan jalan yang memadai yang dapat menghubungkan wilayah – wilayah sentra produksi untuk itu Dinas Pekerjaan umum berupaya melakukan pembangunan infrastruktur jalan yang baik. seperti Pembangunan jalan Jayapura – Wamena yang merupakan status jalan Nasional sebagai kegiatan investasi yang besar bagi Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Jayawijaya yang dibangun dengan tujuan:
- Sebagai Sarana untuk mengintegrasikan Pengembangan Potensi daerah dan Perubahan Struktur masyarakat.
- Membentuk suatu sistem Jaringan Jalan Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota guna mendukung sistem produksi dan distribusi.
- Membentuk manfaat secara langsung kepada masyarakat dalam hal kemudahan kegiatan Sosial, ekonomi, arus barang dan jasa, kesempatan kerja dan ketrampilan masyarakat.
Ekonomi
Potensi ekonomi di Papua sangatlah tinggi, Kekayaan alam papua begitu kaya dan itu semua belum digali. meskipun papua kaya akan sumber daya alamnya, papua masih bergantung pada Freeport.[44]
Menurut badan pusat statistik (BPS) ekonomi Papua triwulan pertama terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar minus 13,64 persen. Aktivitas ekonomi pada triwulan pertama 2019 yang tidak sepadat triwulan keempat 2018 menyebabkan hampir seluruh lapangan usaha mengalami pertumbuhan negatif pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian merupakan kategori berkontraksi paling dalam yaitu sebesar minus 25,04 persen,[44] turunnya produksi tambang Freeport. Produksi bijih logam PT Freeport pada triwulan pertama mengalami penurunan produksi diakibatkan masa transisi penambangan dari tambang terbuka (open pit) ke tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC).
Pemerintah mencanangkan pada 2020 akan meningkatkan infrastruktur di Papua, mulai dari pembangunan jalur transportasi seperti, pembangunan pelabuhan, bandara, dan pembuatan akses jalan ke daerah terpencil, hal ini diharapkan bisa meningkatkan kesejahteran masyarakat di daerah tersebut [45]
Demografi
Penduduk asli
Jika dilihat dari karakteristik budaya, mata pencaharian dan pola kehidupannya, penduduk asli Papua itu dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu Papua pegunungan atau pedalaman, dataran tinggi dan Papua dataran rendah dan pesisir. Pola kepercayaan agama tradisional masyarakat Papua menyatu dan menyerap ke segala aspek kehidupan, mereka memiliki suatu pandangan dunia yang integral yang erat kaitannya satu sama lain antar dunia yang material dan spiritual, yang sekuler dan sakral dan keduanya berfungsi bersama-sama.
Kelompok suku asli di Papua terdiri dari 25 suku, dengan bahasa yang masing-masing berbeda. Suku-suku tersebut antara lain:
Beberapa penduduk masyarakat Papua Asli juga tersebar ke beberapa daerah di Indonesia di antara Jawa, Sumatra, Sulawesi, Bali, NTT dan NTB. Beberapa di antara mereka juga melakukan perkawinan campur dengan suku lain. |
Tradisi dan budaya
Senjata tradisional
Salah satu senjata tradisional di Papua adalah Pisau Belati. Senjata ini terbuat dari tulang kaki burung kasuari dan bulunya menghiasi hulu Belati tersebut. senjata utama penduduk asli Papua lainnya adalah Busur dan Panah. Busur tersebut dari bambu atau kayu, sedangkan tali Busur terbuat dari rotan. Anak panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang kangguru. Busur dan panah dipakai untuk berburu atau berperang.[46]
Tifa
Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku dan Papua. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.
Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknya biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang dan beberapa tarian daerah lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik totobuang, tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.
Alat musik tifa dari Maluku memiliki nama lain, seperti tahito atau tihal yang digunakan di wilayah-wilayah Maluku Tengah. Sedangkan, di pulau Aru, tifa memiliki nama lain yaitu titir. Jenisnya ada yang berbentuk seperti drum dengan tongkat seperti yang digunakan di Masjid . Badan kerangkanya terbuat dari kayu dilapisi rotan sebagai pengikatnya dan bentuknya berbeda-beda berdasarkan daerah asalnya.
Noken
Noken merupakan tas tradisional khas asli Papua. Noken berbentuk jaring-jaring yang terbuat dari akar kayu pohon atau daun yang dikeringkan berupa tali-tali yang kuat dan dirajut menjadi tas jaring. Keberadaan Noken Papua telah diakui Dunia dengan ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda atau warisan dunia oleh Lembaga Kebudayaan Dunia di Markas Unesco Paris, Prancis pada 4 Desember 2012.
Penetapan Noken sebagai warisan dunia ini diinisasi oleh seorang pemerhati budaya Papua asal Paniai, Titus Pikei yang menyatakan tujuannya untuk menjaga tradisi budaya Papua agar tidak punah. Ia kemudian mendirikan Yayasan Noken Papua guna menjaring semua komponen pengrajin noken dari berbagai komunitas pengrajin noken di Provinsi Papua dan Papua Barat untuk selalu menjaga kekhasannya.
Ia mengajak agar budidaya bahan baku noken dari hutan dan lingkungan dapat dilestarikan melalui pendataan bersama para tetua adat atau kepala suku dengan Pemda setempat, sehingga budidaya bahan baku noken dapat terus terjaga.[47]
Kuliner khas
Papeda adalah makanan berupa bubur sagu khas Maluku dan papua yang biasanya disajikan dengan ikan tongkol atau mubara yang dibumbui dengan kunyit.[48] Papeda berwarna putih dan bertekstur lengket menyerupai lem dengan rasa yang tawar.[48] Papeda merupakan makanan yang kaya serat, rendah kolesterol dan cukup bernutrisi.[49]
Di berbagai wilayah pesisir dan dataran rendah di Papua, sagu merupakan bahan dasar dalam berbagai makanan.[50] Sagu bakar, sagu lempeng, dan sagu bola, menjadi sajian yang paling banyak dikenal di berbagai pelosok Papua, khususnya dalam tradisi kuliner masyarakat adat di Kabupaten Mappi, Asmat, hingga Mimika.[50] Papeda merupakan salah satu sajian khas sagu yang jarang ditemukan.[50] Antropolog sekaligus Ketua Lembaga Riset Papua, Johszua Robert Mansoben, menyatakan bahwa papeda dikenal lebih luas dalam tradisi masyarakat adat Sentani dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, serta Manokwari.[50]
Pada umumnya, papeda dikonsumsi bersama dengan ikan tongkol.[51] Namun, papeda dapat juga dikombinasikan dengan ikan gabus, kakap merah, bubara, hingga ikan kue.[51] Selain kuah kuning dan ikan, bubur papeda juga dapat dinikmati dengan sayur ganemo yang diolah dari daun melinjo muda yang ditumis dengan bunga pepaya muda dan cabai merah.[51]
Taman Nasional
Taman Nasional Lorentz
Taman Nasional Lorentz adalah sebuah taman nasional yang terletak di provinsi Papua, Indonesia. Dengan luas wilayah sebesar 2,4 juta Ha; Lorentz merupakan taman nasional terbesar di Asia Tenggara. Taman ini masih belum dipetakan, dijelajahi dan banyak terdapat tanaman asli, hewan dan budaya. Pada 1999 taman nasional ini diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Wilayahnya juga terdapat persediaan mineral, dan operasi pertambangan berskala besar juga aktif di sekitar taman nasional ini. Ada juga Proyek Konservasi Taman Nasional Lorentz yang terdiri dari sebuah inisiatif masyarakat untuk konservasi komunal dan ekologi warisan yang berada di sekitar Taman Nasional Loretz ini.
Dari tahun 2003 hingga kini, WWF-Indonesia Region Sahul Papua sedang melakukan pemetaan wilayah adat dalam kawasan Taman Nasional Lorentz. Tahun 2003–2006, WWF telah melakukan pemetaan di Wilayah Taman Nasional Lorentz yang berada di Distrik (Kecamatan) Kurima Kabupaten Yahukimo, dan Tahun 2006–2007 ini pemetaan dilakukan di Distrik Sawaerma Kabupaten Asmat. Nama Taman Nasional ini diambil dari seorang Penjelajah asal Belanda, Hendrikus Albertus Lorentz,yang melewati daerah tersebut pada tahun 1909 yang merupakan ekspedisinya yang ke-10 di Taman Nasional ini.
Taman Nasional Wasur
Taman Nasional Wasur merupakan bagian dari lahan basah terbesar di Papua dan sedikit terganggu oleh aktivitas manusia.[52] Biodiversitasnya membuat taman ini dijuluki sebagai "Serengeti Papua".[52] Sekitar 70% dari luas wilayah ini terdiri dari sabana, sementara vegetasi lainnya merupakan hutan rawa-rawa, hutan monsoon, hutan pantai, hutan bambu, padang rumput dan hutan sagu. Tamana yang dominan meliputi spesies mangrove, Terminalia dan Melaleuca.[52] Taman Nasional Wasur ini terletak di Kabupaten Merauke.
Kawasan perbatasan di Papua
Sebelum mengalami pemekaran kabupaten, kawasan perbatasan di Papua terletak di 4 (empat) kabupaten yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, dan Kabupaten Merauke. Setelah adanya pemekaran wilayah kabupaten, maka kawasan perbatasan di Papua terletak di 5 (lima) wilayah kabupaten/kota yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Merauke, serta 23 (dua puluh tiga) wilayah kecamatan (distrik). Dari kelima kabupaten tersebut, Kabupaten Keerom, Pegunungan Bintang dan Boven Digoel merupakan kabupaten baru hasil pemekaran.
Garis perbatasan darat antara Indonesia dan PNG di Papua memanjang sekitar 760 kilometer dari Skouw, Jayapura di sebelah utara sampai muara sungai Bensbach, Merauke di sebelah Selatan. Garis batas ini ditetapkan melalui perjanjian antara Pemerintah Belanda dan Inggris pada pada tanggal 16 Mei 1895.
Jumlah pilar batas di kawasan perbatasan Papua hingga saat ini masih sangat terbatas, yaitu hanya 52 buah. Jumlah pilar batas ini tentu sangat tidak memadai untuk suatu kawasan perbatasan yang sering dijadikan tempat persembunyian dan penyeberangan secara gelap oleh kelompok separatis kedua negara. Kondisi ini diperburuk lagi oleh ketidaktahuan masyarakat di sekitar perbatasan terhadap garis batas yang memisahkan kedua negara, bahkan di antara penduduk tersebut banyak yang belum memiliki tanda pengenal atau identitas diri seperti kartu tanda penduduk atau tanda pengenal lainnya.
Pintu atau pos perbatasan di kawasan perbatasan Papua terdapat di Distrik Muara Tami Kota Jayapura dan di Distrik Sota Kabupaten Merauke. Kondisi pintu perbatasan di Kota Jayapura masih belum dimanfaatkan secara optimal sebagaimana pintu perbatasan di Sanggau dan Nunukan, karena fasilitas CIQS-nya belum lengkap tersedia. Kegiatan pelintas batas di pintu perbatasan di Marauke relatif lebih terbatas dibanding dengan Jayapura, dengan kegiatan utama arus lintas batas masyarakat kedua negara dalam rangka kunjungan keluarga dan perdagangan tradisional. Kegiatan perdagangan yang relatif lebih besar justru terjadi dipintu-pintu masuk tidak resmi yang menghubungkan masyarakat kedua negara secara ilegal tanpa adanya pos lintas batas atau pos keamanan resmi.
Kawasan perbatasan Papua memiliki sumberdaya alam yang sangat besar berupa hutan, baik hutan konversi maupun hutan lindung dan taman nasional yang ada di sepanjang perbatasan. Kondisi hutan yang terbentang di sepanjang perbatasan tersebut hampir seluruhnya masih belum tersentuh atau dieksploitasi kecuali di beberapa lokasi yang telah dikembangkan sebagai hutan konversi. Selain sumberdaya hutan, kawasan ini juga memiliki potensi sumberdaya air yang cukup besar dari sungai-sungai yang mengalir di sepanjang perbatasan. Demikian pula kandungan mineral dan logam yang berada di dalam tanah yang belum dikembangkan seperti tembaga, emas, dan jenis logam lainnya yang bernilai ekonomi cukup tinggi.
Secara fisik kondisi kawasan perbatasan di Papua bergunung dan berbukit yang sulit ditembus dengan sarana perhubungan biasa atau kendaraan roda empat. Sarana perhubungan yang memungkinkan untuk mencapai kawasan perbatasan adalah pesawat terbang perintis dan pesawat helikopter yang sewaktu-waktu digunakan oleh pejabat dan aparat pemerintah pusat dan daerah untuk mengunjungi kawasan tersebut.
Sebagaimana di daerah lainnya kondisi masyarakat di sepanjang kawasan perbatasan Papua sebagian besar masih miskin, tingkat kesejahteraan rendah, tertinggal serta kurang mendapat perhatian dari aparat pemerintah daerah maupun pusat. Kondisi masyarakat Papua di sepanjang perbatasan yang miskin, tertinggal dan terisolir ini tidak jauh berbeda dan relatif setara dengan masyarakat di PNG. Melalui bantuan sosial yang banyak dilakukan oleh para misionaris yang beroperasi dalam rangka pelayanan kerohanian menggunakan pesawat milik gereja, banyak masyarakat yang tertolong dan dibantu dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya. Fasilitas perhubungan milik misionaris ini bahkan dimanfaatkan oleh para pejabat daerah dalam melakukan kunjungan kerjanya di kawasan perbatasan.
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ Termasuk wilayah yang sekarang bernama Papua Barat hingga 2003.
Referensi
- ^ "Lukas-Klemen, Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Terpilih". 13-02-2013.
- ^ "Provinsi Papua Dalam Angka 2020". www.papua.bps.go.id. Diakses tanggal 13 Juni 2020.
- ^ "Provinsi Papua Dalam Angka 2018". BPS Provinsi Papua. Diakses tanggal 19 April 2019.
- ^ "Statistik Umat Menurut Agama di Indonesia". Kementerian Agama Republik Indonesia. 15 Mei 2018. Diakses tanggal 13 Juni 2020.
- ^ https://ipm.bps.go.id/data/nasional/metode/baru
- ^ "Perpres No. 10 Tahun 2013". 04-02-2013. Diakses tanggal 15-02-2013.
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaPAPUA2019
- ^ Wiranata, Rhuuzi (Senin, 03 Agustus 2020.). "Tujuh Provinsi Terluas di RI, Papua Urutan Pertama". detik.com. Diakses tanggal 6 September 2010.
- ^ a b c d Saragih 2019, hlm. 7.
- ^ a b c d e f g Saragih 2019, hlm. 8.
- ^ a b c "Citra Kabupaten Sorong Dalam Arsip". Jakarta: ANRI. 2012-10. hlm. 10. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama ":0" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ ANRI (Oktober 2009). Citra Papua Barat dalam arsip. Jakarta: ANRI. hlm. 9.
- ^ a b Saragih 2019, hlm. 9.
- ^ a b Saragih 2019, hlm. 11.
- ^ Ministry of Information (1958). The Autonomous Province of West Irian. Bandung: Pertjetakan Negara. hlm. 9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ a b Semdam XVII/Tjenderawasih & Pusjarahmil AD (1965). Kronologi sedjarah TNI Angkatan Darat di Irian-Barat, tahun 1963-1964. Bandung: Semdam XVII/Tjenderawasih. hlm. 118. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ "Tajuk Rencana: Irian Jaya Bergerak Maju" . Kompas. 3 Juli 1973. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ "Bupati Trenggalek gantikan gubernur Acub Zainal" . Kompas. 20 Maret 1975. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ WR (11 Agustus 1975). "Soetran Gubernur Definitif Irja" . Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-15. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ RS (5 September 1980). "Soetran Dilantik Sebagai Pj. Gubernur Irja" . Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-15. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ ES (1981). "DRS BUSIRI SURYOWINOTO DILANTIK SEBAGAI GUBERNUR IRIAN JAYA, Mendagri: Karena Keadaan Alam Yang Berat, Pembangunan Irja Belum Tampak". Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ IIE (10 November 1982). "Izaac Hindom dilantik jumat ini" . Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ SK (1 Desember 1987). "Izaac Hindom Lapor Kepada Presiden" . Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ Muchlis, Retob; Bill, Manuel (14 April 1988). "Barnabas Suebu SH, Gubernur Irja yang Baru" . Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ Nicolash, Korano (15 April 1993). "Jacob Pattipi, Gubernur Irja yang Baru" . Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-27. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ a b PEP (17 Februari 2000). "Freddy Numberi Masih Gubernur Papua" . Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2021-04-19.
- ^ Liputan6.com (2006-07-26). "Lintas Daerah". Liputan6.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-19. Diakses tanggal 2020-09-13.
- ^ Hayati, Istiqomatul (2013-04-09). Hayati, Istiqomatul, ed. "Gubernur Papua Dilantik di Lapangan Sepak Bola". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-22. Diakses tanggal 2020-09-13.
- ^ haipapua (2018-09-05). "Dilantik Presiden, Lukas Enembe dan Klemen Tinal Kembali Pimpin Provinsi Papua". Berita Papua. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-25. Diakses tanggal 2020-09-13.
- ^ Suwandi, Dhias (2021-07-12). Agriesta, Dheri, ed. "Ini Aktivitas Pertama Gubernur Papua Lukas Enembe Setelah Pulang Berobat dari Singapura". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-07-18.
- ^ "Lukas Enembe Ditangkap, Polri Sebut Situasi di Papua Sudah Kondusif Usai Ada Sedikit Kericuhan". Kompas.com. 2023-01-10. Diakses tanggal 2023-01-10.
- ^ VIVA.co.id (09-10-2009). "Inilah 56 Anggota DPR Papua". VIVA.co.id. Diakses tanggal 02-11-2019.
- ^ "55 Anggota DPR Papua Resmi Dilantik". dharapospapua.com. 31-10-2014. Diakses tanggal 02-11-2019.
- ^ "Resmi Ditetapkan, 55 Calon Anggota DPR Papua Periode 2019-2014 Diminta Serahkan LHKPN". bizlaw.id. 16-08-2019. Diakses tanggal 02-11-2019.
- ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diakses tanggal 3 Oktober 2019.
- ^ "Hasil Sensus Penduduk 2020 di Provinsi Papua". Badan Pusat Statistik. Diakses tanggal 29 Agustus 2021.
- ^ Sumber: UU RI Tahun 2008 Nomor 6
- ^ Dendi Ramdhani, Caroline Damanik (ed.) (14 Agustus 2015 19:30 WIB). "Ridwan Kamil: Bandung Punya Hubungan Batin dengan Papua". Regional.kompas.com. Diakses tanggal 15 Agustus 2015 19:30 WIB.
- ^ Rida Widara (14 Agustus 2015, 20:55 WIB). "Siswa Papua Lanjutkan Sekolah di Bandung Tanpa Biaya". Bandung.bisnis.com. Diakses tanggal 15 Agustus 2015.
- ^ "Wali Kota Bandung akan Menjadi Wali Murid 70 Siswa asal Papua". Infobandung.co.id. 14 Agustus 2015. Diakses tanggal 15 Agustus 2015.
- ^ Nasri (2 Januari 2015). "Forum Kepala Sekolah Program ADEM Bandung-Cimahi Gelar Kegiatan Penguatan Motivasi". suarapapua.org. Diakses tanggal 15 Agustus 2015.
- ^ Baban Gandapurnama (Jumat 14 Aug 2015, 13:28 WIB). "96 Anak Papua Melanjutkan Sekolah di Jabar Lewat Program Adem". detikNews. Diakses tanggal 15 Agustus 2015.
- ^ "Dana Kemitraan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) dari PT Freeport Berkurang". Papua Untuk Semua. 10 November 2014, 14:56 WIT. Diakses tanggal 30 Maret 2016.
- ^ a b Indonesia.go.id, Redaksi. "Ekonomi Papua Masih Bergantung pada Freeport". Indonesia.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-21.
- ^ Okezone (2019-11-03). "Fakta Pembangunan Infrastruktur Papua, dari 10 Bandara Baru hingga Pegunungan Arfak : Okezone Economy". https://economy.okezone.com/. Diakses tanggal 2020-01-21. Hapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan) - ^ Buku Pintar Indonesia.2007
- ^ "Yayasan Noken Papua Beri Penghargaan Unesco Award ke Pemkot Sorong". Lelemuku.com. 2019. Diakses tanggal 11 April 2019.
- ^ a b Prasasti, Rati (2013). "Papeda Makanan Khas Dari Timur Indonesia". Media Publica. Diakses tanggal 9 Mei 2014.
- ^ Santoso, Agung B. (2013). "Papeda, Makanan Sehat Khas Papua". Diakses tanggal 9 Mei 2014.
- ^ a b c d Wisanggeni, Aryo (2013). "Belanga dan Papeda". National Geographic Indonesia. Diakses tanggal 9 Mei 2014.
- ^ a b c "Papeda, Maluku: Bubur 'Lem' Segar Bergizi". Femina. Diakses tanggal 14 April 2014.
- ^ a b c Inonesian Ministry of Forestry, retrieved 2009-10-30
Daftar Pustaka
Saragih, Maylina (2019). Heroisme PGT Dalam Operasi Serigala. Subdisjarah Dispenau.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi pemerintah provinsi
- (Indonesia) Informasi lengkap seputar Papua
- (Indonesia) Profil Demografi Papua
- (Indonesia) Profil Ekonomi Papua
- (Indonesia) Profil Wisata Papua
- (Indonesia) Ekonomi Regional Papua
- (Indonesia) Statistik Regional Papua
4°46′S 137°48′E / 4.767°S 137.800°E
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan