Pulau Kemaro

pulau di Kota Palembang, Sumatra Selatan, Dan
Revisi sejak 27 Oktober 2020 13.54 oleh 175.158.38.188 (bicara) (Y)

Maaf bang lagi gabut :v

カズ-くん numpang lewat :v

Legenda

 
Batu yang bercerita tentang Legenda Pulau Kemaro

Di Pulau Kemaro juga terdapat makam dari putri Palembang, Siti Fatimah. Menurut legenda setempat yang tertulis di sebuah batu di samping Klenteng Hok Tjing Rio, pada zaman dahulu, datang seorang pangeran dari Negeri Tiongkok, bernama Tan Bun An, ia datang ke Palembang untuk berdagang. Ketika ia meminta izin ke Raja Palembang, ia bertemu dengan putri raja yang bernama Siti Fatimah. Ia langsung jatuh hati, begitu juga dengan Siti Fatimah. Merekapun menjalin kasih dan berniat untuk ke pelaminan. Tan Bun An mengajak sang Siti Fatimah ke daratan Tiongkok untuk melihat orang tua Tan Bun Han. Setelah beberapa waktu, mereka kembali ke Palembang. Bersama mereka disertakan pula tujuh guci yang berisi emas. Sesampai di muara Sungai Musi Tan Bun han ingin melihat hadiah emas di dalam Guci-guci tersebut. Tetapi alangkah kagetnya karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi asin. Tanpa berpikir panjang ia membuang guci-guci tersebut ke laut, tetapi guci terakhir terjatuh di atas dek dan pecah. Ternyata di dalamnya terdapat emas. Tanpa berpikir panjang lagi ia terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya. Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu, tetapi kedua orang itu tidak kunjung muncul. Siti Fatimah akhirnya menyusul dan terjun juga ke Sungai Musi. Untuk mengenang mereka bertiga dibangunlah sebuah kuil dan makam untuk ketiga orang tersebut[1].

Sejarah

Pada Perang Palembang I dan Perang Palembang II sepanjang awal abad ke-19, Kesultanan Palembang Darussalam mendirikan salah satu benteng maritim terkuat di atas tanah Pulau Kemaro bernama Benteng Tambak Bayo.[2] Pulau Kemaro sendiri dipilih sebagai lokasi pertahanan lapis pertama karena kawasannya tidak pernah terendam saat permukaan Sungai Musi sedang tinggi. Sedangkan kawasan lain selalu terendam air Sungai Musi, karena sebagian besar kawasan Palembang merupakan rawa air.[3]

Benteng pertahanan Pulau Kemaro menjadi kunci penting masuknya kolonial Belanda ke Palembang. Dalam berbagai invasinya, Belanda kehilangan banyak kapal dan anak buah karena pertahanan Benteng Tambak Bayo yang solid.[2]

Namun Belanda akhirnya berhasil menduduki Palembang pada tahun 1821, semua benteng yang ada di sekitar Keraton Kuto Gawang—sekarang wilayah Pusri—diluluh-lantakkan oleh Belanda, termasuk Benteng Tambak Bayo. Bahkan tak ada sedikit pun sisa-sisa bangunan benteng yang masih berdiri hingga saat ini.

Fungsi Pulau Kemaro sejak tahun 1965 hingga tahun 2012 terbagi menjadi empat fase, diantaranya : fungsi Pulau Kemaro pada tahun 1965-1967 adalah sebagai kamp tahanan. Kamp ini telah terjadi serangkaian peristiwa mengenaskan yang banyak menewaskan para tapol (tahanan politik). Namun fungsi sebagai kamp tersebut kemudian hilang diakhir tahun 1967 dan berganti fungsi baru. Fungsi Pulau Kemaro pada tahun 1968-1997 adalah sebagai tempat pemukiman dan tempat ibadah. Sejak tahun 1968 pulau ini mulai dihuni oleh peduduk yang jumlahnya semakin meningkat. Selain itu, pada periode ini pula Pulau Kemaro mulai dijadikan sebagai tempat pemujaan. Banyak masyarakat yang telah mengunjungi Pulau Kemaro untuk berdoa, berziarah dan meminta peruntungan. Fungsi Pulau Kemaro tahun 1998-2007 adalah sebagai lahan pertanian. Pola fikir penduduk yang semakin maju, didukung dengan lokasi yang berada di tengah-tengah sungai sangat mendukung untuk dibukanya lahan pertanian guna meningkatkan taraf hidup penduduk Pulau Kemaro. Fungsi Pulau Kemaro tahun 2008-2012 adalah sebagai Objek Wisata Ritual.[4]

Tempat Wisata

Daya tarik Pulau Kemaro adalah Pagoda berlantai 9 yang menjulang di tengah-tengah pulau yang dibangun tahun 2006. Pagoda ini tingginya 45 meter dengan masing-masing tingkatnya 5 meter. Pagoda dibangun sembilan tingkat dimaksudkan agar sejalan dengan makna Feng Shui. Pagoda Tiongkok ini memiliki delapan sudut seperti simbol Pat Kwa atau KedelapanTrigram. Warna pagoda tersebut memiliki warna-warna yang cerah sesuai dengan makna simbol warna yang terdapat pada kepercayaan Tiongkok.[5]

Selain pagoda ada klenteng yang sudah dulu ada. Klenteng Hok Tjing Rio atau lebih dikenal Klenteng Kwan Im dibangun sejak tahun 1962. Di depan klenteng terdapat makam Tan Bun An (Pangeran) dan Siti Fatimah (Putri) yang berdampingan. Kisah cinta mereka berdualah yang menjadi legenda terbentuknya pulau ini.

Selain itu di tempat ini juga terdapat sebuah Pohon yang disebut sebagai "Pohon Cinta" yang dilambangkan sebagai ritus "Cinta Sejati" antara dua bangsa dan dua budaya yang berbeda pada zaman dahulu antara Siti Fatimah Putri Kerajaan Sriwijaya dan Tan Bun An Pangeran dari Negeri Tiongkok, konon, jika ada pasangan yang mengukir nama mereka di pohon tersebut maka hubungan mereka akan berlanjut sampai jenjang Pernikahan. Untuk itulah Pulau ini juga disebut sebagai Pulau Jodoh.

Aktraksi yang ada di Pulau Kemaro sendiri adalah ketika event tahunan Cap Gomeh yang bertepatan dengan hari ke-15 hari raya Imlek, dimana pada acara tersebut masyarakat Tiong Hoa ataupun pribumi beramai-ramai berkunjung ke Pulau Kemaro untuk melihat acara yang ada pada hari itu, biasanya event Cap Gomeh sendiri hanya berlangsung 1-3 hari saja. Banyak aktraksi yang dapat dilihat, yaitu acara doa bersama warga Tionghoa, penerbangan lampion dan atraksi barongsai pada malam hari.[4]

Referensi

  1. ^ Batu Legenda disamping Klenteng Hok Tjing Rio
  2. ^ a b "Kisah Pulau Kemaro, Legenda atau Sejarah?". srivijaya.id. 28 Februari 2018. 
  3. ^ "Kisah Heroik di Balik Keindahan Pulau Kemaro". liputan6.com. 28 April 2016. 
  4. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :0
  5. ^ Wanaputri, Diah Ayu (2015). "Kajian Ornamen Pagoda Tiongkok di Pulau Kemaro Palebang Sumatra Selatan" (PDF).