Kelompok sosial
Kelompok sosial adalah kumpulan manusia yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi.[1]Tujuan dibentuknya kelompok sosial adalah untuk mewujudkan penerapan nilai-nilai sosial yang ada dan dibutuhkan dalam suatu struktur sosial pada suatu masyarakat.[2] Kelompok sosial merupakan bagian dari realitas sosial yang bersifat universal dan menjadi bagian dari sistem sosial.[3] Pembentukan kelompok sosial terjadi pada para anggota masyarakat yang memiliki latar belakang yang sama serta memiliki kesadaran akan adanya hubungan yang terjalin di antara mereka.[4] Kelompok juga dapat memengaruhi perilaku para anggotanya.
Ciri-ciri
Kelompok sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat sangat beragam. Mereka memiliki ciri dan warna tersendiri yang membedakannya dengan kelompok lain. Kelompok sosial tidak dapat dipahami dengan melihat perbedaan kualitas dan ciri anggotanya saja. Kelompok sosial dapat dipahami melalui struktur yang ada di dalamnya sebagai suatu sistem yang utuh. Orang-orang yang berada dan menjadi anggota suatu kelompok harus tunduk dan taat terhadap berbagai norma atau kaidah sosial yang berlaku. Dengan demikian, masing-masing anggota mencerminkan kepentingan kelompoknya.[5] Suatu kelompok dikatakan berstruktur apabiladalamnya ada syarat-syarat khusus, yaitu : a. memiliki peranan-peranan sosial yang menjadi aspek dinamis dari struktur, b. adanya sistem dari situs-situs para anggotanya, seperti adanya susunan pengurus, dan c. berlakunya nilai dan norma-norma untuk mempertahankan kehidupan kelompoknya. Ada kelompok yang berstruktur, namun ada pula kelompok yang tidak berstruktur. Kelompok yang tidak memiliki struktur disebut sebagai kolektivitas, misalnya pemuda yang berkumpul di tepi jalan. Sedangkan kelompok yang berstruktur banyak sekali contohnya, seperti persatuan wartawan, persatuan guru, persatuan haji, dan persatuan artis.[6]
Kelompok sosial memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan kelas sosial.[7] Ciri-ciri tersebut yaitu:[8]
- Merupakan kesatuan yang nyata atau ada tidaknya organisasi. Hal ini berarti suatu kelompok sosial merupakan kumpulan manusia yang dapat dikenali atau diketahui pihak lain, biasanya terorganisasi secara formal ataupun informal.
- Setiap anggota kelompok sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompoknya. Keanggotaan suatu kelompok sosial dilakukan melalui dua cara, yaitu mengukuhkan diri menjadi anggota kelompok dan dikukuhkan orang lain sebagai anggota kelompok.
- Ada hubungan timbal balik dan saling memengaruhi antaranggotanya. Ciri ini cukup menonjol dari suatu kelompok sosial, terutama dalam kelompok sosial kecil yang frekuensi dan intensitas hubungan antaranggota kelompok relatif tinggi dan berlangsung secara akrab karena di antara mereka saling mengenal dengan baik. Hubungan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya hasrat dan kebutuhan dari setiap anggota yang dalam pemenuhan nya tidak dapat dilakukan oleh sendiri.
- Adanya faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan di antara anggotanya bertambah erat, misalnya, nasib, kepen tingan, tujuan, dan ideologi politik yang sama.
- Memiliki struktur, aturan-aturan, dan pola perilaku. Hal ini berarti setiap orang atau anggota-anggota dari suatu kelompok mempunyai status sosial tertentu. Setiap status sosial tersebut (baik sederajat maupun tidak sederajat) memiliki keterkaitan yang sangat erat sehingga membentuk suatu struktur.
Perasaan persatuan dalam kelompok sosial baru akan tercapai apabila setiap anggota kelompok mempunyai pandangan yang sama tentang masa depan bersama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kelompok sosial merupakan kesatuan manusia yang hidup bersama, memiliki hasrat yang sama, bekerja sama, memiliki perasaan yang sama, dan tujuan yang sama.[9]
Proses pembentukan
Kelompok sosial terbentuk secara alami karena manusia adalah makhuk sosial. Setiap individu memerlukan bantuan individu lainnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, tiap individu memiliki minat atau kepentingan yang berbeda-beda, sehingga terbentuklah kelompok dengan minat atau kepentingan yang sama.[10] Naluri untuk selalu bergantung kepada orang lain menjadikan manusia memiliki hasrat untuk menjadi satu dalam masyarakat dan alam. Hasrat ini kemudian membuat manusia hidup secara berkelompok.[11]
Keadaan atau hasrat untuk hidup bersama dimiliki oleh semua orang. Dari hasrat yang sama tersebut kemudian orang membentuk kelompok. Selanjutnya, setiap manusia berusaha untuk mengembangkan dirinya agar bisa diterima dan bermanfaat bagi orang lain dalam kelompoknya. Kesemuanya itu akhirnya menimbulkan kebudayaan kelompok yang disebut kelompok sosial (social group).[6]
Macam
Berdasarkan kesadaran, organisasi, dan hubungan sosial
Berdasarkan kesadaran, organisas,i dan hubungan sosial, kelompok sosial dapat dibedakan menjadi kelompok statistik, kelompok kemasyarakatan, kelompok sosialisasi, dan kelompok asosiasi. Kelompok statistik merupakan kelompok yang para anggotanya tidak membentuk organisasi, tidak memiliki hubungan sosial dan tidak sadar akan adanya persamaan di antara mereka. Kelompok yang para anggotanya memiliki persamaan tetapi tidak membentuk organisasi dan hubungan sosial disebut kelompok kemasyarakatan. Kelompok sosialisasi merupakan kelompok yang anggotanya memiliki kesadaran akan adanya persamaan dan saling berhubungan satu sama lain, tetapi tidak membentuk organisasi. Sedangkan kelompok asoasiasi merupakan kelompok yang anggotanya sadar akan persamaan di antara mereka serta membentuk hubungan sosial dalam organisasi.[12]
Berdasarkan jumlah anggota
Berdasarkan pengaruh individu terhadap kelompoknya
Berdasarkan tingkat interaksi sosial
Berdasarkan derajat organisasi
Berdasarkan proses terbentuknya
Kelompok semu
Kelompok semu merupakan kelompok orang-orang yang bersifat sementara. Kelompok sosial ini tidak memiliki struktur, ikatan, kesadaran jenis, atau aturan. Biasanya kelompok semu ini terjadi secara spontan atau tiba-tiba. Sebagai contoh yang mungkin sering Anda lihat yaitu berkumpulnya orangorang ketika terjadi peristiwa tabrakan. Orang-orang yang berkumpul tadi tidak ada yang memerintahkan untuk berkumpul. Mereka juga tidak memiliki aturan, bukan atas dasar kesadaran perasaan yang sama, dan juga mereka tidak mempunyai ikatan antara satu dengan lainnya. Ketika proses evakuasi tabrakan tersebut telah selesai, maka satu per satu orang meninggalkan tempat tersebut. Akhirnya tempat tersebut kembali sepi. Hal ini berarti kelompok tersebut adalah semu dan bersifat sementara. Adapun ciri-ciri kelompok semu adalah: 1) tidak direncanakan karena terjadi secara spontan, 2) tidak terorganisasi sehingga tidak berstruktur, 3) tidak ada interaksi, interelasi, dan komunikasi yang berlangsung lama (langgeng), 4) tidak ada kesadaran kelompok, dan 5) kehadirannya bersifat sementara.[13]
Kelompok nyata
Kelompok sosial yang nyata mempunyai berbagai bentuk tetapi ada satu ciri yang sama, yaitu kehadirannya bersifat tetap. Hampir pada semua kelompok sosial yang terjadi di masyarakat merupakan kelompok nyata.[14]
Kelompok statistik
Kelompok statistik merupakan kelompok dalam arti analitis saja. Ciri-ciri dari kelompok ini adalah: a) tidak direncanakan tetapi bukan berarti terjadi secara spontan, b) tidak terorganisir dalam satu wadah tertentu, c) tidak ada interaksi, interelasi, dan komunikasi yang berlangsung lama (langgeng), d) tidak ada kesadaran berkelompok, dan e) kehadirannya bersifat tetap. Kelompok statistik ini biasanya digunakan sebagai sarana penelitian. Agar penelitian mudah dilakukan, maka masyarakat dikelompokkan sesuai dengan kepentingannya. Contohnya kelompok laki-laki dan wanita, kelompok anakanak, kelompok pengusaha, dan sebagainya.[14]
Kelompok kemasyarakatan
Kelompok kemasyarakatan adalah kelompok yang di dalamnya terdapat persamaan kepentingan pribadi diantara para anggotanya, tetapi kepentingan tersebut bukanlah kepentingan bersama. Kelompok kemasyarakatan mempunyai ciri-ciri: a) tidak direncanakan tetapi sudah ada dengan sendirinya, b) kemungkinan berkelompok dalam suatu wadah tertentu, c) kemungkinan ada interaksi, interelasi, dan komunikasi, d) kemungkinan terjadi kesadaran berkelompok, dan e) kehadirannya tetap. Kelompok kemasyarakatan dapat mempunyai wilayah yang tidak terbatas. Contohnya kelompok yang memiliki kesamaan warna kulit, kelompok masyarakat suku Jawa, dan sebagainya.[15]
Kelompok masyarakat khusus
masyarakat “khusus”. Sering kali kelompok ini terjadi karena ikatan pekerjaan, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, dan sebagainya. Ciri-ciri kelompok sosial adalah: a) tidak direncanakan tetapi sudah ada dengan sendirinya, b) kemungkinan berkelompok dalam suatu wadah tertentu, c) ada interaksi dan interelasi sehingga terjadi komunikasi, d) ada kesadaran berkelompok, dan e) kehadirannya tetap. Kelompok sosial agak berbeda dengan kelompok terdahulu karena di antara para anggotanya sudah terjadi interaksi dan interelasi yang terus menerus sehingga terjadi komunikasi. Contohnya kelompok teman bermain, tetangga, dan sebagainya.
Kelompok asosiasi
Kelompok asosiasi mempunyai bentuk yang tetap. Ciri-ciri kelompok asosiasi adalah: a) terjadi karena sengaja direncanakan/dibuat, b) terorganisir dalam suatu wadah, c) ada interaksi, interalasi, dan komunikasi secara terus menerus, d) kesadaran berkelompok sangat kuat, dan e) kehadirannya bersifat tetap. Kelompok asosiasi paling mudah dikenali karena adanya wadah tertentu. Contohnya partai politik, perkumpulan olah raga, dan sebagainya.[15]
Berdasarkan keeratan ikatan antaranggota
Paguyuban
Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggotaanggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut juga bersifat nyata dan organis, sebagaimana dapat diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk paguyuban terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan lain sebagainya. Paguyuban pada dasarnya merupakan kelompok sosial yang terjadi karena ikatan darah (garis keturunan) misalnya perkawinan, kerabat, suku bangsa, dan sebagainya. Pada kelompok sosial ini, rasa kebersamaan, solidaritas sosial, dan perasaan sangat kuat diantara anggotannya. Selain itu paguyuban juga dipengaruhi oleh ikatan tempat (paguyuban yang terdiri dari orangorang yang berdekatan tempat tinggal) dan paguyuban karena jiwa-pikiran. Paguyuban karena jiwa-pikiran merupakan suatu gemeinschaft yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa dan pikiran, serta ideologi yang sama. Ikatan dalam paguyuban semacam ini biasanya tidak sekuat paguyuban karena darah atau keturunan.[16]
Patembayan
Patembayan adalah kelompok sosial yang anggota-anggotanya memiliki ikatan lahir yang pokok untuk jangka waktu yang pendek. Patembayan juga tergolong dalam tipe yang ditandai dengan sifat hubungan tidak intim di antara anggotanya. Setiap anggota hanya terikat secara lahiriah dan tidak memiliki hubungan yang batiniah (perasaan).[17] Patembayan merupakan kelompok sosial yang terbentuk atas dasar kepentingan tertentu. Seseorang akan menjadi anggota patembayan dengan memperhitungkan untung rugi. Jadi, pada kelompok sosial ini masing-masing anggota menggunakan rasionya untuk bergabung dalam kelompok. Bila anggota merasa sudah tidak perlu lagi terhadap kelompok, maka ia dapat keluar dari kelompok tersebut. Oleh karena itu, ikatan antaranggotanya bersifat longgar. Contohnya perusahaan, Perkumpulan PKK, dan sebagainya.[18]
Komunitas
Kelompok sosial yang terbentuk berdasarkan kepentingan dan wilayah umumnya berbentuk komunitas. Wilayah kelompoknya tidak dapat diketahui secara pasti karena anggotanya disatukan melalui ikatan emosional dalam kepercayaan dan adat yang sama. Para anggota komunitas saling bergantung satu sama lain dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.[19] Komunitas ini dapat berbentuk suku, bangsa, masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.[20]
Organisasi sosial
Kelompok sosial yang paling jelas keberadaannya adalah asosiasi. Kelompok asosiasi ini mempunyai struktur yang jelas dan memiliki kesadaran kelompok yang kuat, tetapi ikatan kelompoknya relatif longgar. Semakin berkembang tingkat kehidupan masyarakat, maka semakin berkembang pula ragam kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka dibuatlah wadah-wadah yang dapat mengorganisir anggota kelompok. Oleh karena itu, perkembangan kelompok asosiasi menjadi organisasi sosial semakin nyata. Organisasi merupakan kesatuan orang-orang dengan struktur dan pembagian kerja yang jelas. Jadi, pengertian organisasi sosial adalah kesatuan orang-orang dengan struktur dan pembagian kerja yang jelas sebagai akibat hubungan sosial yang terjadi di dalam masyarakat.[21]
Organisasi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Memiliki keanggotaan yang bersifat formal. Artinya, untuk menjadi anggota organisasi tersebut harus melalui seleksi yang ditetapkan oleh organisasi. Dalam organisasi sosial ada ikatan formal pada anggota untuk mematuhi aturan yang ditetapkan organisasi. 2) Status dan peran dari masing-masing anggota sesuai dengan struktur organisasi sehingga jelas. Anggota memainkan perannya sesuai dengan status yang dimilikinya. 3) Rumusan organisasi jelas. Tujuan yang telah ditetapkan organisasi sudah jelas dan dijunjung tinggi oleh seluruh anggota. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh anggota tidak boleh menyimpang dari tujuan organisasi. Visi dan misi organisasi telah dipahami oleh seluruh anggota. 4) Memiliki identitas yang jelas. Identitas merupakan suatu simbol yang menunjukkan organisasi. Biasanya identitas menjadi suatu kebanggaan para anggota. Identitas mencakup tujuan dan informasi tentang organisasi yang bersifat kolektif. Identitas ini dapat berupa kartu anggota, logo, bendera, dan sebagainya.[22]
Faktor pembentuk
Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang murni dari diri sendiri atau juga secara kebetulan. Misalnya, seseorang terlahir dalam keluarga tertentu. Namun, ada juga yang merupakan sebuah pilihan. Dua faktor utama yang tampaknya mengarahkan pilihan tersebut adalah kedekatan dan kesamaan.
Kedekatan
Pengaruh tingkat kedekatan, atau kedekatan geografis, terhadap keterlibatan seseorang dalam sebuah kelompok tidak bisa diukur. Kita membentuk kelompok bermain dengan orang-orang di sekitar kita. Kita bergabung dengan kelompok kegiatan sosial lokal. Kelompok tersusun atas individu-individu yang saling berinteraksi. Semakin dekat jarak geografis antara dua orang, semakin mungkin mereka saling melihat, berbicara, dan bersosialisasi. Singkatnya, kedekatan fisik meningkatkan peluang interaksi dan bentuk kegiatan bersama yang memungkinkan terbentuknya kelompok sosial. Jadi, kedekatan menumbuhkan interaksi, yang memainkan peranan penting terhadap terbentuknya kelompok pertemanan.
Pembentukan norma kelompok
Perilaku kelompok, sebagaimana semua perilaku sosial, sangat dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku dalam kelompok itu. Sebagaimana dalam dunia sosial pada umumnya, kegiatan dalam kelompok tidak muncul secara acak. Setiap kelompok memiliki suatu pandangan tentang perilaku mana yang dianggap pantas untuk dijalankan para anggotanya, dan norma-norma ini mengarahkan interaksi kelompok.
Norma muncul melalui proses interaksi yang perlahan-lahan di antara anggota kelompok. Pada saat seseorang berprilaku tertentu pihak lain menilai kepantasasn atau ketidakpantasan perilaku tersebut, atau menyarankan perilaku alternatif (langsung atau tidak langsung). Norma terbetnuk dari proses akumulatif interaksi kelompok. Jadi, ketika seseorang masuk ke dalam sebuah kelompok, perlahan-lahan akan terbentuk norma, yaitu norma kelompok.
Dampak
Kelompok ideologis dapat dikatakan sebagai kelompok yang memiliki keyakinan yang sama, seperti sekte-sekte, masyarakat intelektual, partai-partai politik. Suatu doktrin akan berubah menjadi ideologi jika terdapat suatu kelompok sosial yang menganutnya. Secara umum kelompok ideologi dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kelompok-kelompok politik dan kelompok-kelompok non-politik. Ideologi politik merupakan ideologi-ideologi yang berhubungan dengan hakikat kekuasaan dan pelaksanaannya. Oleh karena itu, ideologi politik memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan antagonisme politik. Pada satu sisi, ideologi politik dapat menyatukan komunitas dengan mendorong anggotanya untuk menerima kekuasaan yang memerintahnya dan dengan mengembangkan rasa kepatuhan terhadap perintah. Di sisi lain, ideologi dapat membagi suatu komunitas jika beberapa ideologi berada dalam suatu wilayah yang sama. Dewasa ini, partai-partai politik merupakan kelompok ideologis utama. Sedangkan ideologi-ideologi non-politik merupakan suatu ideologi yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kekuasaan, seperti filosofi, agama, artistik, dan sebagainya. Ideologi non-politik ini juga berpotensi untuk membentuk kelompok-kelompok yang terorganisir. Misalnya, agama melahirkan sekte-sekte, kesenian melahirkan aliran-aliran, filsafat melahirkan gerakan-gerakan, dan sebagainya. Sekte-sekte, aliran-aliran, gerakan-gerakan, dan sebagainya itulah yang dapat menimbulkan konflik antarkelompok. Wujud konflik ditandai dengan adanya upaya saling mengancam dan bahkan saling menghancurkan satu sama lain secara tidak wajar dan tidak konstitusional. Sudah barang tentu konflik dapat terjadi antar perorangan, antara perorangan dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok.[23] Konflik antar kelompok sosial merupakan konflik yang melibatkan antara kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial yang lain yang setingkat. Konflik tersebut terjadi karena adanya ketidakkeseimbangan dalam kehidupan sosial sebagai akibat dari berkembangnya situasi dan kondisi baru.[24]Sebaliknya, kelompok sosial juga akan menghasilkan integrasi sosial jika ada toleransi antarkelompok.[25]
Referensi
- ^ Tim Penulis (2010). Lembar Kerja Siswa: Sosiologi. Klaten: CV. Gema Nusa.
- ^ Laning 2009, hlm. 4.
- ^ Laning 2009, hlm. 54.
- ^ Elisanti dan Rostini 2009, hlm. 32.
- ^ Budiyono 2009, hlm. 8.
- ^ a b Budiyono 2009, hlm. 9.
- ^ Waluya 2009, hlm. 87.
- ^ Waluya 2009, hlm. 87-88.
- ^ Budiyono 2009, hlm. 10.
- ^ Elisanti dan Rostini 2009, hlm. 74.
- ^ Suhardi dan Sunarti 2009, hlm. 121.
- ^ Elisanti dan Rostini 2009, hlm. 87.
- ^ Raharjo 2009, hlm. 90.
- ^ a b Raharjo 2009, hlm. 94.
- ^ a b Raharjo 2009, hlm. 95.
- ^ Raharjo 2009, hlm. 96.
- ^ Suhardi dan Sunarti 2009, hlm. 159.
- ^ Raharjo 2009, hlm. 97.
- ^ Suhardi dan Sunarti 2009, hlm. 123-124.
- ^ Suhardi dan Sunarti 2009, hlm. 124.
- ^ Raharjo 2009, hlm. 98.
- ^ Raharjo 2009, hlm. 98-99.
- ^ Widianti 2009, hlm. 34.
- ^ Widianti 2009, hlm. 54.
- ^ Widianti 2009, hlm. 37.
Daftar pustaka
- Budiyono (2009). Sosiologi 2: Untuk SMA/MA Kelas XI (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-213-9.
- Elisanti dan Rostini, T. (2009). Sosiologi 2 : untuk SMA / MA Kelas XI IPS (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-749-3.
- Laning, V. D. (2009). Sosiologi: untuk SMA/MA kelas XI/ (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-214-6.
- Raharjo, P. (2009). Sosiologi 2: untuk SMA/MA Kelas XI (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-751-6.
- Suhardi dan Sunarti, S. (2009). Sosiologi 2: Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-212-2.
- Waluya, B. (2009). Sosiologi 2: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-739-4.
- Widianti, W. (2009). Sosiologi 2: untuk SMA dan MA Kelas XI IPS. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-750-9.
- Wrahatnala, B. (2009). Sosiologi 2: untuk SMA dan MA Kelas XI (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-748-6.