Vihara Vipassana Graha

bangunan kuil di Indonesia
Revisi sejak 24 November 2020 01.46 oleh 223.24.184.44 (bicara) (Sejarah: Tidak ada Kerajaan Sunda Wiwitan)

Vihara Vipassana Graha adalah sebuah wihara Buddha Theravada yang terletak di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Berkas:Vihara VipassanaGraha.JPG
Sebuah atap Vihara Vipassana Graha yang berarsitektur Pagoda

Riwayat

Sejarah

Pada tanggal 3 Oktober 1976 didirikan sebuah Majelis Agama Buddha yang bernama Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia (MAPANBUDHI) di Bandung. Beberapa tahun berselang kemudian namanya diubah menjadi Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (MAGABUDHI). Umat Buddha Theravada di Bandung pada saat itu belum memiliki wihara, Sehingga tiap pertemuan dan kebaktian selalu berpindah-pindah, mula-mula di Jl. Kelenteng No 41 (Gedung Permaba), kemudian pindah ke Jl. Kebonjati No 130 dan selanjutnya pindah lagi ke Gg. Ijan No 8 Bandung.

Pada tahun 1985 untuk pertama kalinya umat Buddha Theravada Bandung mendapat kunjungan seorang Bhikkhu bernama Bhante Phaophan dari Thailand yang berkenan bervassa di Bandung. Karena di Bandung belum ada tempat yang memadai untuk vassa seorang Bhikkhu, maka dia ditempatkan di pusat meditasi di Desa Cikahuripan, Lembang.

Selama Bhante Phaophan bervassa, dia banyak membabarkan ajaran Dhamma kepada umat Buddha. Pada kesempatan itu, dikemukakan bahwa umat Buddha Theravada di Bandung ingin memiliki wihara sendiri dan memohon kepada dia agar bersedia membantu mewujudkan keinginan tersebut. Dia sangat tergugah hatinya dan selama kurang lebih tiga bulan bersama umat Buddha Theravada Bandung mencari tempat yang sekiranya cocok untuk dibangun sebuah wihara. Tetapi sampai berakhirnya massa vassa dia, usaha untuk mendapatkan tempat yang cocok belum juga berhasil.

Pada masa vassa tahun 1986, untuk kedua kalinya umat Buddha Theravada Bandung kedatangan seorang Bhikkhu ahli meditasi yang bernama Bhante Thiva Abhakaro dari Thailand. Selama bervassa di Bandung, dia banyak memberi pelajaran tentang meditasi yang benar.

Pada kesempatan tersebut, dikemukakan kembali keinginan untuk memiliki wihara dan dia sangat mendukung dan bersama-sama selama kurang lebih tiga bulan mencari tempat yang cocok untuk membangun wihara, tetapi sampai berakhirnya masa vassa dia tempat yang diharapkan belum juga berhasil ditemukan.

Pada tahun 1987 untuk ketiga kalinya umat Buddha Theravada Bandung kedatangan seorang Bhikkhu dari Thailand. Dia bernama Bhante Chaluai Sujivo. Sudah beberapa tahun tinggal di Indonesia namun baru kali ini berkunjung untuk bervassa di Bandung, di pusat meditasi di Desa Cikahuripan. Dia banyak bervassa dan membabarkan ajaran Dhamma dan sangat mendukung gagasan untuk mendirikan wihara sendiri.

Selain itu Bhante Sujivo memiliki pandangan bahwa kota Bandung sangat tepat untuk mendirikan sebuah wihara. Hal ini disebabkan penilaian atas beberapa segi, yaitu:

  1. Bhante Sujivo ingin membantu para dhammaduta yang datang ke Bandung agar mendapatkan tempat yang layak selama masa vassanya.
  2. Kota Bandung sangat potensial untuk pengembangan Buddha Dhamma, karena kota Ini merupakan salah satu pusat pendidikan di Indonesia yang banyak melahirkan kaum intelektual yang sangat berpotensi jika dikembangkan.
  3. Memiliki stabilitas keamanan yang cukup baik, karena merupakan pusat pendidikan militer baik dalam maupun luar negeri.
  4. Selain itu, kota ini memiliki kaitan sejarah yang cukup kuat dengan Kerajaan Thailand. Pada masa pemerintahan Inggris, Raja Thailand yang kelima pernah tinggal di kota ini, tepatnya di daerah Cipaganti, di mana saat bermeditasi bertemu dengan seorang Pangeran, penguasa dari Kerajaan Sunda Wiwitan, lalu meminta izin kepada penguasa Kerajaan Sunda untuk bisa tinggal di Cipaganti.

Untuk merealisasikan tujuan tersebut pada tanggal 13 Oktober 1987, dibentuklah Yayasan Bandung Sucinno Indonesia. Nama diambil dari nama Sucinno guru dia yaitu almarhum Lungphu Wen Sucinno. Yayasan ini mendapat bantuan dana dari Thailand melalui delegasinya yang dipimpin oleh Kunjingpanklea Yongchaiyut seorang putri yang sebenarnya berasal dari Indonesia dan juga merupakan istri dari Perdana Menteri Thailand saat itu yaitu Chauvalit Yongchaiyut.

Persiapan Pembangunan

Pada hari peringatan Waisak tahun 1987 yang diadakan di Gedung Permaba, diundanglah sebanyak kurang lebih 20 Bhikkhu dari mancanegara. Saat itu sejumlah dana yang terkumpul, kemudian digunakan untuk membeli sebidang tanah seluas 3.550 m² yang terletak di Jl. Sersan Bajuri, Lembang. Setelah selama satu tahun berjuang untuk mendapatkan izin bangunan tetapi tak juga berhasil, maka tanah tersebut akhirnya dijual.

Atas jerih payah dan kerja keras, akhirnya pada bulan April 1998 didapatlah tawaran sebidang tanah seluas 2 ha yang terletak di Jl. Kol. Masturi No 69, Desa Sukajaya, Kec. Lembang. Sesudah ditinjau dan diteliti ternyata tanah tersebut sangat cocok untuk dibangun sebuah pusat meditasi karena letaknya di perbukitan, hawanya sejuk dan situasinya sangat nyaman.

Dibentuklah sebuah Panitia Pembangunan sederhana yang diketuai oleh Bapak Jayana Joansyah bersama Bapak Tjetjeng Nyana Kumara. Tanah tersebut dibeli dari hasil penjualan tanah di Jl. Sersan Bajuri, ditambah dengan hasil dari pengumpulan dana dari para donatur tetap dan para simpatisan.

Berkat usaha dan bantuan Bapak Indra, dengan nama Pusat Meditasi Buddhis Vipassana Graha, Yayasan Bandung Sucinno Indonesia, bangunan memperoleh izin tertanggal 7 Agustus 1991 dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung.

Pada tanggal 23 Februari 1992, dilakukan upacara peletakan batu pertama pembangunan Vipassana Graha dengan Panitia Pembangunan Bapak I Gede Sedana, Bidang Perencana adalah Sipanti Samaggi Group yang diketuai Bapak Ir. Amir. Sehubungan dengan wafatnya Bapak I Gede Sedana maka jabatan Ketua Panitia Pembangunan diserahkan kepada Bapak Soedjito Kusumo, SE. MBA.

Selain itu pada kesempatan ini juga dilakukan penanaman pohon yang dilakukan oleh duta besar dari Thailand, Jepang, Singapura, Taiwan.

Pranala luar