Dampak pandemi Covid-19 terhadap tenaga kesehatan
Halaman ini sedang dipersiapkan dan dikembangkan sehingga mungkin terjadi perubahan besar. Anda dapat membantu dalam penyuntingan halaman ini. Halaman ini terakhir disunting oleh Hanamanteo (Kontrib • Log) 1500 hari 1348 menit lalu. Jika Anda melihat halaman ini tidak disunting dalam beberapa hari, mohon hapus templat ini. |
Pandemi COVID-19 telah memengaruhi tenaga kesehatan secara fisik dan psikologi.[1] Tenaga kesehatan lebih rentan terjangkit COVID-19 daripada masyarakat umum karena lebih sering berkontak dengan orang yang terjangkit. Tenaga kesehatan diharuskan bekerja dalam keadaan stres tanpa alat pelindung diri yang tepat dan membuat keputusan sulit yang melibatkan implikasi etis. Sistem kesehatan dan sosial di seluruh dunia sedang berjuang untuk mengatasi masalah ini. Keadaan ini sangat menantang dalam konteks negara yang rapuh lagi berpenghasilan rendah, ketika sistem kesehatan dan sosial sudah lemah. Layanan untuk memberikan perawatan kesehatan seksual dan perkembangbiakan berisiko diabaikan, yang akan menyebabkan kematian dan morbiditas ibu yang lebih tinggi.[2][3]
Risiko jangkitan
Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan bahwa satu dari sepuluh tenaga kesehatan terjangkit koronavirus di beberapa negara.[1] Pada Maret 2020, 9% dari kasus positif COVID-19 di Italia adalah tenaga kesehatan.[4] Pada Mei 2020, Dewan Perawat Internasional melaporkan bahwa sedikitnya 90 ribu tenaga kesehatan terjangkit dan lebih dari 260 perawat meninggal semasa pandemi COVID-19.[5] Pada Maret 2020, satu dari empat dokter di Inggris menderita COVID-19, diisolasi karena COVID-19, atau merawat anggota keluarga yang menderita COVID-19.[6]
Pemerintah Inggris mengumumkan bahwa tenaga kesehatan profesional yang bersara akan dikeluarkan dari masa bersara untuk membantu semasa krisis COVID-19. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka dapat berisiko lebih tinggi terjangkit COVID-19 yang parah.[7]
Kekurangan alat pelindung diri
Kekurangan alat pelindung diri telah dilaporkan di beberapa negara.[8][7] Di Tiongkok, pelatihan tenaga kesehatan yang tidak memadai, kekurangan alat pelindung diri, kurangnya pemahaman akan penggunaan alat pelindung diri, dan panduan alat pelindung diri yang membingungkan telah mengakibatkan jangkitan dan kematian di antara tenaga kesehatan.[9] Di Amerika Serikat, banyak rumah sakit melaporkan kekurangan alat pelindung diri bagi pegawai rumah sakit.[10] Seiring lonjakan kasus COVID-19, Amerika Serikat diperkirakan akan membutuhkan lebih banyak masker bedah daripada yang dimiliki saat ini.[10] Di Indonesia, beberapa tenaga kesehatan bahkan memilih menggunakan kembali alat pelindung diri walaupun sebenarnya bersifat sekali pakai karena kekurangan alat pelindung diri.[11] Karenanya, beberapa pihak mencoba mengembangkan peralatan untuk mengatasi kelangkaan alat pelindung diri, misalnya perangkat disinfeksi dan alat pelindung diri yang bisa digunakan berulang kali.[12][13]
Kekurangan alat pelindung diri telah menjadikan banyak tenaga kesehatan berisiko terjangkit COVID-19. Tenaga kesehatan telah menciptakan penyelesaian yang tak biasa untuk menutupi kekurangan alat pelindung diri dengan menggunakan sumber daya yang mereka miliki. Mereka telah menggunakan kantung plastik sebagai pakaian dan potongan botol air mata bagi pelindung mata.[14]
Kekurangan alat pelindung diri bahkan berdampak sangat buruk bagi rumah sakit di negara-negara berpenghasilan rendah. barang-barang seperti alat pelindung diri selalu menjadi barang yang ditakuti di negara-negara berpenghasilan rendah. UICEF melaporkan bahwa organisasi mereka hanya mampu memperoleh sepersepuluh dari 240 juta masker yang diminta negara-negara tersebut.[15]
Kematian
Kematian dokter dan perawat akibat COVID-19 telah dilaporkan di beberapa negara.[4][16] Pada Mei 2020, sedikitnya 260 perawat telah meninggal karena COVID-19.
Pada 15 November 2020, Ikatan Dokter Indonesia menyatakan 159 dokter di Indonesia meninggal karena COVID-19.[17]
Sumber
Artikel ini mengandung teks dari karya konten bebas. Licensed under CC BY-SA 3.0 IGO License statement: Explainer: How COVID-19 impacts women and girls, UN Women. Untuk mengetahui cara menambahkan teks berlisensi terbuka ke artikel Wikipedia, baca Wikipedia:Menambahkan teks berlisensi terbuka ke Wikipedia. Untuk informasi tentang mendaur ulang teks dari Wikipedia, baca ketentuan penggunaan.
Rujukan
- ^ a b "How to protect health workers now: WHO Hay COVID-19 briefing". World Economic Forum (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 13 May 2020.
- ^ Continuing essential Sexual, Reproductive, Maternal, Neonatal, Child and Adolescent Health services during COVID-19 pandemic (PDF). World Health Organization, UNFPA, UNICEF. 2020.
- ^ Coronavirus Disease (COVID-19) Pandemic UNFPA Global Response Plan (PDF). UNFPA. 2020.
- ^ a b Mitchell, Gemma (20 March 2020). "Nurses among confirmed deaths from Covid-19 around the world". Nursing Times (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 13 May 2020.
- ^ "90,000 healthcare workers infected with COVID-19: ICN". Anadolu Agency. Diakses tanggal 13 May 2020.
- ^ "Covid-19: One in four doctors off sick or in isolation". ITV News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 13 May 2020.
- ^ a b Taegtmeyer, Miriam; Wingfield, Tom. "Healthcare workers and coronavirus: behind the stiff upper lip we are highly vulnerable". The Conversation (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 13 May 2020.
- ^ "Begging for Thermometers, Body Bags, and Gowns: U.S. Health Care Workers Are Dangerously Ill-Equipped to Fight COVID-19". Time (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 13 May 2020.
- ^ Wang, J.; Zhou, M.; Liu, F. (1 May 2020). "Reasons for healthcare workers becoming infected with novel coronavirus disease 2019 (COVID-19) in China". Journal of Hospital Infection (dalam bahasa English). 105 (1): 100–101. doi:10.1016/j.jhin.2020.03.002 . ISSN 0195-6701. PMC 7134479 . PMID 32147406. Diakses tanggal 13 May 2020.
- ^ a b Ranney, Megan L.; Griffeth, Valerie; Jha, Ashish K. (2020-04-30). "Critical Supply Shortages — The Need for Ventilators and Personal Protective Equipment during the Covid-19 Pandemic". New England Journal of Medicine. 382 (18): e41. doi:10.1056/NEJMp2006141. ISSN 0028-4793.
- ^ "Minim Stok, Tenaga Medis di Jambi Terpaksa Pakai APD Berulang Kali". Liputan 6. 5 Mei 2020. Diakses tanggal 5 Mei 2020.
- ^ Sudrajat, Ajat (12 Mei 2020). Subagyo, Triono, ed. "ITB kembangkan unit disinfeksi APD untuk tenaga medis". Antara. Diakses tanggal 12 Mei 2020.
- ^ Sumantri, Arga (15 Mei 2020). "ITB Ciptakan APD yang Bisa Dipakai Ulang". Medcom. Diakses tanggal 15 Mei 2020.
- ^ Livingston, Edward; Desai, Angel; Berkwits, Michael (2020-05-19). "Sourcing Personal Protective Equipment During the COVID-19 Pandemic". JAMA (dalam bahasa Inggris). 323 (19): 1912. doi:10.1001/jama.2020.5317. ISSN 0098-7484.
- ^ McMahon, Devon E.; Peters, Gregory A.; Ivers, Louise C.; Freeman, Esther E. (2020-07-06). "Global resource shortages during COVID-19: Bad news for low-income countries". PLOS Neglected Tropical Diseases (dalam bahasa Inggris). 14 (7): e0008412. doi:10.1371/journal.pntd.0008412. ISSN 1935-2735. PMC 7337278 . PMID 32628664.
- ^ contributors, Lost on the Frontline (12 May 2020). "A striving school nurse, a devoted pharmacist: the US health workers who died from Covid-19". The Guardian. Diakses tanggal 13 May 2020.
- ^ Imam, Raga (15 November 2020). Prasetiyo, Wisnu, ed. "Indonesia Berduka, Sudah 159 Dokter Gugur dalam Perang Lawan Corona". Kumparan. Diakses tanggal 15 November 2020.
Pranala luar
- Resource Center to Support Health and Well-being of Clinicians during COVID-19
- CDC Information for Healthcare Professionals about COVID-19