R. Arya Mataram
Arya Mataram atau Arya Tinggi atau Arya Saketi atau Arya Belanga adalah nama yang tersebut dalam beberapa serat dan babad yang berhubungan erat dengan tokoh legendaris Jawa Arya Penangsang Raja adipati Jipang yang memerintah pada pertengahan abad ke-16 serta berakhir nya kedaulatan Kerajaan Islam Demak lalu berdiri nya Pajang. Riwayat mengenai Pelarian Arya Mataram dan Para Petinggi Jipang ke Palembang tercantum dalam beberapa catatan Palembang dan Manuskrip Jipang Kitab Kapunggawan. Dikisahkan karakter Arya Mataram sebagai pribadi yang sabar selama mendampingi kakak nya Adipati Jipang Arya Penangsang. Keduanya adalah murid kesayangan Sunan Kudus yang dikenal memiliki kepribadian yang tegas dan kukuh, bagi Arya Mataram dan Arya Penangsang tidak ada kata kompromi dalam membela kebenaran.
Silsilah
Menurut Serat dan babad, Arya Mataram lahir di Lasem pada tahun 1510 adalah putra kedua Pangeran Surowiyoto atau Raden Kikin atau Pangeran Sekar putra dari Raden Patah (Raden Fatah) raja Demak Bintoro. Ibu Raden Kikin adalah cucu dari Sunan Ampel bernama Putri Solekha anak dari pasangan P. Wironegoro Raja adipati Lasem dengan Nyi Ageng Malokha putri dari Raden Rahmat Sunan Ampel. Ibu Arya Mataram bernama Putri Ayu Retno Panggung anak dari Adipati Jipang Ratu Ayu Retno Kumolo anak dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V, isteri dari Ki Hajar Windusana, sehingga Arya Mataram juga mewarisi kedudukan nenek nya sebagai Penerus Adipati Jipang bersama kakaknya Arya Penangsang. Isteri R. Arya Mataram bernama Putri Aisyah Wulandari alias Putri Kuning atau lebih di kenal dengan sebutan Mimi Aisyah, seorang mualaf asal Purwodadi.
Pada tahun 1521 suami dari anak Raden Patah yang bernama Pati Unus (orang Portugis menyebutnya Pate Unus, dikenal juga sebagai Pangeran Sabrang Lor anak dari Adipati Jepara Mohammad Yunus, melakukan penyerangan ke Portugis di Malaka. Pati Unus gugur dalam perang. Dikisahkan bahwa adik dari Pati Unus R. Trenggana saling berebut takhta dengan Pangeran Surowiyoto atau R. Kikin.
Sejarah
Pangeran Surowiyoto atau Raden Kikin memiliki 2 orang putra yang bernama R. Arya Mataram dan R. Arya Penangsang, sedangkan Raden Trenggana memiliki putra pertama bernama R. Mukmin yang ketika berkuasa disebut Sunan Prawoto . Raden Mukmin dikisahkan membunuh Raden Kikin sepulang salat Jumat di tepi sebuah sungai di Lasem dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober (masih diragukan kebenarannya). Sejak saat itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen ("Bunga yang gugur di sungai").
Sepeninggal Raden Kikin, Arya Mataram mendampingi kakak nya Penangsang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati Jipang.
Raden Trenggana naik takhta Kerajaan Demak tahun 1521. Pemerintahannya berakhir saat ia gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546 saat mencoba kembali menyerang Portugis meneruskan perjuangan Pati Unus. Raden Mukmin menggantikan sebagai raja keempat bergelar Sunan Prawoto. Ibukota Kerajaan Demak ia pindahkan ke Prawoto. Demak pada periode ini dikenal dengan sebutan Demak Prawoto (1546 - 1547).
Pada tahun 1549 Arya Penangsang dikisahkan oleh babad tanah jawi (masih diragukan kebenarannya) membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kyai Setan Kober. Rangkud sendiri tewas saling bunuh dengan korbannya itu. Setelah kematian Sunan Prawoto Arya Penangsang menjadi Penguasa Demak sebagai Sultan Demak V, ibukota Kerajaan Demak dipindahkan ke Jipang. Periode ini dikenal dengan sebutan Demak Jipang (1549 - 1554).
Cerita - cerita yang bersumber dari serat dan Babad Tanah Jawi tentang Prahara saling bunuh dalam keluarga Kerajaan Islam Demak Patut diragukan kebenarannya. Karena tujuan berdirinya kerajaan Islam Demak adalah untuk Syiar Islam bukan untuk kekuasaan semata.
Sejarah Fitnah
Cerita - cerita rakyat yang bersumber dari tembang Serat dan babad lalu diteruskan oleh para Penggiat Seni Ketoprak selama ratusan tahun telah mengakar pada masyarakat adalah Fitnah Keji yang ditujukan kepada Para Aulia Keluarga Besar Kerajaan Islam Demak. Karena tujuan berdiri nya Kerajaan Islam Demak bukan kekuasaan semata,tapi dalam rangka syiar Islam di Pulau Jawa dan Nusantara.
Dikisahkan oleh babad Tanah Jawi dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Adipati Pajang Jaka Tingkir singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat menyendiri setelah kematian Sunan Prawoto dan suaminya Hadlirin. Ratu Kalinyamat mendesak Jaka Tingkir agar segera membunuh Arya Penangsang, dirinya yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto, berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Jaka Tingkir menang.
Jaka Tingkir segan memerangi Arya Penangsang secara langsung karena merasa dirinya hanya sebagai mantu keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh Arya Penangsang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Alas Mentaok (yang akan menjadi wilayah Mataram).
Orangtua angkat Jaka Tingkir, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan sahabatnya Ki Panjawi dibimbing oleh Ki Juru Martani untuk mendaftar sayembara itu. Putra kandung ki ageng pemanahan yang bernama Sutawijaya juga ikut mendaftar dalam sayembara dengan bekal Tombak Kyai Plered dari Jaka Tingkir.
Pelarian Arya Mataram ke Palembang
Dikisahkan bahwa pasca tewas nya Arya Penangsang, adipati Palembang tetap memegang teguh kepada Panji - panji Piagam Jipang sampai dengan kedatangan Pangeran terakhir Demak Jipang beserta rombongan yang lalu merubah status Palembang yang merupakan kadipaten dalam wilayah kekuasaan Demak menjadi Kerajaan Palembang yang berdiri sendiri serta tidak tunduk kepada Kerajaan Pajang.
Pustaka
- Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
- H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
- Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
- M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
- Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
- Pra. Barik Barliyan : Yayasan Keraton Djipang