Sanghyang Sasana Maha Guru adalah naskah Sunda kuno yang ditulis dalam aksara Sunda kuno menggunakan bahasa Sunda kuno dan Jawa Kuno pada lempiran daun lontar. Secara harfiah Sanghyang Sasana Mahaguru berarti "ajaran suci dari Maha Guru, yang berisi pedoman-pedoman hidup bagi para pengabdi darma (sang sewaka darma)."[1] Teksnya berbentuk prosa tutur dengan 47 bagian penjelasan.[1] Naskah ini sekarang disimpan di Layanan Koleksi Khusus kelompok Layanan Naskah Kuno, Perpustakaan Nasional RI dengan nomor koleksi L 621 peti 15. Dalam pengkodean lama biasa disebut "kropak 621".[2]

Naskah Sanghyang Sasana Maha Guru
Naskah Sanghyang Sasana Maha Guru

Pemerian Naskah

Naskah ini dilaporkan oleh Krom sebagai naskah yang berasal dari Bandung pemberian Bupati Bandung R.A.A. Martagenara kepada lembahga BGKW.[2] Pada Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, naskah ini diberi judul Serat Darma Sunya.[3] Dalam sebuah lampiran artikel tentang Carita Purnawijaya, C.M. Pleyte memberi judul Sanghyang Pustaka.[4] Penelitian mutakhir dari Aditia Gunawan menunjukkan bahwa judul yang tepat adalah Sanghyang Sasana Maha Guru berdasarkan tinjauan pada kolofon teks.[2]

Pembagian Bahasan

Keempat puluh tujuh bagian yang dibahas dalam teks Sanghyang Sasana Maha Guru, beberapa di antaranya mengandung unsur bilangan tiga (tri), empat (catur), lima (panca), dan sepuluh (dasa), di samping menggunakan beberapa istilah khusus. Berikut ini poin-poin bahasan selengkapnya:[1]

  1. Pancawedani (lima air sapu lidi)
  2. Siksa Kandang, Siksa Kurung, Siksa Dapur
  3. Dasapurwa/Dasawredi (sepuluh awal)
  4. Trimala & Trimala Wisesa (tiga noda perbuatan)
  5. Dasakalesa (sepuluh keadaan kotor)
  6. Dasamala (sepuluh noda)
  7. Dasanaraka (sepuluh neraka)
  8. Pancaiyatna (lima peringatan)
  9. Caturupaya (empat usaha)
  10. Pancabyakta (lima kenyataan)
  11. Caturpangabakti (empat tanda bakti)
  12. Pancapreyana
  13. Tributa (tiga elemen)
  14. Caturpasanta (empat penenang)
  15. Pancakapataka (lima malapetaka)
  16. Pancatriyak (lima hewan)
  17. Caturmula (empat permulaan)
  18. Caturwirya (empat kekuatan)
  19. Caturkalepa (empat peraturan suci)
  20. Trikaya Mandala Parisuda
  21. Caturrahayu (empat keselamatan)
  22. Dasasila (sepuluh tingkah laku)
  23. Dasamarga (sepuluh cara)
  24. Dasaindriya (sepuluh alat persepsi)
  25. Dasapangaku (sepuluh pengakuan)
  26. Dasautama (sepuluh keutamaan)
  27. Dasapasanta (sepuluh penenang)
  28. Dasabumi
  29. Dasawisesa (sepuluh kekuasaan)
  30. Dasa Mahawisesa (sepuluh kekuasaan agung)
  31. Dasa Tankawisesa (sepuluh ketidakberdayaan)
  32. Caturmulia, Caturutama (empat kemuliaan, empat keutamaan)
  33. Caturnermala (empat kesucian)
  34. Ndah Sang Hyang Hayu
  35. Tigaajnyana (tiga pengetahuan)
  36. Ajnyana Jati (inti pengetahuan terunggul)
  37. Katunggalan (bentuk tunggal)
  38. Bayu, Sabda, Hidep (napas, ucapan, pikiran)
  39. Wungawari (kembang wera)
  40. Wuku Sandi (bagian-bagian rahasia)
  41. Sembawa (keberadaan)
  42. Tigarahasya (tiga rahasia)
  43. Kaleupaseun
  44. Si Krataka lawan Si Dum (pekerja dan pemberi tugas)
  45. Tangkes (kesimpulan)
  46. Rahasya Pandita (rahasia pendeta)
  47. Sabda Padesa

Keterkaitan dengan Teks Lain

Sanghyang Sasana Maha Guru memiliki keterkaitan cukup erat dengan beberapa teks yang telah diketahui sebelumnya, salah satunya dengan teks prosa Sanghyang Siksa Kandang Karesian. beberapa penjelasan bagian seperti dasaindriya, siksa kandang, trikaya mandala parisuda, dan tiga unsur: bayu, sabda, hidep disebutkan dalam kedua teks dan saling melengkapi. Teks lain yang memiliki korelasi dengan Sanghyang Sasana Maha Guru adalah Sewaka Darma[5]. Walaupun Sewaka Darma berbentuk puisi, tetapi unsur penjelasan istilah dan ajarannya saling berhubungan erat. Misalnya dalam pencapaian menuju unsur bayu, sabda, hidep dan kelepasan jiwa. Pada bagian ke-38 di dalam Sanghyang Sasana Maha Guru disebutkan penjelasan Ndah Sang Hyang Hayu, yaitu makna filofofis dan magis dari setiap suku kata. Di sisi lain terdapat naskah Sang Hyang Hayu yang pada permulaan teksnya persis menyebutkan ungkapan itu[6].

Referensi

  1. ^ a b c Gunawan, Aditia. "(2011) Membaca Teks Sunda Kuna Sanghyang Sasana Maha Guru". Konferensi Internasional Budaya Sunda (dalam bahasa Inggris). 
  2. ^ a b c Gunawan, Aditia (2009). Sanghyang Sasana Maha Guru dan Kala Purbaka: Suntingan dan Terjemahan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. 
  3. ^ Behrend, T. E. (1998). Katalog induk naskah-naskah nusantara: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Yayasan Obor. 
  4. ^ "Index:Tijdschrift voor Indische Taal- Land- en Volkenkunde, LVI.pdf - Wikisource" (PDF). wikisource.org. Diakses tanggal 2020-11-27. 
  5. ^ Sewaka darma (Kropak 408) ; Sanghyang siksakandang karesian (Kropak 630) ; Amanat Galunggung (Kropak 632): transkripsi dan terjemahan. Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1987. 
  6. ^ Darsa, Undang Ahmad (1998). Sang Hyang Hayu: kajian filologi naskah bahasa Jawa Kuno di Sunda pada abad XVI.