Pemilihan Presiden Indonesia 1997
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Oktober 2020) |
Pemilihan Presiden Indonesia 1997 dilaksanakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk masa bakti 1997-1999.
Pemilihan Presiden Indonesia 1997 | |||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1992 | |||||||||||||||||
700 suara anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Ditetapkan berdasarkan perolehan suara terbanyak untuk menang | |||||||||||||||||
Kandidat | |||||||||||||||||
| |||||||||||||||||
|
Latar Belakang
Jelang Pemilu 1997, sosok Megawati sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menjadi simbol perlawanan terhadap Orde Baru. Kondisi ini kemudian menyebabkan terjadinya konflik internal di PDI, hingga terjadinya Peristiwa Kudatuli pada 27 Juli 1996. Kerusuhan ini terjadi karena kelompok pro Megawati menguasai DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Kelompok yang mengaku sebagai pendukung Soerjadi, kemudian menyerang dan berusaha menguasai DPP PDI. Setelah peristiwa tersebut, perlawanan terhadap Soeharto semakin masif. Pendukung PDI yang kemudian bergabung dengan pendukung Partai Persatuan Pembangunan yang jenuh dengan kepemimpinan Soeharto menggaungkan Mega-Bintang pada Pemilu 1997
Namun, upaya ini gagal setelah Golkar memenangkan Pemilu 1997. Setelah itu, Soeharto juga kembali terpilih sebagai presiden dalam Sidang Umum MPR pada Maret 1998. Setelah Soeharto kembali terpilih, perlawanan semakin masif. Mahasiswa kemudian turun ke jalan. Gelombang demonstrasi semakin besar hingga akhirnya menjatuhkan Soeharto pada Mei 1998.[1]
Lihat Pula
Refrensi
- ^ Pratama, Aswab Nanda (8 Januari 2019). "Saat Para Capres Alternatif Diusung untuk Melawan Soeharto". Kompas.com. Diakses tanggal 10 Oktober 2020.