Kusumanto Setyonegoro

Kusumanto Setyonegoro adalah guru besar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Direktur Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang pertama, juga merupakan tokoh yang banyak mengembangkan bidang kedokteran jiwa di Indonesia serta mengembangkan medical business yang hingga kini masih berkembang pesat di Indonesia.

Kehidupan Pribadi

Kusumanto Setyonegoro lahir di Semarang sebagai anak sulung dari empat bersaudara pada tanggal 3 Oktober 1924. Ayah beliau adalah R. Soedjadi Setijonegoro, seorang pendidik yang dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1898 di Pekalongan. Ibunya bernama Sadjika Setijonegoro. Soedjadi pernah menjabat sebagai kepala HIS (Hollands Indische School), HCS (Hollands Chinese School), Direktur Noormal School Muhammadiyah di Solo, direktur Goverrnments Noormal School Blitar dan terakhir diangkat menjadi inspecteur O & E (Onderwys & Erediensi) di Batavia.

Soedjadi punya pengaruh besar terhadap putra sulungnya tersebut, terutama dalam hal keilmuan. Prof. Soedjadi sendiri adalah putera dari Ibu Ragil Kuning yang bersaudara dengan Achmad Budi Aryo, yang merupakan kakek dari Prof. Moelyono Notosoedirdjo, MPH, seorang pejuang kesehatan jiwa di Indonesia yang bertugas di Universitas Airlangga, Surabaya, hal ini membuat Kusumanto terobsesi memajukan dunia psikiatri.

Kusumanto menikah dengan RA Bintarti Soemardjo (yang kemudian sering dipanggilnya dengan panggilan Lief atau Schaat) pada tanggal 5 Maret 1954 di Jakarta. Pernikahan mereka dibuahi 4 orang anak yaitu Anindita K. Budiman, Ari Mahatmanto, Didi Armanto, dan Dudi Aryanto.

Semasa kecil Prof. Kusumanto mengalami kelemahan pada kedua tungkai kakinya sehingga agak terlambat mulai berjalan. Kelak saat usianya mulai lanjut, hal ini kelak menjadi kendala yang amat besar. Terlebih ketika Kusumanto didiagnosis mengalami HNP (Hernia Nucleus Pulposes) yang diikuti dengan operasi pada tahun 1997 yang kurang berhasil. Kondisi ini membawa banyak derita pada Kusumanto. Sebagian waktu senjanya harus dilalui dengan berbagai terapi. Tetapi kelemahan fisik ini tidak menyurutkan semangatnya dalam mengembangkan psikiatri sampai akhir hayatnya.

Pendidikan

Kusumanto memulai pendidikannya di Europese Lagere School di Jember dan dilanjutkan di Surabaya hingga tahun 1938. Kemudian ia melanjutkan di ke Hogere Burgere School di Surabaya sampai tahun 1943. Kusumanto selanjutnya bersekolah di Konig Willem Drie di Jakarta. Setelah Jepang menduduki Indonesia, pada tahun 1947, Kusumanto pun beralih ke Sekolah Menengah Tinggi di Jakarta. Namun usai kejatuhan bala tentara Jepang dalam Perang Dunia II, Kusumanto memilih meninggalkan sekolahnya di Jakarta dan ikut berjuang untuk Indonesia di Karawang dan Rengasdengklok.