Audit Lingkungan

Revisi sejak 26 Desember 2020 12.47 oleh S Kartika (bicara | kontrib)

Audit Lingkungan adalah suatu alat manajemen yang meliputi evaluasi secara sistematik, terdokumentasi, periodik dan objektif tentang bagaimana suatu kinerja organisasi, sistem manajemen dan peralatan dengan tujuan memfasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan upaya pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian penataan kebijakan usaha atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan hidup.[1]

Istilah audit lingkungan baru dikenal pada akhir tahun 1970-an di Amerika Serikat. Kata audit berasal dari bahasa latin yaitu auditus yang artinya mendengarkan. Istilah auditus ini awalnya dikenal di bidang keuangan yaitu untuk mengetahui kinerja perusahaan yaitu dengan melakukan assesment tentang neraca, neraca rugi, laba dan laporan. Audit diartikan sebagai suatu tindakan pengujian terhadap jumlah atau keadaan keuangan sebuah perusahaan atau milik perseorangan pendekatan audit lingkungan pada dasarnya bertolak dari konsep audit keuangan (financial audit). Prinsip dasarnya yaitu untuk mengetahui kinerja.[2]

Sejarah

Audit lingkungan mulai dikenal secara terbatas pada akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an di Amerika ketika masyarakat mulai meningkatkan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup setelah Konferensi Tingkat Tinggi dunia di Stockholm pada tahun 1972. Konferensi tersebut membahas tentang degradasi lingkungan dan menghasilkan The United Nations of Environment Progame (UNCEP). Sedangkan di Amerika dengan adanya US National Environmental Policy Act (NEPA) atau Undang-Undang Perlindungan Lingkungan pada tahun 1969 dan mulai diterapkan pada tahun 1970, pengembangan perangkat pengelolaan lingkungan hidup mulai gencar dilakukan.

Secara internasional audit lingkungan mencapai masa kematangan pada pertengahan tahun 1990-an. Di Indonesia audit lingkungan memiliki sejarah yang serupa ketika Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) meminta beberapa perusahaan besar di Indonesia untuk melakukan audit lingkungan pada era yang sama (1990-an). Ketika itu terdapat 3 perusahaan yang telah melakukan audit lingkungan yaitu PT Caltex Pacific Indonesia di Riau, PT Inti Indo Rayon Utama di Sumatera Utara, dan PT Freeport Indonesia di Timika, Irian Barat (1993-1995). Audit lingkungan pada awalnya dirancang sebagai perangkat pengelolaan lingkungan yang mengutamakan prinsip sukarela, misalnya dengan penerapan British Standard (BS 7750) pada awal 1990-an, EMAS di Eropa, Oko Audit di Jerman atau ISO 14000 secara internasional.

Setelah itu lahir Peraturan Menteri Lingkungan Hidup pada tahun 1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 42 tahun 1994. Indonesia telah mengadopsi perangkat audit lingkungan secara sukarela pada tahun 1994 yang kemudian mengembangkan suatu pedoman pelaksanaan audit lingkungan yang bersifat wajib (mandatory) pada tahun 2001 melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.30 tahun 2001 sebagai penjabaran dari Udang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997. Namun akhirnya setelah keluar Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang PPLH, kemudian dijabarkan menjadi Kepmen LH No. 17 tahun 2010, dan selanjutnya direvisi lagi menjadi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.03 tahun 2013, maka audit lingkungan dari diwajibkan menjadi sukarela (voluntary).

Di Indonesia istilah audit lingkungan mulai diperkenalkan pada Oktober 1993 bersamaan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.51 tahun 1993 tentang AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Kemudian terbit Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No.42/MenLH/1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan. Keputusan tersebut kemudian berkembang menjadi Kepmen LH No. 17 tahun 2010 tentang Audit Lingkungan Hidup dan akhirnya direvisi kembali menjadi Permen LH No. 3 tahun 2013 tentang Audit Lingkungan.

Rujukan

Catatan Kaki
Daftar Pustaka