Brahmavihāra

empat kebajikan dalam etika Buddhis dan praktik meditasi

Brahmavihara atau Empat Keadaan Batin yang Luhur (Pali: cattāri brahmavihārā atau disebut pula sebagai appamaññā, Hanzi: 四無量心) adalah sifat-sifat luhur yang patut untuk dijalani semua mahkluk. Adapun sifat-sifat luhur yang dimaksudkan adalah Metta (Cinta Kasih), Karuna (Welas Asih), Mudita (Turut Berbahagia), dan Uppekkha (Keseimbangan Batin).

Metta

Metta adalah cinta kasih Universal. Cinta kasih yang tanpa pamrih dan ikhlas. Layaknya cinta seorang Ibu kepada anaknya/anak tunggalnya. Kalimat ini sebagaimana yang tertuang dalam syair Karaniya Metta Sutta, Syair Sutta Cinta Kasih.

Ahaṁ sukhito homi, Niddukkho homi, Avero homi, Abyāpajjho homi, Anīgho homi, Sukhī attānaṁ pariharāmi. Sabbe sattā sukhitā hontu, Niddukkhā hontu, Averā hontu, Abyāpajjhā hontu, Anīghā hontu, Sukhī attānaṁ pariharantu. Semoga aku berbahagia, Bebas dari penderitaan, Bebas dari kebencian, Bebas dari penyakit, Bebas dari kesukaran, Semoga aku dapat mempertahankan kebahagiaanku sendiri. Semoga semua makhluk berbahagia, Bebas dari penderitaan, Bebas dari kebencian, Bebas dari kesakitan, Bebas dari kesukaran, Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka sendiri.[1]

Karuna

Karuna merupakan sifat welas asih atau sifat yang timbul karena adanya perasaan iba. Sebagai contoh, saat Pangeran Siddharta sedang bermain dengan para sahabat-Nya di hutan.[2] Di antara mereka adalah Pangeran Devadatta, sepupu Pangeran Siddhartha, yang memegang busur dan beberapa anak panah dalam kantung yang tergantung di punggungnya.[2]Ketika Pangeran Siddhartha tengah beristirahat di bawah pohon menikmati kedamaian dan keindahan alam.[2] Tiba-tiba, seekor angsa jatuh dari angkasa tidak jauh tepat di hadapan-Nya.[2] Ia tahu bahwa Pangeran Devadatta telah memanah angsa itu.[2] Pangeran Siddharta bangkit dan bergegas menolong si angsa.[2] Pangeran Devadatta juga mengejar angsa itu, tetapi Pangeran Siddharta berlari lebih cepat darinya.[2] Sebatang anak panah telah menusuk salah satu sayapnya; untunglah angsa itu masih hidup.[2] Dengan lembut Ia menarik anak panah itu keluar dari sayapnya; lalu memetik beberapa tanaman obat, memeras, dan meneteskan getahnya pada luka si angsa untuk menghentikan pendarahan.[2] Ia mengelus angsa tersebut dengan lembut dan menenangkan unggas yang ketakutan itu.[2] Angsa itu didekap di dada-Nya supaya merasa hangat dan nyaman.[2]

Sabbe sattā dukkhā pamuccantu. Semoga semua makhluk bebas dari penderitaan.[1]

Mudita

Mudita sebagai sifat luhur ketiga bermakna turut berbahagia.

Upekkha

Sifat luhur keempat, Upekkha berarti keseimbangan batin. Sikap batin yang teguh dan seimbang.

Referensi

  1. ^ a b "Paritta Suci" (PDF). Samaggi-Phala.com. Diakses tanggal 28 Desember 2020. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k Buddha, kronologi (2006). Kronologi Hidup Buddha. Karaniya. hlm. 42–43. ISBN 979-8727-01-0.