Tutur Bwana adalah naskah Sunda kuno yang berisi kisah penciptaan semesta dalam kosmologi Sunda kuno. Ditulis dengan aksara Sundak kuno dan bahasa Sunda kuno. Teksnya berbentuk tutur (prosa naratif).[1] Naskahnya saat ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.[2]

Naskah Tutur Buwana disimpan Layanan Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI (Lt. 9).
Naskah Tutur Buwana disimpan Layanan Koleksi Naskah Kuno Perpustakaan Nasional RI (Lt. 9).

Inventarisasi

Naskah Tutur Bwana disimpan dalam peti nomor 86 dengan kode L 620, koleksi Perpustakaan Nasional RI.[1] Naskah ini tidak tercatat dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.[3] Berdasarkan hasil rekatalogisasi Holil & Gunawan (2010), naskah diidentifikasi berisi kisah perjalanan alegori Sang Kalasakti menuju Sang Darmajati di kahiangan.[1] Asalnya diperkirakan dari Bandung, yaitu sumbangan bupati Bandung Wiranatakusumah IV (1846-1874).[2] Sampai saat ini naskah merupakan codex unicus.[1]

Deskripsi Fisik

Terdiri dari 40 lempir lontar yang dikemas dalam kotak kayu berwarna coklat. Naskah berukuran 26 x 2,6 cm. Setiap lempir berisi empat baris teks yang ditulis dengan aksara Sunda Kuna. Sebagian margin kanan di bagian awal patah.[2][1]

Penelitian

Pleyte tampaknya menjadi orang pertama yang membaca dan menyalin teksnya ke dalam aksara Latin. Salinan tangan Pleyte tersimpan di Perpustakaan Nasional dengan kode Plt. peti 121. Peneliti berikutnya yang membaca teks ini adalah Noorduyn, dan sebagian teksnya dikutip untuk publikasi artikelnya yang berjudul "Traces of and Old Sundanese Ramayana Tradition", dimuat dalam jurnal Indonesia tahun 1970.[1]

Isi Teks

Teks dimulai dengan asal-isil diciptakannya bwana. Sang Hyang Haro, yang mungkin diidentifikasi sebagai Wisnu, menciptakan isi dunia, terdiri dari siang, malam, rerumputan, pepohonan, lingga, batu, candi, bukit, gunung, dan wujud-wujud dunia. Pada suatu waktu, telur suci (Sang Hyang Hantiga) semesta menetes. Kulitnya menjadi Batara Sang Hening Tunggal, beningnya menjadi Batara Guru, putihnya menjadi Sang Darmajati, lapisan tipisnya menjadi Sang Balibungah (Nusia Awal Larang), lapisan tebalnya menjadi Batara Tunggal. Mereka adalah lima dewata yang menguasa alam semesta. Batara Sang Hening Tunggal berada di dunia atas, Sang Balibungah dan BAtara Tunggal tinggal di dunia bawah, ditengah-tengahnya bersemayam Sang Darmajati. Dengan demikian, semesta terdiri dari lima lapisan.[1][2]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g Tata pustaka : sebuah pengantar terhadap tradisi tulis Sunda kuna : kajian. Perpustakaan Nasional (Indonesia),, Masyarakat Pernaskahan Nusantara,. Jakarta. ISBN 978-623-200-245-6. OCLC 1162374023. 
  2. ^ a b c d Tutur bwana dan empat mantra Sunda kuna. Wartini, Tien., Perpustakaan Nasional (Indonesia), Pusat Studi Sunda. (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. 2010. ISBN 978-979-008-361-5. OCLC 707922373. 
  3. ^ Behrend, T. E. (1998). Katalog induk naskah-naskah nusantara: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Yayasan Obor.