Ribka Tjiptaning
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Ribka Tjiptaning Proletariyati (lahir 1 Juli 1959) adalah Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada periode 2009-2014. Di komisi IX, ia mengetuai komisi yang memperhatikan masalah-masalah di bidang tenaga kerja dan transmigrasi, kependudukan, dan kesehatan. Di DPR, ia juga merupakan anggota dari Badan Urusan Rumah Tangga (DPR RI) DPR RI.[1]. Ribka kembali mencalonkan diri dan terpilih sebagai legislator dari Dapil Jawa Barat IV (Kab. Sukabumi, dan Kota Sukabumi) pada pemilihan legislatif tahun 2014.
Biografi
Ia terlahir dari keluarga ningrat Jawa dan merupakan anak ke tiga dari lima orang saudara (sekandung), ayahnya bernama Raden Mas Soeripto Tjondro Saputro yang merupakan anggota Biro Khusus PKI, seorang keturunan Kasunan Solo (Pakubowono) dan pemilik sebuah pabrik paku di Solo.[2] Sedangkan Ibunya dari keturunan Kasultanan Kraton Yogyakarta bernama Bandoro Raden Ayu Lastri Suyati. Sewaktu kecil, Ribka yang dilahirkan di Solo, Jawa Tengah 1 Juni 1959, hidup dalam keadaan yang serba kecukupan karena ayahnya seorang konglomerat yang memiliki lima pabrik besar pada saat itu.
Peristiwa Gerakan 30 September 1965 telah mengubah jalan hidup keluarga yang sangat dicintainya. Tjiptaning yang masih duduk di TK harus menyaksikan awal-awal kejatuhan keluarganya, di mana Ayah yang dikaguminya tidak pernah lagi pulang ke rumah, sedangkan Ibu yang disayanginya dibawa oleh tentara.
Kontroversi
Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat melarang Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PDI-P Ribka Tjiptaning memimpin rapat panitia khusus dan panitia kerja. Larangan itu terkait dengan kasus hilangnya Ayat (2) Pasal 113 dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang disetujui Rapat Paripurna DPR, 14 September 2009. Hal ini juga memicu penolakan publik terkait isunya sebagai calon Menteri Kesehatan di Kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla, dari petisi online hingga Ikatan Dokter Indonesia.