Ravio Patra (lahir 14 September 1992) adalah seorang peneliti bidang kebijakan publik, keterbukaan informasi, dan demokrasi Indonesia.

Ia mendapatkan perhatian masyarakat Indonesia atas kritikan-kritikannya terhadap pemerintahan Joko Widodo. Pada 22 April 2020, Ravio dibawa paksa oleh petugas dari Polda Metro Jaya atas tuduhan menyebarkan pesan WhatsApp berantai berupa seruan untuk menjarah. Hal ini diduga kuat bertujuan untuk mengkriminalisasi dan memberangus Ravio.[1] Selama diinterogasi oleh pihak kepolisian selama 33 jam, pihak kuasa hukum Ravio mengklaim adanya upaya mempersulit akses pendampingan hukum.[2] Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai kasus ini sebagai simbol pemasungan kebebasan berpendapat.[3]

Pendidikan dan Karier

Ravio adalah lulusan SMA Negeri Agam Cendekia dan Program Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran. Selama berkuliah, Ravio aktif menulis serta memenangkan lomba debat dan menulis ilmiah. Ravio merupakan pendiri sekaligus pemimpin redaksi pertama Jurnal Mahasiswa Hubungan Internasional Esensi.[4] Ia juga aktif sebagai koordinator program Jatinangor Education Care yang membantu mengisi kekurangan tenaga guru di sejumlah sekolah dasar.[5]

Ravio pernah bekerja untuk perusahaan media The Jakarta Post dan juga organisasi internasional Open Government Partnership. Saat ini, ia tercatat sebagai pegiat advokasi di bidang legislasi dan keterbukaan parlemen di Westminster Foundation for Democracy.[6] Di samping itu, Ravio juga tercatat sebagai ketua penyelenggara World Schools Debating Championship (WSDC) 2017 yang diselenggarakan di Bali.[7]

Aktivisme

Ravio melalui tulisan-tulisan di media massa serta akun Twitter pribadinya aktif mengkritik banyak persoalan, seperti kejanggalan pengadaan publik dalam proses penunjukan mitra program Prakerja, konflik kepentingan para staf khusus Jokowi, industri pendengung (buzzer) dalam perpolitikan Indonesia, hingga pasal karet UU ITE. Ia juga mengkritisi penyajian data rasio kematian Covid-19 oleh BNPB serta sering menjadi pemateri dalam berbagai diskusi terkait keterbukaan informasi, partisipasi publik dalam proses pemerintahan, serta kebebasan sipil.

Ravio juga aktif di sejumlah gerakan sosial, di antaranya Youth Network on Violence Against Children (YNVAC) dan Action. Organisasi ini mewadahi orang muda untuk melawan kekerasan terhadap anak seperti perisakan, perkawinan anak, eksploitasi untuk tujuan ekonomi, dan kekerasan seksual. Metode konsultasi sebaya yang diusung oleh Action pernah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam rangkaian Festival Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) pada 2016.[8]

Pranala luar

Catatan kaki

  1. ^ Abdi, Alfian Putra. "Dugaan Rekayasa Kasus Ravio Patra: Cara Baru Kriminalisasi Aktivis?". tirto.id. Diakses tanggal 2020-04-24. 
  2. ^ Briantika, Adi. "Sejumlah Kejanggalan Pemeriksaan Ravio Patra Versi Pendamping Hukum". tirto.id. Diakses tanggal 2020-11-14. 
  3. ^ Utama, Abraham (2020-04-24). "Ravio Patra dilepaskan polisi, aktivis sebut 'teror negara terhadap suara kritis'". BBC News Indonesia. Diakses tanggal 2020-04-24. 
  4. ^ Briantika, Mohammad Bernie, Alfian Putra Abdi & Adi. "Siapakah Ravio Patra & Bagaimana Ia Mengkritisi Kebijakan Jokowi?". tirto.id. Diakses tanggal 2020-04-24. 
  5. ^ Fauzi, Rahman. "Suka Duka Mahasiswa di Jatinangor". tirto.id. Diakses tanggal 2020-11-14. 
  6. ^ Briantika, Mohammad Bernie, Alfian Putra Abdi & Adi. "Siapakah Ravio Patra & Bagaimana Ia Mengkritisi Kebijakan Jokowi?". tirto.id. Diakses tanggal 2020-11-14. 
  7. ^ "JPNN". www.jpnn.com. 2017-08-08. Diakses tanggal 2020-11-14. 
  8. ^ "KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK". www.kemenpppa.go.id. Diakses tanggal 2020-11-14.