Fonetik

cabang linguistik yang mempelajari tentang bunyi ucapan manusia

Fonetik atau fonetika adalah bagian ilmu dalam linguistik yang mempelajari atau menyelidiki bunyi bahasa yang diproduksi oleh manusia tanpa melihat fungsi bunyi itu sebagai pembeda makna dalam suatu bahasa (langue).[1] Ilmu fonetik menyelidiki bunyi dari sudut pandang tuturan atau ujaran (parole).[1] Fonetik merupakan bagian dalam fonologi, yaitu ilmu tentang perbendaharaan bunyi-bunyi (fonem) bahasa dan distribusinya. Dalam tataran linguistik, unit terkecil dalam bahasa merupakan fon atau bunyi bahasa, sedangkan fonem merupakan bentuk abstrak dari bunyi-bunyi bahasa.[2]

Secara khusus, fonetik mempelajari pelafalan bunyi-bunyi bahasa. Lebih lanjut, fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan yang menelaah bagaimana manusia menghasilkan bunyi-bunyi ujaran, menelaah gelombang-gelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak manusia.[2]

International Phonetic Association (IPA) telah mengamati lebih dari 100 bunyi manusia yang berbeda dan mentranskripsikannya dengan International Phonetic Alphabet mereka.

Sejarah

Ilmu fonetika pertama kali dipelajari sekitar abad ke-5 SM di India Kuno oleh Pāṇini, sang resi yang mempelajari bahasa Sanskerta. Semua aksara yang berdasarkan aksara India sampai sekarang masih menggunakan klasifikasi Panini ini, termasuk beberapa aksara Nusantara. Tulisan Yunani Kuno dinobatkan sebagai dasar pertama penulisan lambang alfabet. Fonetika modern diawali oleh Alexander Melville Bell melalui bukunya Visible Speech (1867) yang memperkenalkan suatu sistem penulisan bunyi-bunyi bahasa secara teliti dan teratur.
Ilmu fonetik kemudian berkembang dengan pesat di akhir abad ke-19 akibat ditemukannya fonograf, yang membantu perekaman bunyi-bunyi bahasa. Berkat alat tersebut, fonetisi dapat mempelajari bunyi-bunyi bahasa dengan lebih baik, mudah, dan akurat dari sebelumnya karena alat tersebut dapat mengulang-ulang tuturan yang direkamnya sampai fonetisi dapat menganalisisnya dengan akurat. Dengan menggunakan fonograf Edison, Ludimar Hermann menyelidiki sifat-sifat spektral dalam bunyi vokoid dan kontoid. Dalam karya ilmiahnya istilah forman diperkenalkan. Hermann juga memutar-mutar bunyi-bunyi vokoid menggunakan fonograf Edison dalam berbagai kecepatan dalam rangka menguji teori Willis dan Wheatstone mengenai produksi bunyi vokoid.

Subbidang ilmu

Fonetika memiliki tiga cabang utama:

  • fonetik organis atau artikulatoris ialah fonetik yang mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan suatu bunyi bahasa.[1] Dalam fonetik ini yang dipelajari adalah posisi dan gerakan bibir, lidah dan organ-organ manusia lainnya yang memproduksi suara atau bunyi bahasa.
  • fonetik akustik ialah fonetik yang mempelajari bunyi bahasa dari segi bunyi sebagai gejala fisik.[1] Dalam fonetik ini yang dipelajari adalah gelombang suara dan bagaimana mereka didengarkan oleh telinga manusia.
  • fonetik auditoris ialah fonetik yang mempelajari bagaimana mekanisme telinga menerima bunyi bahasa sebagai getaran udara.[1] Dalam fonetik ini yang dipelajari adalah proses resepsi bunyi dan terutama bagaimana otak mengolah data yang masuk sebagai suara.

Jenis-jenis fonetik

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e Marsono (1989). Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 1.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Referensi1" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ a b Muslich, Masnur, 1956- (2008). Fonologi bahasa Indonesia : tinjauan deskriptif sistem bunyi bahasa Indonesia. Bumi Aksara. ISBN 978-979-010-426-6. OCLC 318189894.