Komunikasi persuasif
Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator [1].
Pada umumnya, sikap-sikap individu/ kelompok yang hendak dipengaruhi ini terdiri dari tiga komponen, yaitu:
- Kognitif - perilaku di mana individu mencapai tingkat "tahu" pada objek yang diperkenalkan.
- Afektif - perilaku di mana individu mempunyai kecenderungan untuk suka atau tidak suka pada objek.
- Konatif - perilaku di mana individu melakukan sesuatu tindakan terhadap objek.
Kepercayaan/ pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat memengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya memengaruhi perilaku dan tindakan mereka terhadap sesuatu. Mengubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat mengubah perilaku mereka. Walaupun ada kaitan antara kognitif, afektif, dan konatif - keterkaitan ini tidak selalu berlaku lurus atau langsung.
Contoh:
"Budi tahu/ percaya (kognitif) bahwa mobil Mercedes-Benz itu mobil yang bagus. Budi juga senang (afektif) melihat bentuk mobil tersebut saat melenggang di jalan. Namun Budi tidak akan membeli mobil Mercedes-Benz (konatif), karena ia tidak punya uang."
Faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi persuasif agar berhasil
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan/ ketidakberhasilan suatu pesan persuasif. Empat faktor utama adalah
- Sumber pesan/ komunikator yang mempunyai kredibilitas yang tinggi; contohnya seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang apa yang disampaikannya.
- Pesan itu sendiri (apakah masuk akal/ tidak).
- Pengaruh lingkungan.
- Pengertian dan kesinambungan suatu pesan (apakah pesan tersebut diulang-ulang).
Namun faktor-faktor ini tidak berjalan secara bertahap. Pada banyak kasus, faktor-faktor ini saling tumpang tindih.
Etika komunikasi persuasif
Komunikasi persuasif tidak sama dengan propaganda. Menurut Prof. Richard L. Johannesen, Profesor Komunikasi dari Northen Illinois University,[2] untuk membatasi komunikasi persuasif agar tidak menjadi propaganda diperlukan seperangkat etika yang harus dipatuhi, yaitu:
- Memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu isu.
- Memiliki pemahaman lebih dari isu tersebut dibandingkan orang lain.
- Memiliki pemahaman lebih akan media massa.
- Mampu mengadaptasi ide-ide baru.
- Memengaruhi orang lain agar dapat melakukan suatu tindakan.