Museum Kesultanan Bulungan

museum di Indonesia

Museum Kesultanan Bulungan merupakan salah satu museum bersejarah yang berada di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara. Museum Kesultanan Bulungan menempati bangunan yang sebelumnya bangunan Istana Kesultanan Bulungan. Bangunan Museum Kesultanan Bulungan saat ini merupakan bangunan yang dibangun kembali oleh Pemerintah Kabupaten Bulungan.[1]


Museum Kesultanan Bulungan menjadi salah satu objek wisata di Kabupaten Bulungan. Museum tersebut menempati bangunan bekas Istana Kesultanan Bulungan yang terbakar pada tahun1964. Lokasi Museum Kesultanan Bulungan berada di seberang Sungai Kayan dekat dengan ibukota Kalimantan Utara, Tanjung Selor tepatnya di Jalan Kasimuddin, Kecamatan Tanjung Palas.[2]

Sejarah

Kesultanan Bulungan berdiri pada abad ke-16 Masehi  dan berjaya sekitar tahun 1771 hingga 1938 Masehi.  Kesultanan Bulungan tetap berjaya dengan tidak adanya upeti yang ditarik kesultanan terhadap rakyat Bulungan.[3] Wilayah kekuasaan Kesultanan Bulungan meliputi Bulungan, Tana Tidung, Malinau, Nunukan, Tarakan, bahkan hingga Jawi (kini Sabah) Malaysia.[4]


Bangunan Istana Kesultanan Bulungan yang saat ini menjadi Museum Kesultanan Bulungan merupakan bangunan Istana yang dibangun ulang (replikai) paska tragedi Bultiken pada tahun 1964. Bultiken adalah akronim untuk Bulungan, Tidung, dan Kenyah. Tragedi Bultiken mengakibatkan terbakarnya bangunan dua lantai dari Istana Kesultanan Bulungan dan banyak bangsawan Kesultanan Bulungan yang hilang termasuk Datu Mukemat, Raja Muda (Sultan Bulungan) yang tidak diketahui keberadaannya hingga saat ini.[5][6]


Setelah kebakaran yang terjadi dalam tragedi Bultiken tahun 1964, Bangunan Istana Kesultanan Bulungan diselamatkan kembali dengan membangun ulang Istana yang difungsikan sebagai museum saat ini. Benda Peninggalan Kesultanan Bulungan yang masih bisa diselamatkan dan menjadi koleksi museum. Secara resmi pada tahun 1998 bangunan Istana Kesultanan Bulungan dibangun kembali dan dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Bulungan untuk difungsikan sebagai Museum Kesultanan Bulungan hingga saat ini.[1][7]

Koleksi

Benda peninggalan-peninggalan Kesultanan Bulungan saat terletak di bagian dalam Museum Kesultanan Bulungan. Benda-benda tersebut diantaranya: tempat tidur sultan, meja, kursi, foto-foto, dan pakaian kebeseran Sultan Bulungan. Benda-benda koleksi Museum Kesultanan Bulungan memiliki nilai sejarah masa kejayaan Kesultanan Bulungan dan bukti nyata peradaban masyarakat Bulungan.[1]


Beberapa benda koleksi Museum Kesultanan Bulungan merupakan benda replika, hal tersebut dikarenakan benda aslinya sudah rusak, termasuk dikarenakan tragedi Bultiken.[5] Salah satu benda tersebut termasuk replika tempat penobatan Kesultanan Bulungan. Beberapa benda tersebut antara lain: singgasana dan tempat pernikahan. Benda peninggalan berukuran kecil seperti piring, keris, senjata, dan baju masih asli dari masa Kesultanan Bulungan.[1]


Benda peninggalan Kesultanan Bulungan yang berada di halaman museum yang saat ini bisa dijumpai ada meriam-meriam tua yang dipercaya merupakan Meriam pemberian Kerjaan Belanda pada masa penjajahan. Kesultanan Bulungan memiliki hubungan istimewa dengan Kerjaan Belanda. Hubungan istimewa ini bisa tergambar dari salah satu foto koleksi Museum Kesultanan Bulungan yang mengabadikan momen penobatan Sultan Maulana Moehamad Djalaludin yang dihadiri perwakilan Kerjaan Belanda, dan ada foto saat Sultan hadir dalam pernikahan Ratu Juliana.[8]


Pada masa kejaayaanya Kesultanan Bulungan juga pernah memiliki sebuah yang bernama Boelongan Nderland. Kapal tersebut hadiah dari Ratu Wihelmina yang saat itu memimpin Kerajaan Belanda. Kapal Boelongan Nderland dibuat dari baja anti karat. Bukti adanya Kapal Boelongan Nderland ini dapat dilihat melalui salah satu koleksi foto di Museum Kesultanan Bulungan.[8]

Masjid Kasimuddin

Peninggalan Kesultanan Bulungan selain museum yang saat ini masih bisa kita jumpai dan memiliki nilai sejarah erat dengan perkembangann Kesultanan Bulungan adalah Mesjid Tua Bulungan atau Masjid Kasimuddin di bangun pada tahun 1929. Mesjid tua tersebut terletak Desa Tanjung Palas Tengah, Kecamatan Tanjung Palas.[9] Salah satu hal yang unik dari masjid ini adalah masjid ini tidak memiliki jendala, namun bangun masjid ini memiliki banyak pintu yang berjumlah 11 pintu.[10]


Masjid Kasimuddin dari segi arsitektur bangunan memang terlihat sederhana dengan bangunan semi permanen. Bangunan masjid menggunakan bahan dasar dari kayu ulin yang dikombinasikan dengan beton. Pondasi bangunan dan lantai masjid terbuat dari semen dan batu berlapis ubin. Ubin pada lantai masjid diimpor dari Belanda dengan bermotif arsitektur bangunan Eropa.[10]

Referensi

  1. ^ a b c d Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018). KATALOG MUSEUM INDONESIA JILID II (PDF). DKI Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 336. ISBN 978-979-8250-67-5. 
  2. ^ "Museum Kesultanan Bulungan Direnovasi". Korankaltara.com. 2019-03-14. Diakses tanggal 2021-02-06. 
  3. ^ Liputan6.com (2016-02-15). "Bulungan, Kerajaan Besar di Kalimantan yang Terlupakan". liputan6.com. Diakses tanggal 2021-02-05. 
  4. ^ indonesia.go.id, K-HL (23 September 2019). "Kesultanan Bulungan yang Enggan Berperang". indonesia.go.id. Diakses tanggal 5 Februari 2020. 
  5. ^ a b Raditya, Iswara N. "Tragedi Pembantaian Bulungan di Perbatasan Malaysia". tirto.id. Diakses tanggal 2021-02-06. 
  6. ^ "Malam Jahanam di Bulungan". Lentera Timur (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-02-06. 
  7. ^ "Wisata Sejarah". bulungan.go.id. Diakses tanggal 2021-02-04. 
  8. ^ a b Permana, Tedi. "Kabupaten Ini Tak Dijajah Belanda dan Kini Status Istimewanya Hilang". detikTravel. Diakses tanggal 2021-02-06. 
  9. ^ "Pustaka Borneo". pustakaborneo.id. Diakses tanggal 2021-02-05. 
  10. ^ a b Liputan6.com (2016-08-13). "Masjid Tanpa Jendela Tempat Pembaringan Raja Bulungan". liputan6.com. Diakses tanggal 2021-02-06.