Juanga

Kora-kora atau karakoa besar

Sebuah juanga atau joanga mengacu pada kora-kora atau karakoa berukuran besar.[1][2] Mereka digunakan di Filipina Selatan dan Indonesia Timur, di Maluku ada versi yang lebih kecil. Mereka didorong oleh dayung tetapi tidak digunakan untuk mengangkut kargo.[3]

Kora-kora Belanda berukuran besar dengan layar utama, dipersenjatai dengan beberapa meriam putar.

Etimologi

Kata juanga dan joanga berasal dari kata "jung", yang mengacu pada beberapa jenis kapal di Asia. Retana dan Pastell menganggap nama itu diambil dari kata Cina chun, yang berarti perahu.[4]:299 Paul Pelliot dan Waruno Mahdi menolak asal kata China untuk kata "jung".[5][6]:38 Kata jong dapat ditemukan di sejumlah prasasti Jawa kuno yang berasal dari abad ke-9.[7][8]:748 Kata ini pertama kali dicatat dalam bahasa Melayu dan bahasa Cina pada abad ke-15, ketika daftar kata Cina mengidentifikasinya sebagai istilah Melayu untuk kapal,[9]:60 dengan demikian secara praktis mengecualikan asal kata Cina tersebut.[7]:266

Sejarah

Indonesia

Juanga pertama kali dicatat dalam naskah Portugis tentang sejarah Maluku, yang kemungkinan besar ditulis oleh António Galvão sekitar tahun 1544 yang diterbitkan oleh H. Jacobs, S.J. Isinya adalah gambaran bagaimana masyarakat Maluku (Utara) membangun kapalnya.[10][11] Juanga digunakan oleh Sultan Khairun dari Ternate untuk mengangkut pasukan dalam konflik Ternate-Portugis antara tahun 1530-1570.[12]

Setelah pemberontakan di Tidore berakhir pada tahun 1722, orang Patani dan Maba yang mengungsi ke Galela sejak tahun 1720 dipindahkan ke Salawati di kepulauan Raja Ampat dengan menggunakan total 30 juanga. Pada 4 Juli 1726, 17 juanga dan 6 perahu besar sarat dengan orang Papua dan Patani merapat di depan benteng Oranje dan mendarat di pemukiman Melayu di samping benteng. Dari sini masyarakat Papua dan Patani berjalan menuju istana Sultan Ternate untuk melaporkan berbagai perlakuan yang mereka alami dari para petinggi Kesultanan Tidore. VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) mengirim pejabat untuk berbicara dengan para pembelot. Kepada pejabat VOC orang Papua dan Patani menyatakan keinginannya untuk menjadi bawahan Kesultanan Ternate dan perusahaannya. Mereka juga menuntut diperlakukan sebagai pengungsi dan dijamin keamanannya.[13] Pangeran Nuku pada 1804 menggunakan juanga dalam pemberontakannya melawan Belanda (c. 1780-1810), untuk memobilisasi pasukan untuk menyerang Halmahera Utara.[14]

Lihat juga

  • Jong, juga disebut juanga di bagian timur Indonesia.
  • Lanong, kapal yang kadang-kadang disebut sebagai joanga atau juanga.

Referensi

  1. ^ Horridge (1982). p. 37 and 70.
  2. ^ Mallari (1989). p. 424.
  3. ^ Poesponegoro (1981). p. 114.
  4. ^ Galang, R.E. (1941). "Types of watercraft in the Philippines". The Philippine Journal of Science. 75: 287–304. 
  5. ^ Pelliot, P. (1933). Les grands voyages maritimes chinois au début du XVe siècle. T'oung Pao, 30(3/5), second series, 237-452. Retrieved from http://www.jstor.org/stable/4527050
  6. ^ Mahdi, Waruno (2007). Malay Words and Malay Things: Lexical Souvenirs from an Exotic Archipelago in German Publications Before 1700. Otto Harrassowitz Verlag. ISBN 9783447054928. 
  7. ^ a b Manguin, Pierre-Yves (1993). "Trading Ships of the South China Sea. Shipbuilding Techniques and Their Role in the History of the Development of Asian Trade Networks". Journal of the Economic and Social History of the Orient: 253–280. 
  8. ^ Zoetmulder, P. J. (1982). Old Javanese-English dictionary. The Hague: Martinus Nijhoff. ISBN 9024761786. 
  9. ^ Reid, Anthony (2000). Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia. Silkworm Books. ISBN 9747551063. 
  10. ^ Poesponegoro (1981). p. 112.
  11. ^ Hubert Theodorus Thomas Marie Jacobs (ed) (1971). A treatise on the Moluccas (c. 1544) probably the preliminary version of António Galvão's lost História das Molucas. Rome: Jesuit historical institute. p. 156, 157, 162-163.
  12. ^ Amal (2016). p. 252.
  13. ^ Amal (2016). p. 149.
  14. ^ Amal (2016). p. 39.

Bacaan lanjutan