Agama Zoroastrianisme di Iran

Revisi sejak 18 Februari 2021 06.19 oleh 36.72.219.197 (bicara)

Zoroastrianisme atau Zoroaster adalah salah satu agama tertua di dunia yang dipimpin oleh Zartosht sebagai seorang Nabi. Para penganut agama ini dikenal dengan nama “Behdini” (Bahasa Persia : بهدینی)  atau "Mazdanisme" (Penyembah Mazda) yang berasal dari nama Tuhan Zartosht yaitu Ahura Mazda yang artinya bijaksana.1

Sebelum Zarathustra lahir, agama yang ada di Iran (Persia) bersumber pada macam-macam ajaran, seperti politeisme, paganisme, dan animisme. Zarathustra yang merasa tidak puas dengan ajaran-ajaran yang berkembang di Iran pada waktu itu berusaha membawa pembaruan. Zarathustra dikenal sebagai nabi yang mempunyai karunia untuk menyembuhkan dan melakukan berbagai mujizat. Zartosht (Zarathustra) dengan menghadirkan konsep dan ajaran baru, menciptakan agama baru yang kontras dengan agama tradisional. Dalam kitab Avesta kuno, bagian teks yang paling penting, “Gathas” adalah himne yang dipercaya merupakan karya langsung yang diciptakan sendiri oleh Zartosht (Zarathustra). Yang tersisa hari ini dengan nama Avesta adalah kumpulan teks yang telah disediakan setelah zaman Zarathustra dan selama beberapa abad.

Ajaran penting Zarathustra antara lain adalah tentang Ketuhanan yang Maha Esa, Ahura Mazda, sifat dan ciri-ciri khasnya, ketentuan dua bagian antara baik dan jahat, aspek dimensi spiritual dalam diri manusia dan kepercayaan hari kebangkitan dan perhitungan amal. Terlepas dari kepercayaan pada berbagai dewa dalam budaya Indo-Iran, Zarathustra memperkenalkan Ahura Mazda sebagai dewa dan pencipta langit dan bumi yang mutlak. Dalam pandangannya, Ahura Mazda memiliki 6 sifat dan ciri yang istimewa:

1.     Vahumana (Pemikiran yang Baik),

2.     Asha Vahishta (Kebenaran Terbaik),

3.     Kshathra Vairya (Gaya Ideal),

4.     Spenta Ārmaiti (Kesucian),

5.     Haurvatat (Kesempurnaan),

6.     Ameretat (Keabadian).

Dan merujuk pada enam percikan ilahi dari Ahura Mazda, terciptalah sebuah “Amesha Spenta” yang dijuluki kepada Ahura Mazda yang sempurna. Spenta adalah kata karakteristik dari wahyu dalam tradisi zoroastrianisme. Dalam tradisi Zoroaster, enam emanasi dari Sang Pencipta, melalui siapa semua ciptaan berikutnya dapat diciptakan.

Menurut ajaran Zartosht, manusia yang menyembah Ahura Mazda dan menginginkan bantuan dari para dewa dalam mencapai tujuan besar seperti kemenangan baik atas kejahatan, telah mendapatkan faktor penting: “Manusia diciptakan untuk bersekutu dengan Tuhan agar menang atas kejahatan.”.

Dalam pemikiran Zoroastrian, kematian adalah hasil dari serangan kekuatan jahatnya dunia, tetapi jiwa manusia tidak akan mati. Menurut Zarathustra, ketika jiwa dipisahkan dari tubuh, perbuatannya akan ditimbang dengan apa yang telah dia lakukan dalam kehidupannya, dan sebagai hasilnya dia akan ditempatkan ke kebahagiaan abadi atau ke posisi terburuk. Menurut ajaran Zoroaster, hal seperti itu hanyalah hasil dari pikiran, perkataan, dan perbuatan; Setiap manusia, baik laki-laki atau perempuan, bertanggung jawab atas perbuatan masing-masing, dan para dewa tidak dapat membantu.

Kehidupan setiap Zoroaster didasarkan pada tiga prinsip moral Mazda, yaitu Pikiran yang baik (Bahasa Persia:انديشة نيك) , Ucapan yang baik (Bahasa Persia: گفتار نيك) dan Perbuatan yang baik (Bahasa Persia: كردار نيك).

Zoroaster, seperti agama lainnya memiliki praktik dan ritual keagamaan yang harus dipatuhi dengan cermat. Penekanan khusus Zoroastrian pada aturan kemurnian berakar pada ajaran sekunder agama ini. Karena penyakit, ketidakmurnian, dan kerusakan adalah hasil dari tindakan iblis dan pasukannya, mencegah salah satu dari kecacatan ini dan menguranginya adalah perlindungan ciptaan yang baik dan melemahkan penyerang.

Upacara keagamaan pertama dalam kehidupan setiap Zoroaster adalah ritual masuk Jirga (Bahasa Gujarati:ગુજરાતી ) yang disebut “Sedreh-Poushi”. Upacara ini biasanya dilakukan pada anak berusia 7 sampai 10 tahun, dengan memakai penutup kepala dan baju Sedreh berwarna putih. Seorang ulama Zartosht akan mengenakan sebuah tali keramat yang disebut Kusti pada punggung  anak tersebut. Tali tersebut merupakan tanda bahwa ia telah bergabung dengan kelompok para mukmin dan dapat melakukan ibadah sehari-hari. Mereka beribadah sebanyak lima kali dalam sehari.

Api merupakan faktor terpenting dalam menjalankan upacara keagamaan Zoroastrian. Meskipun api telah ditemukan sejak dahulu kala dan menjadi bagian terpenting dalam kehidupan terutama bagi masyarakat Indo-Eropa, namun Zarathustra memberi makna moral dan spiritual pada api dan memperkenalkannya sebagai simbol kehidupan yang mengandung kemurnian dan kesucian.

Api suci memiliki tiga derajat. Api dengan derajat tertinggi adalah Bahram, yang terbuat dari kombinasi enam belas jenis api dan dipuja. Api Bahram harus selalu menyala dan upacara pemujaan khusus harus diadakan untuk menghormatinya. Hanya seorang ulama yang layak dapat memasuki tempat perlindungan api ini. Dua jenis api lainnya adalah api Azaran, yang disembah dengan sedikit formal, dan Api Dadgah, yang dinyalakan oleh pendeta. Tetapi setiap Zoroaster dapat menyimpannya di rumah masing-masing.

Zoroaster Iran sebagian besar tinggal di provinsi Yazd dan Kerman. Pada abad kedua puluh, karena migrasi yang meluas, kaum ini tersebar luas di kota Teheran, Shiraz, Isfahan dan Ahvaz. Sebagian besar Zoroastrian berbicara dengan dialek Behdini, yang merupakan salah satu bahasa di Pusat Iran.

Setelah Revolusi Republik Islam Iran, dengan pembentukan Majelis Nasional, secara konstitusional menyediakan perwakilan agama minoritas. Termasuk, seorang wakil dari Zoroastrian. Zoroastrian adalah salah satu agama minoritas yang diakui dalam konstitusi Republik Islam Iran dan memiliki perwakilan di Majelis Permusyawaratan Islam.

Referensi

1.                 Groli,G. Zoroastrianism. Encyclopedia of Religion. M,Eliade (ed). London. New York: 1987. Vol. XV.

2.                 Boyce,M. Zoroastrianism.Their Religious Beliefs and Practices. Askar Behrami(ed). Tehran: Qaqnus. 2003.Hal 44.

3.                 Groli,Art. Cit.

4.                 Yasna, Hat. Asmusan. Principles of Beliefs of Zoroastrian Religion. Zoroastrian Religion. Faridun dan Haman (ed). Tehran: Yayasan Kebudayaan Iran. 1970. Hal 102 & 105.

5.                 Groli, Ibid. Zaehner, R. C. The Dawn and Twilight of Zoroastrianism. London: Weidenfeld & Nicolson. 1975. Hal 45, 46.

6.                 Boyce, M. A History of Zoroastrianism. Leiden: Brill. 1975. Vol. I. Hal 195, 202-203, 269-270.

7.                 Duchesne-Guillemin, J. The Religion of Ancient Iran. Historia Religion. G. Widengren(ed). Leiden: Brill. Hal 340.

8.                 Williams Jackson. Ibid. Hal 42.

9.                 Boyce.Haman. Zoroastrian. Hal 47.

10.             Ibid. Zoroastrian. Hal 21-22.

11.             Groli,Ibid. Duchesne-Guillemin. Hal 323&324.

12.             Asmusan.Haman. Hal 115.

13.             Zaehner. Ibid. Hal 36.

14.             Groli. Ibid.Williams-Jackson. Ibid. Hal 67.

15.             Boyce. Zoroastrian. Hal 25.

16.             Zaehner. The Teachings of The Magi. London. New York: Sheldon.1956. Hal 85.

17.             Boyce. A History of Zoroastrianism. Vol.I. Hal 251.

18.             Zaehner. The Dawn and Twilight of Zoroastrainism. Hal 302-305.

19.             Groli. Ibid. Zaehner. The Teachings of The Magi. Hal 145-150.

20.             Groli. Ibid. Zaehner. Hal 142-143.

21.             Groli. Ibid. Williams-Jackson. Ibid.Hal 185, 200.

22.             Boyce. Zoroastrian. Hal 43.

23.             Boyce. Ibid. Hal 33.

24.             Boyce, Mary. Zoroastrian Religion in The Late Period. Zoroastrian Religion.Faridun & Haman (ed). Tehran: Yayasan Kebudayaan Iran. 1970. Hal 156-157.

25.             Hukum Konstitusi Republik Islam Iran. Pasal 64.