Bank Central Asia

perusahaan asal Indonesia
Revisi sejak 10 Maret 2021 03.14 oleh Medelam (bicara | kontrib) (Menolak perubahan teks terakhir (oleh EELHIANJ) dan mengembalikan revisi 17948104 oleh InternetArchiveBot)

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) (IDX: BBCA) adalah bank swasta terbesar di Indonesia. Bank ini didirikan pada 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV dan pernah menjadi bagian penting dari Salim Group. Sekarang bank ini dimiliki oleh salah satu grup produsen rokok terbesar keempat di Indonesia, Djarum.

BCA
PT Bank Central Asia Tbk
Jasa keuangan/Publik (IDX: BBCA)
Didirikan21 Februari 1957 di Jakarta, Indonesia (sebagai Bank Central Asia NV)
PendiriLiem Sioe Liong
Kantor pusatIndonesia Jakarta, Indonesia
Tokoh kunci
Djohan Emir Setijoso (Komisaris)
Jahja Setiaadmadja (CEO)
Armand Hartono (Direktur)
PemilikDjarum
Anak usahaBCA Insurance
BCA Finance
Situs webBCA.co.id
KlikBCA.com
Facebook: 316954705121733 X: HaloBCA Instagram: goodlifebca Modifica els identificadors a Wikidata

Sejarah

Pada tahun 1955 NV Perseroan Dagang Dan Industrie Semarang Knitting Factory berdiri sebagai cikal bakal Bank Central Asia (BCA). BCA didirikan oleh Sudono Salim pada tanggal 21 Februari 1957 dan berkantor pusat di Jakarta.

Pada tanggal 1 Mei 1975, pengusaha Mochtar Riady bergabung di BCA. Ia memperbaiki sistem kerja di bank tersebut dan merapikan arsip-arsip bank yang kala itu ruangannya jadi sarang laba-laba.[1]

BCA melakukan merger dengan dua bank lain pada 1977. Salah satunya Bank Gemari yang dimiliki Yayasan Kesejahteraan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Kantor Bank Gemari pun dijadikan kantor cabang BCA. Merger itu membuat BCA bisa menjadi bank devisa.[1]

Menurut George Junus Aditjondro, anak-anak Soeharto yang memiliki saham di BCA adalah Siti Hardiyanti (Tutut) dan Sigit Jarjojudanto. Menurutnya, keduanya sempat memiliki 32 persen saham di BCA.[2]

Awal tahun 1980an, BCA mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia agar diperbolehkan mengeluarkan dan mengedarkan kartu kredit atas nama BCA yang berlaku internasional. Untuk itu, BCA bekerjasama dengan MasterCard.[1] BCA juga memperluas jaringan kantor cabang secara agresif sejalan dengan deregulasi sektor perbankan di Indonesia. BCA mengembangkan berbagai produk dan layanan maupun pengembangan teknologi informasi, dengan menerapkan online system untuk jaringan kantor cabang, dan meluncurkan Tabungan Hari Depan (Tahapan) BCA.

Pada tahun 1990-an BCA mengembangkan alternatif jaringan layanan melalui ATM (Anjungan Tunai Mandiri atau Automated Teller Machine). Pada tahun 1991, BCA mulai menempatkan 50 unit ATM di berbagai tempat di Jakarta. Pengembangan jaringan dan fitur ATM dilakukan secara intensif. BCA bekerja sama dengan institusi terkemuka, antara lain PT Telkom untuk pembayaran tagihan telepon melalui ATM BCA. BCA juga bekerja sama dengan Citibank agar nasabah BCA pemegang kartu kredit Citibank dapat melakukan pembayaran tagihan melalui ATM BCA.

Pada tahun 2002, FarIndo Investment (Mauritius) Limited mengambil alih 51% total saham BCA melalui proses tender strategic private placement. Tahun 2004, BPPN melakukan divestasi atas 1,4% saham BCA kepada investor domestik melalui penawaran terbatas dan tahun 2005, Pemerintah Republik Indonesia melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) melakukan divestasi seluruh sisa kepemilikan saham BCA sebesar 5,02%.

Pada periode 2000-an BCA memperkuat dan mengembangkan produk dan layanan, terutama perbankan elektronik dengan memperkenalkan Debit BCA, Tunai BCA, internet banking KlikBCA, mobile banking m-BCA, EDCBIZZ, dan lain-lain. BCA mendirikan fasilitas Disaster Recovery Center di Singapura. BCA meningkatkan kompetensi di bidang penyaluran kredit, termasuk melalui ekspansi ke bidang pembiayaan mobil melalui anak perusahaannya, BCA Finance. Tahun 2007, BCA menjadi pelopor dalam menawarkan produk kredit kepemilikan rumah dengan suku bunga tetap. BCA meluncurkan kartu prabayar, Flazz Card serta mulai menawarkan layanan Weekend Banking untuk terus membangun keunggulan di bidang perbankan transaksi. BCA secara proaktif mengelola penyaluran kredit dan posisi likuiditas di tengah gejolak krisis global, sekaligus tetap memperkuat kompetensi utama sebagai bank transaksi. Tahun 2008 & 2009, BCA telah menyelesaikan pembangunan mirroring IT system guna memperkuat kelangsungan usaha dan meminimalisasi risiko operasional. BCA membuka layanan Solitaire bagi nasabah high net-worth individual.

Komposisi Pemegang Saham

Pemegang Saham PT Bank Central Asia Tbk (BCA) per 30 September 2017, adalah:[3][4]

Nama Jumlah saham (dalam jutaan) Prosentase Keterangan
PT Dwimuria Investama Andalan 13,546 54,94% Robert Budi Hartono 51% dan Bambang Hartono 49%. Merupakan Pemegang Saham Pengendali BCA.
Lain-lain 3,198 45,06% Terdiri dari 2,49% dimiliki oleh pihak-pihak yang terafiliasi dengan PT Dwimuria Investama Andalan (grup Djarum). 1,76% dimiliki oleh Ali Rofi (grup Sapphire). Dewan Komisaris dan Direksi memiliki 0,19% saham BCA.

Dewan Komisaris dan Direksi

Dewan Komisaris
1 Presiden Komisaris Djohan Emir Setijoso
2 Komisaris Tonny Kusnadi
3 Komisaris Cyrillus Harinowo*
4 Komisaris Raden Pardede*
5 Komisaris Sumantri Slamet*
Dewan Direksi
1 Presiden Direktur Jahja Setiaatmadja
2 Wakil Presiden Direktur Eugene Keith Galbraith
3 Direktur Armand Wahyudi Hartono
4 Direktur Suwignyo Budiman
5 Direktur Subur Tan
6 Direktur Henry Koenaifi
7 Direktur Erwan Yuris Ang
8 Direktur Rudy Susanto
9 Direktur Inawaty Handoyo
10 Direktur Lianawaty Suwono
11 Direktur Santoso
12 Direktur Vera Eve Lim

Presiden direktur

Lihat pula

Referensi

Pranala luar