Sidamulya, Jalaksana, Kuningan

desa di Kecamatan Jalaksana, Kuningan
Revisi sejak 13 Maret 2021 17.16 oleh Rastono (bicara | kontrib) (1. Sejarah Pemerintahan Desa: menambahkan posisi kuwu)
  • (Indonesia) [1]

Sidamulya adalah desa di kecamatan Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat, Indonesia.

Sidamulya
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
KabupatenKuningan
KecamatanJalaksana
Kode Kemendagri32.08.12.2002 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah penduduk-
Kepadatan-
Peta
PetaKoordinat: 6°55′42″S 108°27′57″E / 6.92833°S 108.46583°E / -6.92833; 108.46583

Sejarah Desa Sidamulya

Sebelum menjadi nama Sidamulya seperti sekarang ini, dulu bernama desa Tegaljugul. Nama Tegaljugul berasal dari 2 kata yaitu “Tegal” = Lapangan Luas dan “Jugul” = Utusan…yaitu utusan yang dikirim dari masing-masing desa di wilayah kawasaan Kerajaan Pajajaran untuk mengantar Puteri Dyah Pitaloka yang akan dinikahkan kepada Hayam Wuruk, yaitu Raja Majapahit. Tetapi pada saat itu terjadi Perang Bubat, dan pada saat selesai purang bubat Jugul dari wilayah desa kami bisa pulang dengan selamat. Maka untuk memperingati kejadian tersebut oleh sesepuh desa menamakan desa tersebut dengan nama “Tegaljugul”.

Semua ceritera tersebut di atas berdasarkan ceritera turun temurun dari para sesepuh desa dan belum ada penelitian secara ilmiah. Di dalam perjalanannya nama Desa Tegaljugul berdasarkan hasil musyawarah sesepuh desa diubahlah namanya menjadi Desa Sidamulya sampai sekarang.

Nama Desa Sidamulya terdiri dari dua suku kata berasal dari bahasa Jawa yaitu “Sida = menjadi” dan “Mulya = mulia” jadi desa Sidamulya mengandung pengertian desa yang ingin menjadi mulia diberbagai hal. Nama Desa Sidamulya terus bertahan sampai sekarang ini. Sidamulya adalah sebuah desa kecil di lembah gunung Ciremai yang masuk dalam wilayah kecamatan Jalaksana. Desa Sidamulya sangat terkenal dengan hasil pertanian seperti Bawang Merah, Ubi Jalar, Tomat, Bawang Daun, Saledri, Buncis dan lain-lain. Selain hasil pertanian juga terkenal dengan hasil galian C diantaranya: Batu Pecah dan Pasir. Hampir seluruh wilayah Kabupaten Kuningan, Cirebon, Brebes, Majalengka menggunakan batu pecah dan pasir dari Desa Sidamulya untuk keperluan membangun, sebut saja pembangunan Waduk Darma, Dermaga Pelabuhan Cirebon, Tol Kanci dan lain-lain. Hal itu terjadi karena batu pecah dan pasir dari Desa Sidamulya memiliki kualitas bagus dengan nilai abrasi kecil karena berasal dari letusan Gunung Ciremai beberapa puluh tahun yang lalu.

Desa Sidamulya / Tegaljugul merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah desa lainnya yang tergabung dalam kecamatan Jalaksana dimasa awal (sebelum adanya pemekaran desa dan pemekaran kecamatan). Awal berdirinya kecamatan Jalaksana terdiri dari 21 Desa, dimana masing-masing desa dipimpin oleh seorang anak dari keturunan Kuwu Jalaksana dengan sebutan Buyut. Jadi Sesepuh Jalaksana memiliki 21 buyut yang kemudian diberi wilayah desa dan diberi tugas memimpin desa tersebut. 21 buyut tersebut terkenal dengan sebutan "Buyut Salikur", dimana Buyut yang memimpin desa Tegaljugul adalah Buyut Bodas, disebut Buyut Bodas karena kulit dan rambuntya putih, kalau sekarang dikenal dengan sebutan "Albino". Untuk sejarah lengkapnya bisa dilihat dalam sejarah Desa Jalaksana.

Batas Wilayah

Wilayah desa Sidamulya meliputi Sawah di sebelah Timur dan Selatan, Kebun di sebelah Utara dan Barat. Perbatasan desa Sidamulya adalah:

Terletak pada ketinggian 645 m DPL

Sistem Pemerintahan

Desa Sidamulya merupakan pemerintahan Desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Jalaksana. Dipimpin oleh seorang Kepala Desa / Kuwu yang merupakan hasil dari pemilihan langsung oleh warga desa dan dibantu oleh Pamong Desa lainnya

Untuk tingkat pemerintahan terendah Desa Sidamulya terdiri dari 5 RK / RW dan 10 RT antara lain:

Dusun I:

RK I terdiri dari RT 1 dan RT 2

RK II terdiri dari RT 3 dan RT 4

Dusun II:

RK III terdiri dari RT 5 dan RT 6

RK IV terdiri dari RT 7 dan RT 8

RK V terdiri dari RT 9 dan RT 10

1. Sejarah Pemerintahan Desa

Desa Tegaljugul / Sidamulya dari zaman dahulu sampai sekarang sudah beberapa kali mengalami pergantian kepala desa. Yang penulis ingat sampai sekarang hanya beberapa saja diantaranya:

  1. Buyut Bodas (Pupuhu Desa Tegaljugul)
  2. Kuwu Anglar (Alm)
  3. Kuwu Maskar (alm)
  4. Kuwu Upen Suparno (Alm)
  5. Kuwu Sarkim
  6. Kuwu Jaiman (Alm)
  7. Kuwu Kendi
  8. Kuwu Omon (Elmondes Omon)(Kuwu Ngadeg)

Antara Buyut Bodas dan Kuwu Maskar ada nama Kuwu yang belum tercantum karena minimnya sumber. Apabila ada rekan2 yang mengetahuinya mohon untuk memberitahukan kepada kami selaku penulis.

(Bagi para kontributor yang ingin melengkapi silahkan kirim e-mail ke rastono32@yahoo.com diantos. Hatur nuhuh)

Mata Pencaharian

 
Mesjid Desa Sidamulya dan Alun-alun Desa Sidamulya

1. Pertanian

Sebagai daerah pusat pertanian, maka mata pencaharian utama warga Desa adalah bertani, bercocok tanam dan berdagang hasil pertanian. Wilayah pemasaran hasil tani meliputi Pasar Kurucuk, Pasar Cilimus, Pasar Kuningan, Pasar Luragung, Pasar Cirebon, Pasar Karawang, Pasar Tambun (Bekasi). Hasil pertanian unggulan dari Desa Sidamulya antara lain:

  • Bawang Merah: menjadi hasil tani unggulan karena hasilnya bagus dan sangat cocok sekali untuk bawang goreng. Bahkan bawang gorengnya sampai menembus pasar singapura dan malaysia.
  • Bawang Daun
  • Ubi Jalar (Boled): selain dikonsumsi dalam bentuk ubi rebus dan ubi goreng, Ubi Jalar hasil dari Sidamulya juga menjadi bahan baku utama pembuatan Saus. Bahkan ada wacana dr kang Dede Yusuf akan dijadikan bahan baku pembuatan Mie Instant.
  • Ketela Pohon (Sampeu)
  • Hui
  • Kacang Buncis
  • Kacang Panjang
  • Tomat
  • Cesim (Sosin)
  • Padi
  • Cabe Rawit
  • Cabe Keriting
  • Jagung
  • Hiris

Desa Sidamulya juga penghasil buah-buahan yang cukup banyak diantaranya:

  • Buah Pisang (Ambon, Raja, Kepok, Muli, Tanduk (Gebray), Hujung, Mas)
  • Buah Kelapa
  • Buah Salam
  • Buah Mengkudu
  • Buah Jambu
  • Cengkeh
  • Tembakau

2. Peternakan

Pendudukan Desa Sidamulya, selain bercocok tanam juga memiliki mata pencaharian sebagai peternak. Di antara binatang peliharaan yang dimiliki penduduk baik skala rumahan (perorangan), maupun sekala besar diantaranya: Ternak Ayam Kampung, Ternak Ayam Petelur, Ternak Domba, Ternak Sapi Pedaging. Pada saat menjelang lebaran Iedul Fitri maupun Iedul Adha para peternak ini menjual hasil ternaknya dengan harga bagus dikarenakan permintaan pasar yang meningkat.

3. Mata Pencaharian Sampingan

Sedangkan mata pencaharian sampingan antara lain: Tukang Bangunan, Tukang Ojeg, Tukang Pecah Batu, Penggali Pasir, Tukang Nanggung (Pikul) Sayuran.

Sebagai Tukang Bangunan, selain membangun di desa sendiri, juga sudah terkenal ke luar daerah. Bahkan pada zaman dahulu penyelesaian Waduk Darma juga berkat partisipasi dari tukang bangunan dari Tegaljugul / Sidamulya.

Budaya

Masing-masing daerah memiliki kebudayaan atau ciri khas yang mungkin saja tidak dimiliki oleh daerah lain. Kebudayaan tersebut akan menjadi ciri tersendiri dan jatidiri bagi suatu daerah, sehingga menjadi kebanggaan bagi daerah yang bersangkutan. Begitu juga desa Tegaljugul memiliki ciri khas budaya tersendiri, diantara kebudayaan yang ada diantaranya :

  1. Babalang
  2. Kesenian
  3. Gotong-Royong
  4. Budaya Antri
  5. Kaulinan
  6. Tatanen

1. Babalang

Babalang adalah suatu tradisi atau kebudayaan yang hidup dan berkembang di Desa Tegaljugul dari zaman dahulu sampai sekarang. Babalang adalah suatu kegiatan membantu / ikut serta menyumbangkan tenaga sesuai dengan keahlian masing-masing pada acara hajatan (khitanan, pengantin dll), kegiatan membangun/memperbaiki rumah.

Bagi seorang ibu yang pandai memasak, maka ia akan babalang di dapur membantu koki yang sudah ditunjuk untuk menyediakan makanan dalam acara hajatan. Sedangkan ibu-ibu yang lainnya akan membagi tugas masing-masing sesuai dengan kabisanya, sehingga terbagi menjadi beberapa kelompok yang satu sama lainnya saling berkaitan dan saling menunjang.

Sementara Bapak-bapak akan mengerjakan pekerjaan lain yang sifatnya lebih berat dan membutuhkan tenaga yang besar seperti membuat panggung, membuat hawu salome, membelah kayu bakar, ngabedahkeun balong, menyiapkan air bersih dan lain-lain. Tradisi babalang ini mengandung makna yang sangat positif karena merupakan bentuk lain dari gotong-royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

2. Kesenian

Kasenian di Desa Sidamulya / Tegaljugul kawilang seueur rupa sareng bentukna, ngan hanjakal anu masih bertahan dugi ka kiwari kantun sababaraha hiji deui. Zaman kiwari seueur kasenian anu parantos punah kusabab eleh ku kesenian modern seperti HP, Game Online, PS, Game dingdong, Film-film DVD, Kartun dina TV jeung rea-rea deui. Diantawis kasenian ciri khas Tegaljugul nyaeta :

  1. Pencak Silat : Kasenian Pencak Silat ngarupikeun kasenian unggulan di Desa Tegaljugul, kapungkur waktos zaman kasepuhan Bapak Imong Mintarja (Alm) nami grupna teh Sirung Karuhun, ngarupikeun salah sahiji grup Pencak Silat anu diperhitungkeun di Kabupaten Kuningan dina setiap pasanggiri. Ayeuna namina gentos janten Putera Ciremai, kumargi telat ngadaftarkeun nami SIrung Karuhun ka Dinas Kabudayaan anu ternyata tos dianggo ku grup sanes. Sabaraha waktos kapengker pencak silat ibarat tatangkalan anu hidup segan mati tak mau, disebatkeun punah tapi aya keneh ari disebatkeun aya tapi kagiatanna melempem. Kasenian Pencak Silat pernah nyongcolang prestasina waktu jaman Pak Kumis/Pa Imong / Pa Mintarja almarhum nyaeta sepuhna Bapak Udi anu ayeuna janten pewaris Pusaka Sirung Karuhun. Saena Pencak Silat dilebetkeun kana kurikulum muatan lokal ti SD dugi ka Perguruan Tinggi supados ulah punah sapertos kasenian nu sanesna. Ayeuna alhamdulillah berkat sumanget para sepuh diantawisna Abah Udi, Abah Amin sareng sepuh-sepuh sanesna, Pencak Silat Putera Ciremai parantos ngabuktoskeun prestasi anu nyongcolang dina sababaraha pasanggiri janten juara.
  2. Wayang Golek : kasenian ieu ngarupikeun kasenian unggulan ti Desa Tegaljugul anu ngawitan diperkenalkeun ku Bapa Guru Almarhum. Generasi penerus wayang golek ieu aya dua nyaeta Dalang Sukra sareng Dalang Raskam, mung anu sempet nyongcolang ka mamana dugika tatar Sumedang nyaeta Bapak Dalang Sukra. Ngan hanjakal saatosna Bapa Dalang Sukra Muda ngantunkeun teu aya deui anu neraskeun.
  3. Calung : kasenian calung kiwari tinggal ngaran, teu aya anu neruskeun saprak ketua kelompok calungna Mang Kudil ngantunkeun sababaraha taun katukang. Leungitna penerus calung aya patula patalina sareng teu aya deui anu nanggap boh dina hajatan atanapi dina kagiatan agustusan. Saenamah kasenian calung dilebetkeun kana kurikulum muatan lokal di Sakola Dasar.
  4. Rudat/Genjring : nyaeta kasenian bela diri anu dikolaborasikeun jeung kasenian genjring. Kasenian ieu kiwari tos punah, teu aya generasi penerus anu neraskeun. Malah abdi oge mung terang namina hungkul, tapi ari kesenian genjring mah masih sempet ningali waktos alit. Kasenian genjring biasana sok dimaenkeun lamun bulan puasa, boh maen pasosore bari ngabuburit atawa lamun ngahudangkeun saur. Kasenian genjring anu ayeuna aya di masjid atawa tajug ukur dihirupkeun sataun sakali lamun mangsa bulan puasa, ari rudatna mah tos teu aya.
  5. Gembyung : hiji kasenian anu aya patula patalina sareng kagiatan muludan, baheula waktos abdi nuju alit kasenian gembyung diayakeuna di masjid. Peralatan gembyung bentukna meh mirip genjring tapi leuwih badag, ditabeuhna ku jalmi-jalmi sepuh bari macakeun barjanji. Kasenian gembyung kiwari tos punah kantun namina hungkul.
  6. Reog : kasenian reog kiwari tinggal ngaran, teu aya generasi penerusna. Sok sanajan aya mantan pemaen reog anu masih aya, tapi kusabab jarang anu nganggap ahirna ditinggalkeun.

3. Gotong-Royong

Gotong-Royong : kegiatan ini sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang terkenal dengan jiwa kebersamaan. Kegiatan gotong-royong di desa Tegaljugul lebih kental dan merambah berbagai kegiatan baik bersifat kepentingan individu (membuat rumah, ngajahul, membuat kolam, dll), maupun kepentingan bersama (membangun mesjid, sekolah, mushala, pos ronda dan lain-lain).

4. Budaya Antri

Budaya Antri, salah satu budaya yang mencerminkan jiwa orang Tegaljugul yaitu  mau ANTRI, Budaya ANTRI ini sangat terlihat terutama dalam hal : pembagian jatah air untuk nyiram tanaman (ngaboyor) saat musim kemarau (halodo) dikarenakan air tidak mencukupi maka untuk menyiram tanaman digilir untuk masing-masing desa mendapat jatah 1 hari dan desa lain tidak boleh mengganggu,  pembagian giliran mengantar penumpang (ojeg), pembayaran rekening listrik. dan lain-lain.

5. Kaulinan

Kaulinan Barudak mangsa kiwari geus rea anu tergeser ku kamajuan zaman jeung kamajuan Teknologi. Zaman baheula barudak biasa Tajong / Maenbal di lapangan kiwari bisa menbal di PS, teu kahujanan teu kakebulan tapi budak jadi kedul. Mangsa kuring keur leutik kaulinan anu biasa dipintonkeun kubarudak nyaeta :

  1. Boy-boyan (ucing-ucingan / ucing sumput cek urang Bandung mah):
  2. Eleng-elengan :
  3. Jajangkungan :
  4. Maen Pinci :
  5. Bebeletokan :
  6. Momobilan tina awi/kulit jeruk :
  7. Jiglong :
  8. Pawey Obor :
  9. Dorji :
  10. Kasti :
  11. Tajong :
  12. Kukudaan tina palapah Cau:
  13. Damdaman :
  14. Congklak :
  15. Bebeslakan (katapel) :
  16. Tatarucingan :
  17. Peperangan :
  18. Dadagangan (anjang-anjangan):
  19. Tok Lele (ti Linda) :
  20. Susumpitan (ti Dabon) :
  21. Adu Karet (ti Dabon) :
  22. Adu Gambar (ti Dabon) :
  23. Sosorodotan : biasana dina luhur batu gede (mun balik sok dicarekan da calana jadi soek)
  24. Ban-banan : make ban motor kurut diputerkeun ku cocolek bari nirukeun sora motor ngeng…ngeng…ngeng…

6. Tatanen

Tatanen merupakan budaya orang Tegaljugul untuk menanam tanaman baik di sawah maupun di darat. Tatanen ini merupakan mata pencaharian utama warga desa Tegaljugul, dari hasil Tani inilah mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam kegiatan Tatanen tersebut ada sebuah tradisi yang disebut MUPUHUNAN, tentang Mupuhunan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

MUPUHUAN

BAGI petani di Desa Tegaljugul khususnya dan beberapa daerah wilayah Kabupaten Kuningan, memiliki kebiasaan yang jarang dilakukan oleh petani di daerah lain pada saat musim tanam baik itu menanam bawang, padi, boled, dan semua proses tanam-menanam. Kebiasaan tersebut dikenal dengan istilah Mupuhunan.

Menurut Bapak Sardi (Alm), Mupuhuan sebenarnya asal katanya adalah Mupuhu-an berasal dari kata puhu (awal, ujung paling besar), bila diterjemahkan secara bebas Mupuhunan bisa diartikan mengawali kegiatan menanam (tandur;-Sunda) baik nanam padi, bawang, kacang, boled dan lain-lain. Karena kesulitan mengucapkan maka kata Mupuhuan terpeleset menjadi Mupuhunan. Kebiasaan seperti ini, sebenaranya merupakan warisan leluhur yang sudah jarang dilakukan oleh umumnya petani di desa Tegaljugul maupun di Kabupaten Kuningan.

Bapak Sardi sendiri, masih melaksanakan kebiasaan itu karena merasa terdorong untuk melestarikan tradisi leluhurnya yang dianggap mengandung nilai-nilai filosopi di dalam tradisi Mupuhunan tersebut. Memang, ada beberapa makna dalam tradisi ini, satu diantaranya mengajarkan petani agar tertib ketika mengawali proses menanam.

Pada saat melaksanakan tradisi Mupuhunan, yang petama kali dilakukan oleh petani yakni mengambil segenggam bibit padi dari lokasi persemaian. Selanjutnya bibit padi itu disemprot air melalui mulut petani sebanyak tiga kali. Setelah itu padi dibuat menjadi tiga sampai tujuh bagian. Menanam padi pertama yang dilakukan petani Desa tegaljugul tidak sembarangan, tapi terlebih dahulu petani membaca do’a seperti membaca lafadz bismillah, syahadat dan sholawat dengan tujuan agar padi yang ditanam itu hasilnya menggembirakan.

Selain berdo’a, lanjut biasanya petani pun membaca mantra dengan menggunakan bahasa Sunda yang antara lain berbunyi, Seja titip ka nu kagungan bumi, nu kagungan poe tujuh, sim abdi putuna Sang Kuwu Cirebon Girang seja melak Nyi. Pohaci, nyaeta akarna kawat, tangkalna beusi, daunna waja.

Boh bilih aya nu ngaganggu ti sisi ti gigir, neda pangjagakeun, pangraksakeun, siang sinareng wengina. Margi upami ieu pepelakan aya nu ngagunasika, tangtos Susuhunan Pangeran Cirebon bendu.

Usai membaca do’a dan mantra, bibit padi yang sudah dibagi tiga sampai tujuh bagian itu mulai ditanam di sawah. Setelah mupuhun selesai, baru bibit padi secara keseluruhan di tanam di sawah sesuai luasnya lahan tersebut.

Kebiasaan petani di Desa Tegaljugul, sebenarnya tidak saja sebatas mupuhunan, tapi ada tradisi disebut nyawen, yakni melaksanakan ritual saat padi tumbuh besar. Begitu pula tradisi saat panen atau mengangkut padi dari sawah. Tapi sekarang tradisi Mupuhunan sudah jarang dilakukan orang.

Transportasi

Untuk mencapai Desa Sidamulya sangat mudah, dikarenakan banyaknya transportasi yang bisa dipergunakan. Apabila menggunakan kendaraan pribadi bisa dijangkau dari Alun-alun Desa Jalaksana kurang lebih 2 KM (2.000 meter) ke arah Barat. Meskipun jalan menanjak namun sudah dihotmix dan sangat nyaman. Segarnya udara pegunungan akan sangat terasa sepanjang perjalanan. Hanya memerlukan waktu 10 menit saja sudah sampai di Alun-alun desa Sidamulya.

Apabila menggunakan kendaraan umum tinggal turun di Alun-alun Jalaksana dan melanjutkan dengan naik ojeg yang banyak menunggu di pangkalan ojeg alun-alun Jalaksana.

Pada saat arus mudik maupun arus balik lebaran Iedul Fitri, Desa Sidamulya merupakan salah satu desa yang dilalui jalur alternatif jurusan Cirebon - Ciamis atau sebaliknya.

Wisata Alam

Desa Sidamulya sendiri memiliki wisata alam yang sangat bagus diantaranya: Mungkal Bodas, Blok Bunut, Muhara, Pereng, Kebon Poek, Cinangsi, Batu Gede, Wisata Agro dan "Setu Tegaljugul" yang terletak di pereng.

Dari Sidamulya juga mudah sekali untuk mengakses tempat rekreasi lainnya seperti: Lembah Gunung Ciremai, Pemandian Cibulan, Lembah Cilengkrang, Sidomba, Balong Dalem dan lain-lain.

Setu Tegaljugul

 
Setu Tegaljugul yang indah dan sejuk

Tahun 2016 merupakan babak baru kemajuan pertanian di Desa Sidamulya karena mulai beroperasinya Setu Tegaljugul yang terletak di sebelah selatan Desa Sidamulya tepatnya di daerah sawah kidul (pereng). Setu yang merupakan embung air ini memiliki fungsi ganda, selain sebagai cadangan air di musim kemarau untuk mengairi wilayah sawah bugang dan cikuya, juga sebagai wahaya rekreasi murah bagi penduduk desa. Bahkan menjelang lebaran setu tersebut dibedahkeun dan penduduk desa diperbolehkan untuk mengambil ikannya.

(Editor: Rastono, Web: [2]

Referensi

  • (Indonesia) [3]