Pembatasan sosial terkait pandemi COVID-19 di berbagai negara

Selama pandemi COVID-19, tindakan pembatasan sosial atau social distancing diterapkan hampir di seluruh dunia untuk memperlambat penyebaran virus. Artikel ini akan memuat linimasa pembatasan sosial dari negara-negara yang menerapkannya.

Selama pandemi COVID-19 saat ini, jarak sosial dan tindakan terkait ditekankan oleh beberapa pemerintah sebagai alternatif dari karantina yang diberlakukan di daerah yang terkena dampak parah. Menurut pemantauan UNESCO, 160 negara telah menerapkan penutupan sekolah secara nasional sebagai tanggapan terhadap COVID-19, yang berdampak pada lebih dari setengah populasi siswa dunia.[1]

Banyaknya orang yang tidak percaya bahwa COVID-19 lebih buruk daripada flu musiman[2] menjadi salah satu alasan pembatasan sosial sulit dilakukan di beberapa negara. Masyarakat yang mengalami kesulitan secara ekonomi juga sulit untuk patuh dengan peraturan pembatasan sosial, tidak adanya jaminan dari negara untuk menopang hidup mereka sehingga secara terpaksa harus keluar rumah untuk mendapatkan penghasilan.[3]

Afrika

Tahun 2020 merupakan kali pertama umat Muslim di Afrika melakukan shoalat Idul Fitri di rumah. Larangan shalat berjamaah di masjid-masjid dan pemberlakuan jam malam membuat jutaan Muslim di Afrika merayakan Idul Fitri di bawah pembatasan yang ketat untuk mencegah virus corona.[4]

Pada tanggal 23 Maret 2020, Presiden Afrika Selatan Matamela Cyril Ramaphosa menetapkan kebijakan lockdown yang secara efektif dimulai pada tanggal 27 Maret 2020 hingga 16 April 2020.[5]

Dalam masa pembatasan sosial, kejahatan di Afrika Selatan turun hingga 40%. Kejahatan turun antara April - Juni 2020, termasuk kasus penyerangan seksual dan pembakaran. Namun, serangan terhadap toko minuman keras meningkat di masa pandemi. Kejahatan terkait properti - termasuk pembakaran dan kerusakan berbahaya - turun sebesar 29%.[6]

Brazil

Pada tanggal 19 April 2020, Presiden Brazil Presiden Jair Bolsonaro ikut dalam demonstrasi menentang adanya lockdown dalam upaya mencegah Covid-19. Jair Bolsonaro menyebut meminta kebijakan lockdown dicabut karena dinilai kebijakan tersebut bersifat "diktator". Jair Bolsonaro memecat Menteri Kesehatan Luiz Henrique Mandetta, yang mendukung langkah lockdown. Bolsonaro menganggap kebijakan karantina bakal menghantam ekonomi, di mana dia menyerukan agar perbatasan bisa dibuka lagi.[7]

Pada tanggal 11 Maret 2021, negara bagian Sao Paulo, Brazil, mengumumkan pemberlakuan pembatasan dalam upaya menurunkan kasus virus corona yang telah mengganggu sistem perawatan kesehatan negara bagian. Pembatasan tersebut termasuk menghentikan semua kegiatan olah raga.[8]

Indonesia

  1. ^ "COVID-19 Educational Disruption and Response". UNESCO (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Maret 2020. Diakses tanggal 15 Maret 2021. 
  2. ^ Fottrell, Quentin (31 Maret 2020). "'The attack rate is relatively high as there's no immunity to it.' Why coronavirus was never going to be just another flu". Market Watch (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15 Maret 2021. 
  3. ^ Dewi, Retia Kartika (16 April 2020). "Ini penjelasan mengapa masyarakat susah untuk tetap di rumah saat wabah corona". KONTAN (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 15 Maret 2021. 
  4. ^ Yolandha, Friska (25 Mei 2020). "Muslim Afrika Rayakan Idul Fitri dalam Pembatasan Sosial". Republika. Diakses tanggal 15 Maret 2021. 
  5. ^ "Himbauan Terkait Lockdown di Afrika Selatan". KJRI CAPE TOWN AFRIKA SELATAN. 26 Maret 2020. Diakses tanggal 15 Maret. 
  6. ^ Barak, Hariz (15 Agustus 2020). "Lockdown COVID-19 Bikin Angka Kejahatan di Afrika Selatan Menurun". Liputan6. Diakses tanggal 15 Maret 2021. 
  7. ^ Utomo, Ardi Priyatno (20 April 2020). "Ikut Demonstrasi Menentang Lockdown Covid-19, Presiden Brasil Batuk". Kompas.com. Diakses tanggal 15 Maret 2021. 
  8. ^ "Brazil Terapkan Lockdown di Sao Paulo". METROTVNEWS.COM. 12 Maret 2021. Diakses tanggal 15 Maret 2021.