Sidang IMC Whitby (1947)
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2016. |
Artikel ini tidak memiliki bagian pembuka yang sesuai dengan standar Wikipedia. (Oktober 2011) |
Sidang IMC di Whitby (1947) berada dalam situasi pasca-Perang Dunia II.[1] Realita yang ada adalah kebangkitan dari negara-negara bekas penjajahan. Hogg sendiri menyatakan bahwa sidang di Whitby ini merupakan reuni pertama persekutuan prostestan sedunia pada masa perang.[2] Sidang Whitby menyebutkan masalah misi atau persoalan evangelisme merupakan tugas utama gereja. Pada pemahaman sebelumnya telah ada pemahaman tentang misi yang ditetapkan pada posisi layaknya “anak yatim-piatu” ‘” orphaned missioned” seperti yang diungkapkan oleh Hogg. Evangelisme dianggap sebagai pusat penginjilan kristen sedunia sedangkan keesaan dilihat sebagai hal yang mendesak bagi hubungan antara gereja yang tua dan gereja yang muda. Maka alhasil sidang di Whitby ini mengantarkan konsep atau istilah baru dalam keesaan gereja yaitu “kemitraan dan kepatuhan”. Di dalam sidang Whitby misi tidak hanya dipahami sebagai hakikat saja akan tetapi misi dianggap sebagai pusat dari gereja tersebut. Seperti yang ada dalam tulisan seorang teolog missioner David J. Bosch, ia menyatakan bahwa melalui sidang ini konsep misi beralih dari “church-centric and society-centric mission” (tambaran) menjadi ” mission-centric church”, yang berarti bahwa pemahaman misi beralih dari misi yang terpusat pada gereja dan masyarakat ke gereja yang berpusat pada misi.