Dampak penyakit koronavirus 2019 sejauh ini berbeda antara laki-laki dan perempuan, baik dalam tingkat fatalitas akibat infeksi maupun pengaruhnya ke masyarakat.[1] Penelitian epidemiologis juga menunjukkan bahwa jenis kelamin, bersama dengan faktor usia dan komorbiditas, berhubungan dengan tingkat keparahan COVID-19.[2] Kematian akibat COVID-19 secara signifikan lebih tinggi pada pria. Rasio antara pria dan wanita yang terinfeksi COVID-19 berbanding tipis antara 1: 0,9.[3] Perbedaan ini bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain genetika, sosial, dan perilaku.[1]

Perbedaan kematian berdasarkan jenis kelamin

Hasil riset menunjukkan bahwa penyakit virus mempengaruhi laki-laki dan perempuan secara berbeda, hal ini dibuktikan dari penelitian tentang dampak gender dari Ebola, HIV, virus influenza, MERS, dan SARS. [4] Jumlah kematian pria dari SARS, MERS, dan sepsis akibat penyakit apapun dilaporkan lebih tinggi.[5]

Penyebab perbedaan dampak ini belum dapat diketahui secara pasti. Namun, ada kemungkinan dipicu oleh perbedaan kerentanan yang diakibatkan jenis kelamin secara biologis dan perilaku kesehatan berbasis gender, misalnya perilaku merokok dan kurang mencuci tangan pada pria.[6] Gaya hidup yang tidak sehat dapat menimbulkan penyakit penyerta, contohnya penyakit kardiovaskular dan diabetes, yang akhirnya bisa menimbulkan kematian pada pasien pria. Di samping itu, pengaruh sosial juga dapat mempengaruhi perbedaan gender dalam hal risiko paparan dan infeksi. Perempuan mungkin lebih banyak bekerja di sektor jasa/fasilitas kesehatan, sedangkan laki-laki lebih banyak bekerja di bidang-bidang pekerjaan yang berisiko tinggi.[7] Di tataran global, kondisi kesehatan pria umumnya memang buruk. Kondisi ini diperparah dengan keyakinan, norma, sikap, dan stereotip tentang maskulinitas yang dapat membahayakan kesehatan laki-laki. Sikap dan keyakinan ini menjadi hambatan sosial yang mencegah laki-laki mencari layanan medis saat sakit dan akhirnya menghadapi risiko yang lebih besar.[8] Dari sisi biologis, perempuan secara umum memiliki ketahanan fisik yang lebih baik, terlepas di masa pandemi ataupun tidak.[9]

Dampak gender COVID-19 pada kesehatan mental

Selain berdampak pada kesehatan fisik, pandemi juga dapat mempengaruhi kondisi mental. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Israel, perempuan cenderung menunjukkan perilaku berhati-hati dan merasakan emosi negatif dibandingkan laki-laki selama masa pandemi COVID-19.[10] Pandemi juga berkontribusi pada peningkatan jumlah kasus kekerasan domestik terhadap perempuan di seluruh dunia. Pembatasan fisik menghambat mereka untuk melarikan diri dan mencari pertolongan saat terjadi kekerasan di rumah.[11]

Dampak sosial ekonomi

Daftar referensi

  1. ^ a b Wenham, Clare; Smith, Julia; Morgan, Rosemary (2020-03-14). "COVID-19: the gendered impacts of the outbreak". The Lancet (dalam bahasa English). 395 (10227): 846–848. doi:10.1016/S0140-6736(20)30526-2. ISSN 0140-6736. PMID 32151325. 
  2. ^ Qin, Lu; Li, Xiaochen; Shi, Jing; Yu, Muqing; Wang, Ke; Tao, Yu; Zhou, Ying; Zhou, Min; Xu, Shuyun (2020). "Gendered effects on inflammation reaction and outcome of COVID-19 patients in Wuhan". Journal of Medical Virology (dalam bahasa Inggris). 92 (11): 2684–2692. doi:10.1002/jmv.26137. ISSN 1096-9071. PMC 7300463 . PMID 32497297. 
  3. ^ "Does gender influence clinical expression and disease outcomes in COVID-19? A systematic review and meta-analysis". International Journal of Infectious Diseases (dalam bahasa Inggris). 99: 496–504. 2020-10-01. doi:10.1016/j.ijid.2020.07.076. ISSN 1201-9712. 
  4. ^ Gupta, Alisha Haridasani (2020-04-03). "Does Covid-19 Hit Women and Men Differently? U.S. Isn't Keeping Track". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2021-03-20. 
  5. ^ Wittert, Gary; McLachlan, Robert (2020). "Covid-19: Spiking a focus on men's health". Obesity Research & Clinical Practice. 14 (4): 293–294. doi:10.1016/j.orcp.2020.08.004. ISSN 1871-403X. PMC 7437404 . PMID 32828210. 
  6. ^ Betron, Myra; Gottert, Ann; Pulerwitz, Julie; Shattuck, Dominick; Stevanovic-Fenn, Natacha (2020-07-02). "Men and COVID-19: Adding a gender lens". Global Public Health. 15 (7): 1090–1092. doi:10.1080/17441692.2020.1769702. ISSN 1744-1692. PMID 32436422. 
  7. ^ Islam, Nazrul; Khunti, Kamlesh; Dambha-Miller, Hajira; Kawachi, Ichiro; Marmot, Michael (Oktober 2020). "COVID-19 mortality: a complex interplay of sex, gender and ethnicity". European Journal of Public Health. 3 (5): 847–848. doi:https://doi-org.wikipedialibrary.idm.oclc.org/10.1093/eurpub/ckaa150 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  8. ^ Lancet, The (2019-11-16). "Raising the profile of men's health". The Lancet (dalam bahasa English). 394 (10211): 1779. doi:10.1016/S0140-6736(19)32759-X. ISSN 0140-6736. PMID 31741441. 
  9. ^ Moalem, Sharon (2020-04-02). "Opinion | Why Are So Many More Men Dying from Coronavirus?". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2021-03-20. 
  10. ^ Levkovich, Inbar (15 Januari 2021). "The impact of gender on emotional reactions, perceived susceptibility and perceived knowledge about COVID-19 among the Israeli public". International Health. doi:https://doi-org.wikipedialibrary.idm.oclc.org/10.1093/inthealth/ihaa101 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  11. ^ Taub, Amanda (2020-04-06). "A New Covid-19 Crisis: Domestic Abuse Rises Worldwide". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2021-03-20.