Mehmed II
Sultan Mehmed II (bahasa Turki Ottoman: محمد ثانى Meḥmed-i sānī, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (الفاتح), "sang Penakluk", dalam bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki; 30 Maret 1432 – 3 Mei 1481) merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawaduk setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di Ain Jalut melawan tentara Mongol).
Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq.
Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.
Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajud sejak baligh. Hanya Sultan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan solat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.
Muhammad Al Fatih II
Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.” [H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]
Kota Konstantinopel
Kekaisaran Romawi terpecah dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium atau Constantinople yang kini menjadi Istambul. Perpecahan tersebut sebagai akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu.
Istambul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu kota termasyhur dunia. Kota ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Usmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara.
Kota ini didirikan tahun 330M oleh Maharaja Bizantium yakni Costantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah SAW juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah pada perang Khandak.
Banyak penguasa atau bangsa mengincar kota ini untuk dikuasai termasuk bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar, Arab-Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem. Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas.
Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Kostantinopel. Upaya pertama dilakukan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun gagal dan salah satu sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. gugur. Sebelumnya Abu Ayyub sempat berwasiat jika ia wafat meminta dimakamkan di titik terjauh yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Dan para sahabatnya berhasil menyelinap dan memakamkan beliau persis di sisi tembok benteng Konstantinopel di wilayah Golden Horn.
Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190H. Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656H, usaha menawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arslan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos, tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.
Sejak Sultan Murad I, Turki Utsmani dibangun dengan kemiliteran yang canggih, salah satunya adalah dengan dibentuknya pasukan khusus yang disebut Yanisari. Dengan pasukan militernya Turki Utsmani menguasasi sekeliling Byzantium hingga Constantine merasa terancam, walaupun benteng yang melindungi –bahkan dua lapis– seluruh kota sangat sulit ditembus, Constantine pun meminta bantuan ke Roma, namun konflik gereja yang terjadi tidak menelurkan banyak bala bantuan.
Sultan Muhammad Al- Fatih II (Sang Penakluk)
Muhammad II (30 Maret 1432 - 3 Mei 1481) terkenal dengan julukan Al-Fatih (sang Penakluk). Dia adalah penguasa Kesultanan Turki Usmaniah. Pada awalnya, sultan ini memangku kekuasaannya hanya dalam jangka waktu singkat, yakni dari tahun 1444 hingga 1446. Lima tahun kemudian, ia bertahta lagi (1451-1481).
Dialah sultan Turki pertama yang mengklaim sebagai kalifah, pemimpin tertinggi umat Muslim se-dunia. Namanya tercatat dalam sejarah saat berhasil menumbangkan kekuasaan Kekaisaran Bizantium setelah menduduki Konstantinopel tahun 1453 melalui pertempuran yang amat terkenal, Perang Konstantinopel.
Selepas Daulah Usmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Kostantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih, sultan ke-7 Daulah Usmaniyah.
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Kostantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota kota tadi.
Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Ismail Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya.
Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sultan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Alquran dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Alquran, hadis, fikih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.
Persiapan Penyerangan Konstantinopel
Syeikh Semsettin meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadis pembukaan Kostantinopel. Ketika naik takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel. Sejarawan Islam, Ismail Hami Danshbund, yang hidup sezaman dengan Sultan Muhammad Al Fateh melukiskan, sejak menaiki singgasananya Sultan harus rela 'begadang' setiap malam guna mempelajari peta dan keadaan Kota Konstantinopel guna mencari strategi yang jitu untuk penyerangan. Sultan juga mempelajari lokasi-lokasi mana yang cocok untuk pertahanan dan mencoba menemukan titik-titik kelemahan musuh.
Selain itu, Sultan juga mencoba mengevaluasi kegagalan pasukan Islam sebelumnya. Tak cuma itu, ia terlibat diskusi dengan para pembantunya untuk menemukan strategi terbaik. Sultan juga memerintahkan para insinyur untuk membuat peralatan atau fasilitas pendukung penyerbuan. Para insinyur itu membuat meriam dam bom 'raksasa'. Persiapan pun dilakukan. Sultan berhasil menghimpun sebanyak 150 ribu tentara. Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah SAW terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.
Awalnya, beberapa penasihat militernya tidak terlalu yakin akan keberhasilan serangan kali ini. Mereka antara lain, masih belum percaya akan kemampuan sultan muda tersebut dalam mengorganisasikan pasukan. Apalagi, Konstantinopel terkenal sulit ditaklukkan. Rintangan yang menghadang juga tak main-main. Kota itu dikelilingi tembok pertahanan kuat. Untuk mengisolasinya juga sulit, kecuali melalui jalur laut.
Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih bersama gurunya, syaikh Aaq Semsettin, beserta tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Sehari sebelum memulai serangan, di hadapan tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah SWT. Dia juga membacakan ayat-ayat Alquran mengenainya serta hadis Nabi SAW tentang pembukaan kota Konstantinopel. Juga menyerukan bahwa mereka tengah menjalankan perang suci sebagaimana telah dilakukan para pendahulu. Melalui pidato yang berapi-api, sultan ini sanggup membangkitkan semangat dan moral pasukan Turki Ottoman. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah SWT.
Jalannya Pertempuran
Dengan berbekal 150.000 ribu pasukan dan meriam buatan Urban –teknologi baru pada saat itu– Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang. Constantine Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa. Atas penolakan itu dimulailah penyerang ke benteng kota Konstantinopel.
Begitu tentara Islam mencapai dinding-dinding pertahanan kota, Sultan memerintahkan pasukannya untuk mengumandangkan adzan dan mendirikan shalat berjamaah. Demi menyaksikan 150 ribu pasukan Muslim shalat di belakang pemimpinnya dengan suara takbir yang menggema, pasukan Byzantium yang Kristen itu mulai kecut dan cemas. Mental mereka jatuh.
Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan merubuhkan langit kota itu.. Pasukan Muslim membombardir kota selama 48 hari lamanya.
Ketika Raja Constantine merasa terdesak, dia lalu meminta bantuan paus yang kemudian mengirimkan lima kapal berisi senjata, perbekalan, dan tentara guna memperkuat moral pasukan Byzantium. Mereka gembira menyambut bantuan ini.
Namun, kegembiraan mereka tidak berlangsung lama. Pagi berikutnya, mereka dikejutkan oleh kehadiran 80 kapal musuh di dalam teluk Bosporus. Sultan dengan ketajaman strateginya membawa kapal-kapal itu menghadang laju kapal kiriman paus itu. Kapal-kapal bantuan paus ini dihujani artileri pasukan Ottoman. Dan merekapun terbakar. Tapi ini tak membuat Constantine menyerah begitu saja.
Selain itu, Sultan meminta pasukan untuk menyiapkan senjata-senjata rahasia hasil bikinan para insinyurnya. Senjata rahasia ini berupa sebuah menara raksasa yang bisa digerakkan ke mana saja. Menara yang bisa menampung ratusan tentara di dalamnya ini tingginya melebihi tinggi benteng/tembok kota Konstantinopel. Senjata rahasia ini membuat bulu kuduk pasukan Byzantium berdiri. Sebab, mereka mengira tentara Muslim dibantu oleh 'setan-setan'.
Setelah pasukan Islam berhasil menjebol benteng bagian tengah, pasukan Kristen berhasil merusak 'menara yang bergerak' dengan melempari zat-zat kimia. Kendati demikian, pertahanan kota mulai melemah. Ketakutan membersit di wajah para tentara Byzantium.
Malam harinya, pasukan Bizantium menghabiskan waktunya di dalam gereja. Mereka berdoa agar Tuhan mengirimkan bala bantuannya agar Konstantinopel selamat dari pasukan Muslim. Saat yang bersamaan, Sultan menghabiskan malamnya untuk memotivasi para tentaranya dengan mengingatkan mereka akan hadits Nabi di atas, dan berdoa mengharap kemenangan dari Allah.
Paginya, pasukan Islam kembali menyerang. Mereka memanjati dinding dengan tangga atau melompat dari dalam 'menara-menara', Mereka menghujani benteng bagian dalam kota dengan meriam-meriam. Tetapi, penyerangan ini tak membuahkan hasil. Pasukan Byzantium dengan gagah berani mempertahankan kotanya. Ribuan tentara Muslim gugur sebagai syuhada. Ketika Sultan menyaksikan hal ini, dia lalu memerintahkan pasukannya untuk mundur.
Sembari mundur Sultan meminta pasukannya untuk terus membombardir kota hingga waktu tengah hari. Tentara Muslim kembali menyerang dan beberapa Mujahidin dapat memasuki kota. Yang pertama kali dapat memasuki kota adalah Hasan Ulu Badi dengan 30 anak buahnya. Namun, mereka semuanya gugur menjadi syuhada ketika ratusan anak panah menghujani mereka dari segala penjuru. Demi melihat hal ini pasukan Muslim kemudian mulai mundur, dan bahkan mereka nyaris mengambil langkah seribu.
Pada kondisi kritis inilah Al Fateh tampil ke depan. Ia membangkitkan semangat para tentaranya dengan mengisahkan keberanian pasukan Nabi saat perang Uhud. Sembari mengutip hadits Sultan berseru, Anakku, di sini saya siap untuk mati di jalan Allah, barangsiapa yang menginginkan kesyahidan, mari ikuti saya. Sejenak kemudian, tentara Muslim yang tadinya hendak mundur kembali menyerbu mengikuti Sultan laksana banjir bandang yang membobol pertahanan kaum Kuffar.
Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah SWT. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan zikir.
Kota dengan benteng 10m-an tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit selebar 7m. Dari sebelah barat melalui pasukan altileri terus menerus dibombardir (antara lain menggunakan kanon ukuran besar, panjang 28 kaki, kaliber 8 inci) benteng setebal dua lapis, dari arah selatan laut Marmara pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat. Berhari-hari hingga berminggu-minggu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah pasukan Constantine mampu mempertahankan celah tersebut dan dengan cepat menumpuk kembali hingga tertutup.
Untuk bisa menyerbu kota, Sultan memerintahkan pasukannya untuk membuat terowongan bawah bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki wilayah selat Golden Horn. Kapal-kapal tersebut ditarik dengan tenaga kuda dan manusia melewati jalur rel yang dilumuri lemak sapi.
Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jamadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 setelah sehari istirahat perang Muhammad II kembali menyerang. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yanisari. Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan. Tentara Usmaniyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Usmaniyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.
Takluknya Konstantinopel
Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Islam, Yahudi ataupun Kristen. Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.
Penaklukan Konstantinopel, menurut Sultan Muhammad II, amatlah penting bagi masa depan kesultanan Usmaniyah. Terbukti kemudian, selama berabad-abad, kesultanan Usmaniyah dapat mempertahankan pengaruh mereka di daratan Eropa Timur. Tak hanya Konstantinopel, beberapa wilayah penting lainnya juga dapat dikuasai seperti Anatolia dan kawasan Balkan. Invasi terhadap Konstantinopel serta keberhasilan kampanye melawan kerajaan-kerajaan kecil di Balkan dan wilayah Turki di Anatolia, menghadirkan kejayaan bagi Kesultanan Usmaniyah.
Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah –terutama sekolah untuk kepentingan administratif kota– secara gratis, siapa pun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, bahkan rumah diberikan gratis kepada para pendatang yang bersedia tinggal dan mencari nafkah di reruntuhan kota Byzantium tersebut. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istambul, dan pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan.
Sultan Muhammad II terkenal sebagai penguasa yang rendah hati. Selama menduduki satu kawasan, utamanya di Konstantinopel, misalnya, dia menjalankan praktik yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat saat menaklukkan wilayah musuh. Sesuai ajaran Rasul, dia pun memperlakukan orang-orang taklukan dengan baik. Tidak ada perlakuan semena-mena.
Di setiap kota yang diduduki, Sultan Muhammad II selalu berusaha mengembalikan fungsi bangunan yang rusak karena perang dan juga mendirikan rumah tempat tinggal layak huni. Untuk menjalankan roda kegiatan sehari-hari, Sultan menunjuk salah seorang tokoh masyarakat setempat sebagai walikota.
Pengaruh kekuasaan walikota tersebut hanya terbatas pada warga beragama Kristen, tidak termasuk komunitas Genoa dan Venesia di daerah pinggiran serta pendatang Muslim maupun Yahudi. Metode Sultan ini dengan kata lain mengizinkan kuasa tak langsung kepada warga Bizantium Kristen dan sekaligus juga pengaruh lebih luas pada penguasa Usmaniyah.
Hal tersebut berlaku sampai kemudian Sultan memperbarui sistem pemerintahan di kota itu, menggantinya menjadi ibukota Turki Usmaniyah hingga tahun 1920-an. Begitu pula ketika keberhasilan kampanyenya terhadap kawasan Otranto di sebelah selatan Italia, Sultan Muhammad II sempat pula mengumpulkan para humanis Italia dan ilmuwan Yunani guna berdiskusi. Hal lain yang dilakukannya adalah tetap memfungsikan Gereja Bizantium, menawarkan pada para sarjana menerjemahkan ajaran-ajaran Kristen ke dalam bahasa Turki dan meminta Gentile Bellini dari Venesia melukis dirinya.
Sejarah pun mencatat, Sultan Muhammad II adalah sultan pertama yang mengkodifikasikan hukum kriminal dan konstitusi jauh sebelum Sultan Sulaiman. Di samping itu, dia pula yang mengembangkan citra klasik kesultanan Usmaniyah yang otokrasi (padishah). Setelah kejatuhan Konstantinopel, dia mendirikan sejumlah universitas dan perguruan tinggi, yang beberapa di antaranya masih berdiri sampai sekarang.
Kutipan atas Mehmed II
- "Konstantinopel akan ditaklukkan oleh tentara Islam. Rajanya adalah sebaik-baik raja & tentaranya adalah sebaik-baik tentara" (Nabi Muhammad)
- "Aku mendengar baginda Rasulullah S.A.W mengatakan seorang lelaki soleh akan dikuburkan di bawah tembok tersebut & aku juga ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja yang mana dia akan memimpin sebaik-baik tentara seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda" (Abu Ayyub al-Anshari kepada panglima Bani Umayyah)
Didahului oleh: Murad II Murad II |
Sultan Utsmaniyah 1444–46 1451–81 |
Diteruskan oleh: Murad II Bayezid II |