Piil Pesenggiri

falsafah masyarakat Lampung, Indonesia
Revisi sejak 10 April 2021 03.26 oleh Yordansyah (bicara | kontrib) (Penyermpurnaan pengertian halaman falasafah Piil Pesenggiri)

Pi'il Pesenggiri (Pasunggiri, Pusanggiri) merupakan pandangan hidup dari masyarakat Suku Lampung. Kata Pi’il mengandung pengertian pendirian atau prinsip yang dipertahankan. Dan kata Pesenggiri merupakan pelafalan Ulun Lampung terhadap peristiwa Pasunggiri dalam perang Majapahit-Bedahulu pada tahun 1343. Maka pengertian dari Pi’il Pesenggiri adalah sebuah pendirian atau prinsip yang dipertahankan mengacu pada peristiwa Pasunggiri dimasa Majapahit. Pi’il Pesenggiri kemudian diwariskan dalam bentuk cerita nasehat dan ajaran pada sastra tradisional seperti berbagai jenis pantun masyarakat Lampung secara turun-temurun. Serta tertulis dalam kitab adat Kuntara Raja Niti yakni kitab adat yang digunakan oleh Sai Batin dan Punyimbang masyarakat Lampung yang telah ditulis pada era Majapahit.

Sejarah Pi'il Pesenggiri

Dalam upaya membantu penaklukan Mahapatih Majapahit Gajahmada terhadap kerajaan Bedahulu Bali. Uparaja Adityawarman membawa 2500 pasukan menyerang Pulau Bali. Pasukan besar tersebut direkrut dari Palembang hingga Lampung. Pada mulanya penyerbuan dilakukan sebagaimana perang pada umumnya, yakni menggunakan kekerasan seluas-luasnya yang dinilai efektif dalam mengintimidasi dan menaklukan musuh. Namun perlawanan masyarakat Bali yang salah satunya dipimpin oleh Arya Pasunggiri sangatlah hebat, sehingga mampu menahan serangan Adityawarman beberapa hari. Maka ketika Arya Pasunggiri menyerah kalah, Adityawarman tidak memberi ampun dan langsung membunuhnya. Peristiwa pembunuhan Arya Pasunggiri yang sudah menyerah namun tetap dibunuh membuat Ratu Majapahit Tribhuwana Wijayatunggadewi marah.

Piil Pesinggiri merupakan pandangan hidup atau adat yang di pakai oleh orang Lampung atau masyarakat Lampung sebagai pandangan hidup.[1] Kata Piil bersumber dari Bahasa Arab yang berarti perilaku dan Pesinggiri yang berarti bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, tahu hak dan kewajiban.[2]

Unsur piil pesinggiri adalah :

  1. Juluk-Adek, yang bermakna senantiasa menjaga nama baik dalam wujud perilaku di kehidupan bermasyarakat sehari-hari
  2. Nemui-Nyimah, yang bermakna memilki rasa kepedulian sosial dengan sesama serta setia kawan.
  3. Nengah-Nyampur, yang bermakna menyelesaikan sesuatu dengan musyawarah mufakat dan dengan penuh rsa tanggung jawab.
  4. Sakai Sambayan, yang bermakna saling tolong menolong dan saling menghargai antara satu sama lain.
  5. Tittie-Gemattie, yang bermakna bersikap sopan santun dan mengutamakan kebaikan[2]

Nilai-nilai piil pesinggiri merupakan pandangan atau aturan sebagai undang-undang tidak hanya sekedar berupa pemikiran atau konsep, melainkan sebagai sistem nilai yang dirujuk dan diinternalisasi oleh masyarakat. Hal penting dan signifikan dari piil pesinggiri yang sejajar dengan konsep kehormatan dan harga diri yang sangat penting, karena memiliki kesucian, prestise, kemuliaan dan keagungan (sacred, prestige, radiance, glory, presence).[1]

Catatan Kaki

  1. ^ a b Dwiari Ratnawati, Lien (2018). pENETAPAN wARISAN bUDAYA tAKBENDA iNDONESIA tAHUN 2018. Jakarta: dIrektorat Jendraln   Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 107. 
  2. ^ a b abdulsyani. "FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT LAMPUNG SEBUAH WACANA TERAPAN | Socius + Logos" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-06.