Cagar Alam Karaenta
Cagar Alam Karaenta merupakan bagian dari Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung dan terletak di kawasan hutan dan karst Maros yang dilindungi oleh pemerintah. Cagar alam ini dikelola oleh Balai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah Daerah Kabupaten Maros. Secara letak astronomis, Cagar Alam Karaenta terletak di koordinat 119°51’59” BT dan 4°37’08” LS dan secara administratif pemerintahan, cagar alam ini terletak di Kecamatan Simbang & Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros. Pada Juli–Oktober 1857, Alfred Russel Wallace melakukan eksplorasi di Maros. Tahun 1869, ia mempublikasikan “The Malay Archipelago”. Setelahnya, banyak peneliti melakukan penelitian di wilayah Maros. Pada 1980, di kawasan Karst Maros-Pangkep telah ditunjuk atau ditetapkan lima unit kawasan konservasi seluas ± 11.906,9 Ha, yaitu Taman Wisata Alam Bantimurung, Taman Wisata Alam Gua Pattunuang, Cagar Alam Bantimurung, Cagar Alam Karaenta, dan Cagar Alam Bulusaraung.
Cagar Alam Karaenta | |
---|---|
Lokasi di Sulawesi | |
Letak | Sulawesi Selatan, Indonesia |
Kota terdekat | Kota Turikale (11 km) Kota Makassar (26 km) |
Koordinat | Kecamatan Simbang & Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia_ 4°37′8″S 119°51′59″E / 4.61889°S 119.86639°E |
Luas | 1.000 Ha |
Didirikan | 1980 |
Pihak pengelola | Balai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros |
Cagar Alam Karaenta memiliki luas 1000 ha yang berjarak 11 km dari Kota Turikale dan 26 km dari Kota Makassar. Cagar alam ini memiliki 200 jenis tanaman dan lumut-lumutan, namun bukan itu yang menyebabkan cagar alam ini terkenal. Cagar alam ini dikenal sebagai rumah bagi satwa endemik Sulawesi, yaitu kera hitam sulawesi (Macaca maura). Macaca Maura adalah kera yang berwarna hitam dan tidak memiliki ekor. Kera ini tergolong dalam kera yang liar karena mendengar suara sedikit saja kawanannya pun akan lari untuk bersembunyi di hutan. Oleh karena itu tidak semua orang beruntung untuk melihatnya ketika datang ke Cagar Alam Karaenta. Untuk dapat melihat Macaca maura dibutuhkan bantuan dari pawangnya/polisi hutan yang dikenal dengan sebutan Jagawana. Cagar Alam Karaenta adalah kawasan hutan yang dilindungi karena kawasan hutan ini tempat berdiamnya berbagai macam spesies flora dan fauna, dan juga berbagai keanekaragaman hayati yang biasanya digunakan untuk penelitian ilmiah. Selain sebagai tempat berdiamnya flora dan fauna, hutan yang ada di cagar alam ini juga berfungsi sebagai tempat menampung cadangan air bawah tanah.
Potensi dan daya tarik
Cagar Alam Karaenta memiliki potensi-potensi seperti keunikan flora dan fauna yang khas dan kemudahan aksesbilitas untuk mencapai kawasan ini. Kawasan ini dikenal pula sebagai Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta adalah kawasan hutan yang dilindungi karena selain berfungsi sebagai daerah cadangan air bawah tanah, juga menjadi habitat berbagai spesies flora dan fauna endemik dan langka sebagai sumberdaya hayati yang bermanfaat untuk kepentingan penelitian. Cagar alam ini adalah laboratorium alam yang menawarkan beragam ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang menarik. Dengan kekayaan alam flora dan fauna, dan kehidupan ekosistem endemik. Menjadikan cagar alam ini sebagai tujuan utama penelitian alam dan ekosistem. Tercatat, banyak peneliti telah menetap selama beberapa tahun di Karaenta, untuk meneliti monyet yang tak berekor (Macaca maura). Yang paling terkenal adalah Prof. Kunio Watanabe dari Universitas Kyoto. Dia meneliti sejak 1980-an hingga akhir 1990-an. Hasil penelitiannya digunakan pemerintah untuk mempelajari cara-cara pelestarian spesies. Selain Watanabe, juga tahun 2010 ada ilmuan dari San Diego University Dr. Erin PhD dan peneliti dari Italia, DR Monica. Bagi para pecinta lingkungan atau peneliti yang haus akan ilmu alam, Kawasan Pengamatan Satwa merupakan tempat yang cocok untuk dikunjungi. Salah satu daya tarik kawasan ini karena memiliki gua yang panjangnya mencapai 2.200 m dan merupakan habitat ideal bagi kera jenis Macaca Maura. Spesies ini merupakan hewan yang dilindungi dan menjadi aset nasional mengingat populasi dan habitatnya yang sudah tergolong langka. Jenis kera ini sangat unik karena ia bersahabat dan dapat dipanggil kapanpun dengan bantuan Jagawana. Panorama alamnya yang indah dan kekayaan flora dan fauna serta letaknya yang strategis. Cagar Alam Karaenta yang terletak di Kecamatan Cenrana ini, semakin populer dan ramai dikunjungi wisatawan. Terdapat pula Gua Salukang Kallang dan sungai yang indah membelah gunung sampai ke Danau Toakala. Objek wisata ini termasuk kawasan hutan yang dilindungi. Lokasinya tak jauh dari kawasan wisata alam Bantimurung. Sebagai kawasan hutan lindung, daerah wisata ini banyak didatangi pengunjung, khususnya mahasiswa pencinta alam atau anggota masyarakat yang sedang melakukan riset atau penelitian ilmiah. Di area cagar alam ini terdapat beraneka ragam flora dan fauna sebagai sumber daya hayati sekaligus merupakan aset nasional yang tak ternilai harganya. Yang menarik, dalam kawasan hutan lindung yang cukup luas ini terdapat pula sebuah gua dan binatang kera jenis Macaca Maura yang sudah langkah. Kera kera ini tidak menakutkan dan cukup bersahabat dengan para jagawana kawasan ini.
Lokasi
Aksesbilitas
Untuk mencapai cagar alam ini, dapat diakses dengan kendaraan roda dua ataupun roda empat melalui Jalan Poros Camba di wilayah Kecamatan Simbang. Selanjutnya diakses dengan perjalanan kaki hingga sampai di pusat cagar alam ini. Jalan Poros Camba merupakan satu-satunya jalan utama yang menghubungkan wilayah Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone dan jalan ini pula melintasi wilayah Cagar Alam Karaenta.
Flora
Spesies tumbuhan Classis Dicotyledoneae berkhasiat obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Karaenta
No. | Famili | Spesies | Nama Lokal | Nama Indonesia | Bagian yang Digunakan | Khasiat/Obat |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | Acanthaceae | Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees. | Samburoto | Sambiloto | Daun | Panas/Demam |
2 | Anacardiaceae | Dracontomelon mangiferum BL | Ba'do | Dahu | Batang | Diare (Mencret) |
3 | Annonaceae | Annonaceae muricata L. | Serikaja | Sirsak | Daun | Kanker, Putih-putih pada lidah |
4 | Apiaceae | Centella asiatica L. | Pagaga' | Tapak kuda | Daun | Panas/Demam, Sakit kepala |
5 | Apocynaceae | Alstonia scholaris (L.) R.BR. | Kaju rita' | Pulai | Daun | Penyakit kulit (kurap) |
Batang (kulit) | Diare (mencret) | |||||
Batang (getah) | Sakit gigi | |||||
6 | Asteraceae | Elephantopus scaber L. | Tapak liman | Tapak liman | Daun | Panas/demam, Wasir/ambeien |
7 | Asteraceae | Eupatorium odoratum L. | Kopasanda | Kirinyu | Daun | Luka luar/dalam |
8 | Caesalpiniaceae | Cassia alata L. | Galinggang | Ketepeng | Daun | Penyakit kulit (panu) |
9 | Salisb. Crassulaceae | Bryophyllum calicinum | Taha' | Cocor bebek | Daun | Panas/demam, Bisul |
10 | Cucurbitaceae | Momordica charantia L. | Pare' | Paria | Daun | Panas/demam, Batuk |
11 | Willd. Eeuphorbiaceae | Aleurites moluccana (L.) | Sapiri | Kemiri | Daun | Panas/demam, Sakit kepala |
12 | Euphorbiaceae | Euphorbia hirta L | Patikan kebo | Patikan kebo | Daun | Asma (bengek) |
13 | Euphorbiaceae | Jatropa curcas L. | Pallang kaliki | Jarak | Daun | Panas/Demam |
Biji | Pencuci perut | |||||
14 | Euphorbiaceae | Phyllanthus niruri L. | Maniran | Meniran | Daun | Panas/Demam |
15 | Benth. Lamiaceae | Coleus scutellarioides (L.) | Saru-saru | Miyana | Daun | Panas/Demam, Maag |
16 | Lamiaceae | Hyptis suaveolens (L.) Poit. | Simambu | Hiptis | Daun | Luka luar (lecet), Mencegah infeksi |
17 | Lamiaceae | Ocimum bacilicum L.F citratum Back |
Kemangi | Kemangi | Daun | Panas/demam, Bau mulut dan bau badan |
18 | Benth. Lamiaceae | Orthosiphon stamineus | Kumis kucing | Kumis kucing | Daun | Kencing batu |
19 | King. Meliaceae | Swietenia macrophylla | Mahoni | Mahoni | Batang (kulit) | Demam berdarah (DBD) |
20 | Menispermaceae | Tinospora crispa Miers. | Brotowali | Brotowali | Batang | Malaria |
21 | Moraceae | Artocarpus altilis (Park.) | Bakara' | Sukun | Daun | Liver (hati) |
22 | Moraceae | Ficus septica Burm. f. | Tobo-tobo | Awar-awar | Daun | Panas/demam, Asma (bengek) |
23 | Myrtaceae | Psidium guajava L. | Paratugalla | Jambu biji | Daun | Diare (mencret) |
24 | H.B.R. Piperaceae | Peperomia pellucida (L.) | Daun kaca-kaca | Daun kaca-kaca | Daun | Kram |
25 | Piperaceae | Piper canicum BL. | Sirih hutan | Sirih hutan | Daun | Maag |
26 | Sterculiaceae | Kleinhovia hospital L. | Paliasa | Paliasa | Daun | Kuning, Panas dalam |
27 | Solanaceae | Solanum torvum Swartz. | Takokak | Terong hutan | Daun | Batuk, Sakit gigi |
28 | Verbenaceae | Clerodendrum paniculatum L. | Pagoda merah | Pagoda merah | Akar | Nyeri rematik |
Daun | Luka luar | |||||
Bunga | Insomnia, Anemia | |||||
29 | Verbenaceae | Lantana camara L. | Tai-tai manu | Tahi ayam | Daun | Luka luar/dalam |
Galeri foto
-
Potret lain Macaca maura di Cagar Alam Karaenta.
-
Potret lain Macaca maura di Cagar Alam Karaenta.
Lihat pula
Referensi
- ^ Z, Fahrul (Oktober 2016). "Lewat Cagar Alam Hutan Karaenta". www.marosfm.com. Diakses tanggal 17 April 2021.
- ^ Elis Tambaru Jenis-Jenis Tumbuhan Dicotyledoneae Berpotensi Obat dimanfaatkan Oleh Masyarakat di Cagar Alam Karaenta Bantimurung Bulusaraung Kabupaten Maros. Prosiding Seminar Nasional from Basic Science to Comprehensive Education, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar, 2016. Hlm. 147-148