Wanarata, Bantarbolang, Pemalang

desa di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah


Wanarata adalah desa di kecamatan Bantarbolang, Pemalang, Jawa Tengah, Indonesia.

Wanarata
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPemalang
KecamatanBantarbolang
Kode pos
52352
Kode Kemendagri33.27.06.2002 Edit nilai pada Wikidata
Jumlah penduduk1117jiwa10.990jiwa
Peta
PetaKoordinat: 7°6′12″S 109°24′11″E / 7.10333°S 109.40306°E / -7.10333; 109.40306

Wanarata sendiri diduga adalah desa warisan dari Kerajaan Majapahit, Pasundan serta Mataram. Sebagai bukti dari logat bicara setiap dusun berbeda-beda, inilah suatu keunikan tersendiri yang dimiliki oleh Desa Wanarata.

Wanarata adalah sebuah desa yang sekaligus menjadi ikon dan simbol untuk dukuh disekitarnya, dan juga menjadi pusat kelurahan desa. Wanarata sekitar tahun 1932 masih menganut ajaran Hindu, faktanya kemudian dengan datangnya Syekh Gribig, Mbah Nurul Salam, Mbah Soma, Mbah Gudang, Mbah Sirut, Mbah Anggrek mereka mengajarkan ilmu islam disekitar Desa Wanarata.

Genteng adalah salah satu dari produk yang dihasilkan Desa Wanarata, selain hasil pertanian padi. Desa ini dihimpit oleh dua sungai, sehingga menjadi tempat yang indah dan subur.

Wanarata terdiri atas 10 dukuh yaitu Dukuh Gudang, Dukuh Benteng-Karangsari, Dukuh Krajan III, Dukuh Krajan IV, Dukuh Krajan V-Kalisirem, Dukuh Lenggak, Dukuh Kedungsambi, Dukuh Guluk, Dukuh Mulyoharjo dan Dukuh Karangpucung.

Masuknya Agama Islam di Desa Wanarata

Sekitar sebelum tahun 1610 (diambil dari tahun riwayat Pangeran Agiyana Majalangu) di desa ini masih menganut ajaran Hindu, dan sebagian besar lagi mereka memeluk agama nenek moyang. Memang sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, agama kepercayaan para raja-raja terdahulu adalah Hindu Budha. Jadi tidak mustahil bilamana kedua agama tersebut sangat mengakar di masyarakat. Namun berkat keislaman Raden Brawijaya V setelah masuk Islam oleh Raden Said atau Sunan Kalijaga, sebagian besar rakyat Majapahit akhirnya memeluk Islam.

Syekh Ageng Gribig atau Syekh Maulana Maghribi

Penyebaran Islam di wilayah Desa Wanarata tidak luput dari perjalanan Syekh Ageng Gribig/ Syekh Maulana Maghribi ke Gunung Slamet. (Asal usul nama Gunung Slamet)

Konon di Negara Rum, bertahta seorang Pangeran bernama Syekh Maulana Maghribi berasal dari Turki dia adalah seorang ulama dan juga Keturunan Rosulullah/ Awaliyin. Pada waktu fajar menyingsing, setelah beliau melakukan kewajibannya selaku orang muslim, terlihatlah oleh beliau cahaya terang misterius bersinar disebelah timur menjulang tinggi di angkasa.

Terdorong oleh perasaan ingin mengetahui tempat darimana cahaya terang misterius itu datang dan makna dari cahaya terang tersebut, maka timbullah niat dan itikad yang kuat di dalam sanubarinya dan mencari tempat yang dimaksud. Seorang sahabatnya bernama Haji Datuk dipanggil dan diperintahkan supaya para hulubalang dan bala tentaranya menyiapkan armada dengan segala perlengkapannya untuk berlayar menuju kearah datangnya cahaya misterius tersebut. Maka,berangkatlah si Pangeran bersama-sama dengan sahabatnya itu 298 (dengan dua ratus sembilan puluh delapan) orang pengikutnya mengarungi samudera menuju kearah terlihatnya cahaya itu memancar selama 40 malam. Kemudian sampailah mereka di ujung timur sebuah pulau yang bernama dengan Pulau Jawa. Adapun tempat dimana mereka membuang sauh dewasa ini terkenal dengan nama Pantai Gresik.

Pada suatu waktu terlihat kembali cahaya terang yang sedang dicarinya itu disebelah barat dan mereka mengambil keputusan kembali karah barat dengan menempuh jalan di Laut Jawa di pantai Pemalang Jawa Tengah, dimana mereka berlabuh sambil sekadar melepas lelah. Ditempat ini Syekh Maulana Maghribi meminta para armadanya untuk pulang ke negerinya, sedangkan Syekh Maulana Maghribi ditemani oleh Haji Datuk dan untuk sementara bermukim ditempat itu.

Setelah menyelesaikan misinya tersebut, akhirnya beliau menetap di Pemalang dan mensyiarkan agama Islam. Mengenai wafat dan makam beliu masih banyak versi, ada yang menyebutkan di daerah Baturraden. Namun di Wanarata sendiri ada yang meyakini di Gunung Jenggiri atau lampeng kulon di temukan Makam beliau.

Mbah Kyai Nursalam

Mbah Kyai Nursalam adalah salah satu ulama pelopor syiar agama Islam di Desa Wanarata dan beliau juga merupakan waliyullah. Mbah Kyai Nursalam merupakan keturunan Syekh Ageng Gribig, dengan silsilah sebagai berikut: Mbah Kyai Nursalam -> Ki Radwan -> Nyi Saripah -> RK Samiyah -> Nyi Dram -> RK Srinah -> RK Makdum Kertajaya -> RK Daimah -> RK Nokidin Kertajaya -> RK Astra Jiwa -> RK Tanu Jiwa -> Ki Bagus Jiwa -> Pangeran Hagyana Atas Angin (Majalangu) -> Syekh Ageng Gribig (Syekh Maulana Maghribi).

Mbah Kyai Nursalam melanjutkan dakwah Kakeknya Syekh Maulana Maghribi, beliau berdakwah ditemani juga oleh Mbah Soma, Mbah Gudang, Mbah Sirut, Mbah Anggrek, Mbah Pandu. Walaupun tidak selalu mulus perjalanan dakwah beliau tapi dengan izin Allah, maka dibukakanlah pintu rahmat agama Islam di Desa Wanarata. Alhasil masih sedikit sekali yang memeluk agama islam didesa ini. Kemudian mereka melakukan siar dan mendirikan masjid di Desa Wanarata ( lokasi: dilapangan sepak bola Ds. Wanarata).

Geografis

Secara umum penduduknya bermata pencaharian sebagai Petani, hal ini dapat dilihat dari kondisi geografis dimana sebagian besar lahan pertaniannya adalah lahan produktif, sedangkan Desa Wanarata ditinjau dari letak wilayahnya dapat dilihat sebagai berikut:

Industri

Genteng adalah salah satu dari produk yang dihasilkan oleh Desa Wanarata, selain hasil pertanian padi. Desa ini dihimpit oleh dua sungai, sehingga menjadi tempat yang indah dan subur. Wanarata terdiri atas 10 dukuh yaitu Dukuh Gudang, Dukuh Benteng, Dukuh Karangsari, Dukuh Krajan III, Dukuh Krajan IV, Dukuh Kalisirem, Dukuh Lenggak, Dukuh Kedungsambi, Dukuh Guluk, Dukuh Mulyoharjo dan Dukuh Karangpucung.

Produksi yang lainnya selain genteng adapula batu bata merah, juga produksi rumah tangga yaitu pembuatan anyaman bambu, juga industri makanan kecil di antaranya yang sudah terkenal ke seluruh Kabupaten Pemalang yaitu apem, juga ada rengginang, juga berbagai olahan dari singkong.

Dukuh Benteng merupakan sentra utama produksi genteng sedangkan Dukuh Lenggak dan Kedungsambi merupakan sentra utama produksi bata merah.

 
Monumen Bung Tomo