Masjid Jami Pandulangan

masjid di Indonesia
Revisi sejak 3 Juni 2021 04.36 oleh Khafi Muzakkir (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'Di pinggiran anak sungai Negara, di Desa Pandulangan, satu setengah kilometer dari kecamatan Sungai Pandan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalsel, terdapat Masjid Ja...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Di pinggiran anak sungai Negara, di Desa Pandulangan, satu setengah kilometer dari kecamatan Sungai Pandan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalsel, terdapat Masjid Jami Pandulangan yang lebih dikenal dengan Masjid Besar. Bukan besar dalam arti besar sebenarnya, namun karena terdapat ulama besar di Desa Pandulangan yang sangat dikenal di kabupaten Hulu Sungai Utara. Majid Besar ini pernah roboh, saat itu muncul gagasan warga dari beberapa desa yang ada di sekitar masjid untuk memindahkan lokasi pembanguan masjid ke Desa Pematang Benteng, atau sekitar 500 meter dari bangunan asal.

Mulailah pembangunan dengan mencari bahan bangunan seperti tiang yang berdiameter 130 sentimeter dan tinggi 13.5 meter atau biasa dikenal dengan “tiang guru”, serta 4 buah tiang dengan diameter 160 sentimeter dengan tinggi 13 meter yang rencananya akan dipasang mengelilingi tiang guru. Setelah bahan terkumpul dan telah berada di Desa Pematang Benteng, namun kemudian beberapa tokoh masyarakat Desa Pandulangan menolak masjid untuk dipindahkan. Yang akhirnya disetujui oleh penduduk dari desa lainnya agar masjid tetap dibangun di Desa Pandulangan, dengan syarat seluruh bahan bangunan yang telah terkumpul di Desa Pematang Benteng dipindahkan sendiri oleh warga Desa Pandulangan.

“Namun pada keesokan harinya ternyata bahan bangunan sudah terpindah sendiri di Desa Pandulangan, selanjutkanya mulai dibangunlah kembali Masjid Besar pada tahun 1298 H atau 1878 Masehi,” ujar Faturrahman, pimpinan pengurus Masjid Jami Pandulangan. Pada Masjid Besar juga terdapat tiga petaka dan dauh yang masih ada hingga saat ini, petaka tiga beranak yang ada di Masjid Besar sempat dibeli oleh seseorang dari Kelua Kabupaten Tabalong, bertukar dengan 22 belek padi. Namun setelah petaka tersebut dibawa ke keluar, ada orang yang mendengar suara tangisan dan meminta petaka dikembalikan lagi ke Masjid Pandulangan. Hingga akhirnya dikembalikan dan bertukar dengan 22 belek padi lagi. Pada Masjid Besar juga terdapat dauh atau bedug yang dipukul untuk menandakan waktu salat, namun pada 1947 saat pembangunan rumah kaum, dauh yang awalnya berukuran 3 meter dipotong menjadi dua meter karena tidak muat saat hendak dimasukan ke dalam rumah kaum. Masjid Besar yang menjadi sejarah dalam perkembangan agama Islam di kabupaten Hulu Sungai Utara kini telah menjadi cagar budaya.

Beberapa masyarakat dari luar daerah masih sering berkunjung. Salah satunya untuk berziarah ke makam Syeikh Muhammad Thahir cucu dari Syekh Muhammad Arsyad Albanjari dan Datu dari Guru Bakhiet.