Zarathustra

pendiri agama Zoroastrianisme
Revisi sejak 22 Juni 2021 11.08 oleh Danu Widjajanto (bicara | kontrib) (Menolak 6 perubahan teks terakhir (oleh Sofighoniyah dan Salahuddin Richard) dan mengembalikan revisi 15234333 oleh Mohd Zaenuri)

Zarathustra (Parsi Modern: زرتشت (Zartosht),Kurdi: Zerdeşt, Gujarati: જરતોશ્ત, Yunani: Ζωροάστρης, (Zoroastres), dan Latin: Zoroaster) adalah seorang nabi dari Persia (Kini disebut Iran). Dia adalah pencetus Zoroastrianisme yang dianut oleh bangsa Persia.[1] Dia juga adalah seorang imam pengajar.[1] Zarathustra diperkirakan hidup sekitar 1100-550 SM.[1] Ada juga yang mengatakan dia hidup sekitar 1200-600 SM.[1]

Zarathustra menurut lukisan Sekolah Athena.

Arti nama

 
Faravahar (atau Farohar)

Nama Zarathustra atau dieja sebagai Zaraθ-uštra dalam bahasa Avesta, kemungkinan besar merupakan sebuah kata majemuk bahuvrihi dan terdiri dari kata zarəta- "lemah, tua" dan uštra "unta".[2] Jadi dapat dikatakan bahwa Zarathustra itu: "Ia yang memiliki unta-unta tua".[2] Namun, kata pertama kadang-kadang juga diartikan sebagai "kuning" atau "emas" (sesuai bahasa Parsi modern zærd) sehingga artinya menjadi "Ia yang memiliki unta berwarna keemasan".[2] Ahura Mazda sendiri secara etimologis berarti: Ahura (Tuhan) dan Mazda (kebijaksanaan).[2]

Latar Belakang

 
Zarathustra mendapatkan penglihatan

Sebelum Zarathustra lahir, agama yang ada di Iran (Persia) bersumber pada macam-macam ajaran, seperti politeisme, paganisme, dan animisme.[3] Zarathustra yang merasa tidak puas dengan ajaran-ajaran yang berkembang di Iran pada waktu itu berusaha membawa pembaruan.[3] Zarathustra dikenal sebagai nabi yang mempunyai karunia untuk menyembuhkan dan melakukan berbagai mujizat.[2]

Zarathustra berusaha memperbaiki sistem kepercayaan dan cara penyembahan kepada dewa-dewa yang berkembang di Persia.[3] Pada umur 30 tahun, Zarathustra mendapatkan sebuah penglihatan.[4] Menurut legenda, ia melihat cahaya besar yang kemudian membawanya masuk dalam hadirat Ahura Mazda, Sang Terang.[4] Sejak perjumpaannya itu Zarathustra menjadi semakin giat menyebarkan ajaran yang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang baik berasal dari Ahura Mazda.[4]

Ajaran-ajaran

Dasar ajaran dari Zarathustra adalah monotheisme, yaitu menyembah hanya satu Tuhan, Ahura Mazda.[3] Angra Mainyu, yang merupakan Sang Kegelapan dan lawan dari Ahura Mazda, adalah pengingkaran Tuhan.[5] Ajaran Zarthustra juga membenarkan adanya makhluk-makhluk suci yang bersifat pengasih yang membantu perjuangannya.[3] Akan tetapi setelah Zarathustra meninggal, kepercayaan kepada makhluk-makhluk suci tersebut diubah menjadi konsepsi kedewataan yang dihubungkan dengan penciptaan alam, yang terdiri dari enam tingkat penciptaan benda-benda alam, yaitu:[3]

  • Asha Vahista sebagai dewa tata tertib dan kebenaran yang indah dan sering digambarkan sebagai dewa yang menguasai api;
  • Vohu Manah sebagai dewa hati nurani baik (God mind) dan sering digambarkan sebagai sapi jantan;
  • Keshatra Vairya sebagai dewa pencinta dan penguasa segala logam;
  • Spenta Armaity sebagai dewa ibadah yang penuh kasih dan penguasa bumi dan tanah;
  • Haurvatat adalah sebagai kebulatan dan kekuasaan serta penguasa air dan tumbuh-tumbuhan;
  • Amertat, sama seperti Haurvatat, sebagai dewa kebulatan dan kekuasaan serta penguasa air dan tumbuh-tumbuhan.[3]

Segala bentuk ajarannya dituangkan dalam sebuah kitab yang disebut Gathas dan Avesta.[6]

Simbol

Simbol yang mencirikan Sang Terang atau dewa kebaikan ini, adalah Ahura Mazda, yang disebut api, lambang dewa.[1] Simbol lainnya yaitu simbol yang menggambarkan Ahura Mazda, yang disebut farohar, yang memiliki sepasang sayap, ekor, dan sepasang kaki.[2] Sosok pria berada di tengah-tengah sepasang sayap, yang berjenggot, memakai jubah, dan memegang sebuah cincin di tangan kirinya.[2]

Referensi

  1. ^ a b c d e Zarathustra pendiri agama Zoroatrianism
  2. ^ a b c d e f g (Inggris) Fisher, Mary Pat.1997.Living Religions.London: I. B. Tauris and Co Ltd
  3. ^ a b c d e f g (Indonesia)H.M Arifin. 1986. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar. Golden Trayon. Hlm. 18, 20-24.
  4. ^ a b c (Inggris)
  5. ^ (Indonesia)M.Dhavamony. 1995. Fenomenologi Agama. Jogjakarta: Kanisius. Hlm. 124.
  6. ^ (Inggris)Leeming, David.2001.Asian Mythology.New York: Oxford University Press