Shigella dysenteriae

Revisi sejak 2 Juli 2021 05.12 oleh Elizabeth Gizi 044 (bicara | kontrib) (Shigella Dysenteriae meruapakan bakteri gram negatif yang dapat menginfeksi pada saluran pencernaan (Miliotis dab Bier, 2003). Bakteri shigella dysenteriae dapat memproduksi ekotoksin yang dapat mempengaruhi saluran pencernaan dan susunan syaraf pusat.)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

A. Shigella Dysenteriae

Shigella Dysenteriae meruapakan bakteri gram negatif yang dapat menginfeksi pada saluran pencernaan (Miliotis dab Bier, 2003). Bakteri shigella dysenteriae dapat memproduksi ekotoksin yang dapat mempengaruhi saluran pencernaan dan susunan syaraf pusat. Eksotoksin adalah protein yang memiliki antigenetik yang merangsang produksi antitoksin sehingga dapat menyebabkan kematian (Jawetz et. al, 2005). (Milliotis dan Bier, 2003) Shigella dysenteriae dominan terdapat di daerah tropis dan menjadi penyebab paling parah pada penyakit disentri atau shigellosis. Shigella dysenteriae menjadi bersifat patogen apabila bakteri berada di luar usus (Soeliongan et. al, 2013)[1].


B  Sejarah Shigella Dysenteriae

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir yang bercampur darah. Genus Shigella ini dinamakan sesuai dengan nama ahli bakteriologi berkebangsaan Jepang yaitu Kiyoshi shiga, yang menemukan basilus disentri pada tahun 1987. Shigella adalah bakteri tidak bergerak, gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik yang tidak meragi laktosa tetapi meragi karbohirat yang  menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas. Habitat alamiah Shigella terbatas pada saluran pencernaan manusia dan primata lainnya dimana sejumlah spesies menimbulkan disentri basiler (Nathania, 2008).


C. Morfologi Shigella Dysenteriae

Shigella dysentriae merupakan bakteri gram negatif yang berukuran 0,5 – 0,7 µm x 2 – 3 µm. Bentuknya batang pendek, tidak berspora, tidak berflagel sehingga tidak bergerak, dapat memiliki kapsul. Koloni Shigella cembung, bundar, transparan dengan diameter sampai kira – kira 2 mm dalam 24 jam (Jawetz, 2008). Koloni ini tumbuh dimedia padat dengan koloni bulat, konvek, dan tidak berwarna. Pada tepi dan permukaannya rata, tetapi kadang – kadang terdapat benjolan sehingga menimbulkan adanya tekstur.


D. Sifat Shigella Dysenteriae

Shigella dysentriae memiliki sifat yaitu berbentuk cocobasil, mempunyai susunan tunggal, berwarna merah, bersifat gram negatif, bersifat aerob, dan fakultatif aerob, suhu optimum 37oC dan pH 6,4 – 7,8.


E. Klasifikasi Shigella Dysenteriae

Shigella merupakan kuman patogen pada manusia dan genus Shigella termasuk dalam tipe Escherichiae bersama genus Eschericia (Djajaningrat, 2014). Shigella dysentriae diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : prokaryotae (bacteria)

Pylum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familli : Enterobacteriaceae

Genus : Shigella

Spesies : Shigella dysentriae


F.  Toksin Shigella dysentriae

Shigella dysentriae memproduksi endotoksin dan enterotoksin :

1. Endotoksin

Semua Shigella mengeluarkan toksin liposakarida yang menimbulkan toksis pada autolisis. Endotoksin ini menimbulkan iritasi pada dinding usus (Jawetz, 2008), sehingga dapat menimbulkan penyakit atau infeksi pada saluran pencernaan.

2. Eksotoksin

Eksotoksin merupakan sebuah protein yang antigenik (merangsang produksi antitoksin) dan dapat mematikan pada binatang percobaan. Eksotoksin yang dihasikan oleh Shigella dysentriae tidak tahan panas, yang dapat mengenai usus dan sistem syaraf pusat. Sebagai enterotoksin, zat ini dapat menimbulkan diare. Pada manusia enterotoksin juga menghambat penyerapan gula dan asam amino pada usus kecil. Berlaku seperti neurotoksin, toksin ini menyebabkan rasa sakit yang hebat dan infeksi Shigella dysentriae yang fatal dan pada reaksi susunan saraf pusat misalnya meningismus dan koma (Jawetz, 2008).


G. Penularan Shigella dysentriae

Infeksi Shigella dysentriae dapat berasal dari makanan yang sudah terkontaminasi oleh Shigella dysentriae, walaupun keliatannya makanan itu terlihat normal dan bersih. Air pun dapat menjadi salah satu hal yang terkontaminas dengan bakteri Shigella dysentriae. Artinya, infeksi Shigella dapat terjadi jika ada kontak dengan feses yang terkontaminasi dan makanan yang terkontaminasi. Penyebaran Shigella dysentriae yaitu dari manusia ke manusia lain, dimana karier merupakan reservoir kuman. Dari karier ini Shigella disebarkan oleh lalat, juga melalui tangan yang kotor, makanan yang terkontaminasi, tinja serta barang-barang lain yang terkontaminasi kepada orang lain yang sehat.

Virulensi dan Infeksi Shigella dysentriae : Bakteri Shigella dysentriae dalam infeksinya melewati fase oral. Bakteri ini mampu mengeluarkan toksin LT. Bakteri ini mampu menginvasi ke epitel sel mukosa usus halus, berkembang biak di daerah invasi tersebut. Lalu, mengeluarkan toksin yang merangsang terjadinya perubahan sistem enzim di dalam sel mukosa usus halus(adenil siklase). Akibat invasi bakteri ini, terjadi infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadi tukak- tukak kecil di daerah invasi. Akibatnya, sel-sel darah merah dan plasma protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinja lalutinja bercampur lendir dan darah.

Masa inkubasi berkisar 1-7 hari, yang paling umum yaitu sekitar 4 hari. Gejala mula-mulanya yaitu demam dan kejang perut yang nyeri. Diare biasanya terjadi setelah 48 jam, diikuti oleh disentri 2 hari kemudian. Pada kasus yang parah, tinja terutama terdiri dari darah, lendir, dan nanah.


H. Penyebab dan Penularan Shigella dysentriae

Shigella dysentriae tersebar luas diseluruh dunia dan bersifat epidemic. Kuman ini disebarkan oleh serangga terutama lalat yang hinggap pada feses penderita disentri dan disebarkan pada makanan dan minuman. Infeksi melalui peroral yang terjadi karena faktor kebersihan dan hygieneyang buruk. Penularan terjadi dari manusia penderita ke orang lain dan jarang terjadi penularan infeksi dari primata yang sakit ke manusia (Djajaningrat dkk, 2014).


I. Pengobatan dan pencegahan

pada infeksi ringan umumnya dapat sembuh sendiri, penyakit akan sembuh pada 4 – 7 hari. Minum lebih banyak cairan untuk menghindarkan kehabisan cairan, jika pasien sudah pada tahap dehidrasi maka dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi oral , maka harus dilakukan rehidrasi intravena, umumnya pada anak kecil terutama bayi lebih rentan kehabisan cairan jika diare. Untuk infeksi berat Shigella dapat diobati dengan menggunakan antibiotika termasuk ampicilin, trimetropim-sulfamethoxazole, dan ciprofloxacin. Namun beberapa Shigellatelah menjadi kebal terhadap antibiotika, ini terjadi karena penggunaan antibiotika yang sedikit - sedikit untuk melawan shigellosis ringan (Jawetz, 2008).

Penyakit disentri basiler ini dapat dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun secara teratur dan teliti, mencuci bersih sayur dan buah yang dimakan mentah, orang yang sakit disentri basiler sebaiknya tidak menyiapkan makanan, memasak makanan sampai matang, selalu menjaga sanitasi air, makanan, maupun udar, mengatur pembuangan sampah dengan baik, mengendalikan vector dan binatang pengerat (Nathania, 2008)


J. Fase Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan adalah peningkatan jumlah semua komponen organisme secara teratur (Jawetz, 2008) . Ada 4 fase pertumbuhan bakteri yaitu :

1. Fase Penyesuaian

Pada fase penyesuaian ini, menggambarkan sel – sel yang kekurangan metabolit dan enzim akibat adanya keadaan yang tidak menguntungkan dalam pembiakan terdahulu, menyesuaikan dengan lingkungan barunya. Apabila sel diambil dari suatu medium yang berbeda, sel tersebut sering kali tidak dapat tumbuh dalam medium yang baru. Sehingga periode yangdiperlukan bagi sel yang mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi (mutan) untuk memperbanyak diri butuh penyesuaian yang lama.

2. Fase Eksponensial

Dalam fase ini, sel baru disintesis dengan kecepatan konstan dan masa meningkat secara eksponensial. Keadaan ini terus berlangsung sampai terjadinya kehabisan satu atau lebih zat gizi didalam medium, atau produk metabolik toksin menghambat pertumbuhan. Pada organisme aerob, nutrisi yang terbatas biasanya oksigen. Akibatnya kecepatan pertumbuhan akan  menurun kecuali jika oksigen dipaksa masuk kedala medium dengan cara mengaduk atau memasukkan gelembung udara.

3. Fase Keseimbangan Maksimum

Pada fase keseimbangan ini, terjadi kehabisan zat makanan atau penumpukan produk toksik. Akibatnya pertumbuhan berhenti secara menyeluruh. Tapi pada sebagian besar kasus, terjadi pergantian sel pada fase ini, yaitu kehilangan sel yang lambat akibat kematian. Apabila keadaan ini terjadi, jumlah seluruh sel akan meningkat secara lambat meskipun jumlah sel yang dapat hidup tetap konstan.

4. Fase Penurunan

Sel – sel yang berada dalam fase keseimbangan akan mati. Kecepatan kematian menurun secara drastis, sehingga sedikit sel yang hidup dapat bertahan selama beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun. Beberapa sel dapat tumbh dengan zat makanan yang dilepaskan dari sel yang mati da mengalami lisis.


Daftar Pustaka

Hawari, F. L. (2018). Aktivias antibakeri fraksi buah jambu wer (prumus persica (L) Batsch) terhadap perumbuhan bakteri shigella dysenteriae. (SKRIPSI, Univeritas Islam Negeri Maulana Ibrahim Malang, 2018).

prasaja, D. e.al. (2014). Uji efektivita kombinasi ekstrak kulit batang dan kulit buah mangga (garcinia mangostana l) sebagai antibakeri dhigella dysenteriae. jurnal ilmu lingkungan. 12(2): 83-91. ISSN: 1829-8907.

Kesmas (2017). Epidemiologi shigella p: ciri-ciri, habitat, infeksi, paogenitas, dan cara penularan shigella sp. tersedia : http://www.indonesia-publi-chealth.com/seri-penyakit-berbasis-lingkungan-shigella-sp/

Artanti, D. (2018). perbedaan pertumbuhan bakteri shigella dysenteriae pada berbagai konsentrasi perasan kulit apel manalagi (Malus Sylvestris Mill) secara In Vitro. (Laporan Penelitian, Universitas Mahammadiyah Surabaya, 2018).

  1. ^ Prasaja, D (2014). "uji efektivitas kombinai ektrak kulit batang dan kulit buah manggis ( garcinia mangosana l) sebagai antibakteri shigella dyenteriae". jurnal ilmu lingkungan. 12 (2): 83–91.