Televisi berlangganan adalah sebuah jasa penyiaran saluran televisi yang dilakukan khusus untuk pemirsa yang bersedia membayar para mafia (berlangganan) secara berkala. Jasa ini biasanya disediakan dengan menggunakan sistem digital ataupun analog melalui media satelit, jaringan terestrial, dan kabel. Saat ini sistem penyiaran dengan digital adalah yang paling lazim digunakan.

Di beberapa negara seperti di Prancis dan Amerika Serikat, sinyal-sinyal analog terkode juga mulai diperkenalkan sebagai salah satu cara berlangganan.

Di Indonesia televisi berlangganan yang pertama kali hadir adalah Indovision, yang berdiri pada 8 Agustus 1988[1]. Indovision juga dikenal sebagai televisi berlangganan yang pertama kali menggunakan satelit penyiaran langsung (Direct Broadcast Satellite (DBS)).

TVRI, August 17st 1962

Slogan Utama

  • Menjalin Persatuan dan Kesatuan (17 Agustus 1962-24 Agustus 2001)
  • Makin Dekat di Hati (24 Agustus 2001-24 Agustus 2012)
  • Saluran Pemersatu Bangsa (24 Agustus 2012-24 Agustus 2018)
  • #kamiKembali (24 Agustus 2018-29 Maret 2019)
  • Media Pemersatu Bangsa (29 Maret 2019-sekarang)

RCTI, December 11st 1987

Slogan Utama

  • Menghadirkan Pentas Dunia Kemerdekaan ke-43 RI di Rumah Anda (17 Agustus 1988-24 Agustus 1990)
  • Saluran Hiburan dan Informasi (24 Agustus 1990-24 Agustus 1993, bersama SCTV)
  • Saluran Hiburan dan Informasi (1 Maret-24 Agustus 1993, bersama antv)
  • Kebanggaan Bersama Milik Bangsa (24 Agustus 1993-sekarang)
  • Saluran Piala Dunia Kebanggaan Anda (FIFA 1994)
  • RCTI Oke (24 Agustus 1994-Sekarang)
  • Semakin Oke (1 Desember 2004-Sekarang)

SCTV, January 1st 1990

Slogan Utama

  • Menghadirkan Pentas Dunia Kemerdekaan ke-45 RI di Rumah Anda (17 Agustus-24 Agustus 1990)
  • SCTV Surabaya Televisi (24 Agustus 1990-24 Agustus 1991)
  • Ayo SCTV Selangkah Lebih Maju
  • Saluran Hiburan dan Informasi (24 Agustus 1991-24 Agustus 1993, bersama RCTI)
  • Saluran Hiburan dan Informasi (1 Maret-24 Agustus 1993, bersama antv)
  • Selalu Siap Menemani Anda/Selalu Siap Menemaniku (24 Agustus 1993-24 Agustus 1994)
  • Ayo SCTV (24 Agustus 1994-24 Agustus 1997)
  • SCTV NgeTop (24 Agustus 1997-24 Agustus 2004)
  • Ayo SCTV Pemilu HUT KE 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 3xtra0rdinary, 3xtra0rdinary/31, (24 Agustus-1 Desember 2004)
  • Satu Untuk Semua (1 Desember 2004-Sekarang)

TPI, January 23st 1991
MNCTV, October 20st 2010

ANTV, March 1st 1993

Indosiar, January 11st 1995

Q Channel, May 1st 1998
QTV, September 15st 2005
BeritaSatu, September 3st 2011

MetroTV, Nopember 25st 2000

TV7, Nopember 25st 2001
Trans7, Desember 15st 2006

Trans TV, December 15st 2001

Lativi, January 17st 2002
tvOne, February 14st 2008

Global TV, October 8st 2002
GTV

Jak TV, March 16st 2005

Banten TV, August 28st 2006
INTV, January 1st 2006
MYTV, February 1st 2019

SUN TV, September 20st 2007
Sindo TV, September 26st 2011
iNews TV, April 6, 2015
iNews, 31 Oktober 2017

B-Channel, Nopember 1st 2009
RTV, May 3st 2014

Kompas TV, September 9st 2011

Radar TV, January 24st 2012
Jawa Pos TV, Agustus 17st 2015
JPM, April 1st 2021

NET., May 18st 2013

Nusantara TV, Nopember 10st 2015

MAGNA CHANNEL, July 16st 2020

Sejarah

Istilah televisi berlangganan bagi sebagian penduduk yang bermukim di kota besar tentunya tidak asing lagi. Perkembangan televisi berlangganan di Indonesia sendiri tidak dapat dipisahkan dari kemunculannya yang pertama kali. Televisi berlangganan mengalami perkembangan yang panjang, sama halnya dengan televisi konvensional. Dimulai saat Zenith meneliti kemungkinan adanya televisi berlangganan ketika televisi sendiri masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Akhirnya pada tahun 1940-an, Zenith-lah yang memperkenalkan sebuah sistem televisi berlangganan yang diberi nama Phonevision(mdr 0815). Phonevision ini memberikan layanan bagi konsumen yang menginginkan pemutaran film-film hanya dengan pemesanan melalui telepon. Pada pola televisi berlangganan semacam ini, sistem kabel menjadi sarana paling penting pada proses penyiaran program televisi berlangganan sebelum ditemukannya sistem yang lebih cangggih, yaitu satelit. Awalnya televisi berlangganan sering diidentikkan dengan TV kabel, karena bermula pada tahun 1948 ketika warga Pennsylvania, Amerika Serikat kesulitan menerima siaran televisi karena terhalang perbukitan. Untuk mengatasi masalah ini, warga setempat memasang antenna untuk menangkap sinyal UHF yang dipakai dalam penyiaran program kemudian menarik kabel dari antena tersebut dan memasangnya ke rumah-rumah. Pada tahun 1972, HBO (Home Box Office) muncul dan memikat hati banyak kalangan, dan tentu saja dengan kemunculannya ini mata rantai televisi berlangganan makin kuat. Belum lagi tuntutan dan kebutuhan akan hiburan yang makin besar, membuat satelit pada era 1980-an menjadi primadona bagi perkembangan televisi berlangganan selanjutnya, sebut saja sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang banyak diaplikasikan di berbagai negara. Sejarah dan perkembangan televisi berlangganan di Amerika memberikan peluang bagi terbukanya lahan komersial ini di wilayah lain seperti Eropa, Asia, dan Australia. Untuk kawasan regional Asia, Jepang pada tahun 1984 memperkenalkan sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang pada akhirnya dipakai dalam industri televisi berlangganan.

Sejarah dan perkembangannya di Indonesia

Seiring dengan reformasi teknologi yang terus bergulir dan merambah banyak aspek kehidupan global, Indonesia pun tak lepas dari imbas dan gejolak teknologi tersebut. TV berbayar ini menawarkan sistem pay-per-view (PPV) yang ditawarkan melalui kabel atau DBS. Dengan sistem PPV ini, pelanggan harus menunggu sampai progam siaran yang mereka inginkan diudarakan baik oleh kabel maupun DBS. Salah satu penyedia layanan televisi berlangganan Indonesia, Indovision mengklaim dirinya sebagai perusahaan televisi berlangganan pertama yang mengaplikasikan sistem DBS dengan menggunakan satelit Palapa C-2 sejak pertama berdiri pada bulan Agustus 1988. Sembilan tahun kemudian (1997), Indovision meluncurkan satelit barunya yakni IndoStar 1 atau yang lebih dikenal dengan satelit Cakrawarta 1 yang digunakan sampai sekarang.

Media kabel

Sebagian besar lembaga penyiaran berlangganan di Indonesia telah memanfaatkan satelit dan kabel sebagai media penyalur dalam penyampaian program kepada konsumen. Di Indonesia, PT Telkom yang menggunakan jaringan kabel dalam industri TV berlangganan tidak menggunakan serat optik dalam pendistribusian, namun memakai kabel broadband.

Komponen utama sistem kabel

Untuk media penyaluran melalui kabel, terdapat beberapa komponen utama dalam sistem kabel yang konvensional, antara lain:

  • Headend: komponen atau alat yang digunakan untuk menangkap sinyal yang dibawa dari satelit maupun gelombang lain di udara yang kemudian akan didistribusikan kepada cable plant (jaringan kabel).
  • Trunk Cable: komponen kabel yang membawa sinyal, biasanya dilengkapi dengan broadband amplifiers setiap 2000 kaki yang digunakan untuk mempertinggi kekuatan sinyal.
  • Distribution of feeder cable: memperpanjang sinyal dari trunk menuju gardu induk sebelum disalurkan kepada masing-masing pelanggan di setiap rumah.
  • Subscriber drop: menyalurkan sinyal dari gardu induk kepada masing-masing pelanggan.
  • Terminal equipment: komponen yang diletakkan di setiap rumah pengguna layanan ini. Dapat berupa kabel modem, seperangkat televisi atau alat lain.

Kekurangan

Ketersediaan layanan ini sangat bergantung pada berapa banyak kabel yang dimiliki oleh provider dan wilayah mana saja yang akan menjadi target pemasarannya. Ketika suatu wilayah belum terdapat jaringan kabel, maka wilayah tersebut belum mampu menerima layanan dari provider. Mekanisme pendistribusian pada layanan kabel sebenarnya sederhana tetapi membutuhkan dana yang besar untuk biaya operasional. Suatu perusahaan atau provider harus membentangkan, menanam, sekaligus merawat jaringan kabel. Untuk keperluan peningkatan kualitas dan kapasitas, penggunaan serat optik merupakan pilihan yang tepat, karena potensi terkena gangguan terhadap kabel yang ditanam maupun yang digantung yang makin besar. Terlebih lagi media kabel konvensional dan serat optik ternyata masih mampu untuk disadap.

Media satelit

Media lain yang juga sangat menarik dalam industri televisi berlangganan kita adalah satelit. Yakni dengan menangkap sinyal dari satelit dengan perangkat tv parabola seperti decoder/ receiver, LNB dan antena parabola. Saat ini sudah banyak sekali provider (pay tv) di Indonesia menggunakan media satelit.

Indovision (sekarang bernama MNC Vision)

Indovision yang telah mengklaim sebagai penyedia layanan televisi berlangganan pertama di Indonesia dengan sistem DBS memulai operasi dengan menggunakan frekuensi C-Band melalui satelit Palapa C-2 pada awal tahun 1994, sampai akhirnya menggunakan perangkat S-Band melalui satelit INDOSTAR-1 atau lebih dikenal dengan nama CAKRAWARTA-1 pada akhir tahun 1997. Beberapa belas tahun yang lalu, S-Band banyak digunakan untuk keperluan militer, namun, saat ini telah banyak digunakan untuk kepentingan komersial. Dengan beroperasi pada frekuensi 2.5 GHz, S-Band cocok diaplikasikan untuk wilayah Indonesia yang tropis.

Pada Mei 2009, Indovision meluncurkan Satelit INDOSTAR-2 guna menggantikan posisi Satelit INDOSTAR-1. Masih dengan menggunakan frekuensi S-Band, INDOSTAR-2 dioperasikan untuk mendukung transmisi teknologi penyiaran paling terbaru sehingga dimungkinkan untuk mendapat kapasitas 2 kali lipat dibandingkan satelit berikutnya.

Transvision (sebelumnya bernama TelkomVision)

PT. Trans Corp (yang sebelumnya dikelola oleh PT. Telkom) menawarkan dua pilhan sekaligus, TV berbayar melalui media satelit (Direct To Home) serta TV Kabel (Digital CATV Broadband) dengan nama TransVision. Untuk layanan satelit di kota-kota besar, Trans Corp yang bekerja sama dengan Telkom turut menyediakan akses Internet yang diberi nama Telkom Speedy dan TV berlangganan melalui sistem protokol internet yaitu Groovia TV. TransVision ini menggunakan frekuensi transmisi satelit C-Band yang beroperasi pada level 4-6 GHz. Penggunaan frekuensi satelit C-Band ternyata memiliki kemampuan terbatas dalam menghindari interferensi sistem gelombang mikro dan terestrial.

Proses penyiaran

Mekanisme penyiaran satelit untuk televisi berlangganan umumnya sama, dimulai ketika provider memancarkan siarannya ke satelit (uplink) lalu kemudian sinyal tersebut ditransfer dan dikirim lagi menuju ke bumi (downlink). Di Indonesia kita bisa mengakses siaran-siaran TV dari Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dll. Siaran tersebut pertama kali dipancarkan dari tempat produksi siaran dilakukan, kemudian dipancarkan kembali melalui satelit di Indonesia sampai akhirya kita bisa menikmati ratusan tayangan dari berbagai negara di dunia. Siaran dari satelit penyedia tersebut dapat diterima pelanggan yang telah dilengkapi alat bernama decoder. Dengan menggunakan media penyaluran satelit, suatu program televisi dapat dinikmati sejauh kita memiliki akses untuk menangkap sinyal uplink satelit induk. Selain itu, yang menarik dari sistem berlangganan program TV dengan menggunakan satelit adalah adanya pengacakan sinyal (scramble). Artinya, sinyal yang dikirim oleh satelit diacak terlebih dulu, sehingga hanya orang yang memiliki decoder saja yang dapat mengakses program siaran tersebut.

Alat penangkap sinyal satelit

Untuk mengakses beberapa bahkan sampai ratusan saluran televisi, kita harus memiliki alat-alat penangkap sinyal satelit. Beberapa Peralatan tersebut antara lain:

  • Satellite dish (Out Door Unit): Merupakan antena yang berfungsi untuk memantulkan signal dari satelit menuju titik fokus dan diterima oleh LNB.
  • Decoder: Alat yang berfungsi untuk mengkonversi signal yang diterima dari LNB menjadi Audio dan Video untuk disalurkan ke Televisi/ Monitor.
  • LNB (Low Noise Block): Merupakan Alat untuk menerima signal lemah dari satelit yang dipantulkan oleh dish.
  • Smart card: Alat untuk mengakses sistem.

Apresiasi masyarakat

Perkembangan televisi berbayar atau berlangganan ini tergolong cukup signifikan di Indonesia. Menurut data yang diungkap Direktur Utama Indovision, Rudy Tanoesoedibjo, pasar potensial televisi berbayar di Indonesia pada dua tahun lalu (2006) berada di kisaran 12 juta orang atau sekitar 22% dari keseluruhan 57 juta pemilik TV rumahan. Dan bukan mustahil angka ini akan meningkat tajam. Konsumsi televisi berbayar ini selain melibatkan faktor ekonomi, faktor sosial pun menjadi pertimbangan. Monotomi siaran atau tayangan televisi terrestrial yang ada saat ini, sedikit banyak berpengaruh pada costumer sovereignity dalam memilih tayangan yang berkualitas. Alternatif inilah yang ditawarkan oleh televisi berbayar.

Lembaga penyiaran berlangganan di Indonesia

Di Indonesia, industri televisi berlangganan beroperasi dengan menggunakan media penyaluran yang beragam, mulai dari satelit, kabel, dan terestrial. Namun, hanya media penyiaran melalui satelit dan kabel saja yang memiliki pangsa pasar yang besar. Berikut beberapa lembaga media penyiaran yang ada di Indonesia beserta media penyalurannya:

Saat ini

Sebelumnya

Jaringan televisi nasional V1[2]

Perkembangan Jaringan:

Magna ChannelJawa Pos MultimediaJawa Pos TVNET.Kompas TVRajawali TelevisiB-ChanneliNewsiNews TVSindo TVSUN TVMYTV (Indonesia)INTV (Indonesia)Banten TV (lama)GTV (Indonesia)Global TVtvOneLativiTransTVTrans7TV7TV3Nederland TV3MetroTVTV2TV1Nederland TV2IndosiarANTVTV2TV1Nederland TV1MNCTVTPI (Indonesia)SCTVRCTITelevisi Republik IndonesiaMYTVtvOneSCTVRCTI

Jaringan televisi nasional V2[3]

Perkembangan Jaringan:

Magna ChannelJawa Pos MultimediaJawa Pos TVNET.Kompas TVRajawali TelevisiB-ChanneliNewsiNews TVSindo TVSUN TVMYTV (Indonesia)INTV (Indonesia)Banten TV (lama)GTV (Indonesia)Global TVtvOneLativiTransTVTrans7TV7TV3Nederland TV3MetroTVTV2TV1Nederland TV2IndosiarANTVTV2TV1Nederland TV1MNCTVTPI (Indonesia)SCTVRCTITelevisi Republik IndonesiaiNewsGTVMNCTVRCTI

Referensi

  1. ^ Situs Indovision
  2. ^ Coscia, L.; Causa, P.; Giuliani, E.; Nunziata, A. (1975-09). "Pharmacological properties of new neuroleptic compounds". Arzneimittel-Forschung. 25 (9): 1436–1442. ISSN 0004-4172. PMID 25. 
  3. ^ Coscia, L.; Causa, P.; Giuliani, E.; Nunziata, A. (1975-09). "Pharmacological properties of new neuroleptic compounds". Arzneimittel-Forschung. 25 (9): 1436–1442. ISSN 0004-4172. PMID 25. 

Sumber

  • August E.Grant dan Jennifer H.Meadows, Communication Technologi Updat, 9th edition. (2004)
  • Mirabito M.A.M dan Morgenstren B.L.The New Communication Technology”, (2004)

Lihat pula