Penciptaan dari ketiadaan
Mitos-mitos penciptaan paganisme mengasumsikan eksistensi bahan meterial dan satu wujud ilahi. Secara fundamental, hal tersebut lantas bercorak dualistik. Sebaliknya, gereja Kristen awal bertahan kepada doktrin creation ex nihilo (penciptaan dari tiada), yang di dalamnya Tuhan sendiri adalah suatu keniscayaan. Dia dipandang telah menciptakan alam semesta seluruhnya dari tiada. Asal-usul seluruh benda-benda, yang tampak dan yang tidak tampak, termasuk materi, dikaitkan kepada aktivitas kreatif bebas yang dilakukan oleh Tuhan. Komponen penting dalam doktrin ini adalah kemahakuasaan Tuhan: tidak ada pembatasan terhadap kekuatan kreatifnya, sebagaimana halnya dengan Demiurge dari Yunani Kuno. Sebenarnya, bukan saja Tuhan tidak dibatasi untuk bekerja dengan materi pra-eksistensi, tetapi Dia juga tidak dibatasi oleh hukum-hukum fisika pra-eksistensi, karena bagian dari aktivitas kreatif-Nya adalah menegakkan tatanan dan harmoni kosmos. Kepercayaan Gnostisisme yang menyatakan bahwa materi adalah sesuatu yang jahat ditolak sebagai hal yang tidak sesuai dengan inkarnasi Kristus. Materi di sisi lain juga tidak bersifat ilahi, seperti halnya dalam skema panteisme, yaitu ketika seluruh alam dimasuki oleh kehadiran Tuhan. Alam semesta fisik – ciptaan Tuhan – dipandang sebagai bagian yang terpisah dan berbeda dari penciptanya.
Konsep
Pentingnya distingsi antara pencipta dan ciptaan dalam sistem ini adalah bahwa dunia yang diciptakan eksistensinya bergantung secara mutlak kepada sang pencipta. Jika dunia fisik itu sendiri adalah illahi, atau bagaimanapun juga terpancar langsung dari sang pencipta, sehingga ia sama-sama menangung eksistensi niscaya dari sang pencipta. Namun, karena ia diciptakan dari tiada, dan karena aktivitas kreatif adalah pilihan bebas sang pencipta, alam semesta tidak harus eksis. Karena itu Agustinus menulis: “Engkau menciptakan sesuatu, dan sesuatu itu dari tiada. Engkau menciptakan langit dan bumi, bukan dari diri-Mu sendiri, karena lalu mereka akan setara dengan Anak-Mu satu-satunya, dan lewat ini adalah juga setara dengan-Mu”. Distengsi paling jelas antara pencipta dan ciptaan adalah bahwa pencipta abadi, sementara dunia yang diciptakan memiliki permulaan. Sebab itu teolog Kristen awal Iranaeus menulis:
“Tetapi benda-benda yang dibangun adalah berada dengan Dia yang telah membangunnya, dan apa yang telah tercipta dari Dia yang telah menciptakan mereka. Karena Dia adalah Dia sendiri yang tak diciptakan, tanpa permulaan dan tanpa akhir, dan tidak kekurangan apa pun. Dia adalah Dia sendiri yang mencukupi untuk eksistensi, benda ini semata; tetapi benda-benda yang telah diciptakan oleh-Nya menerima permulaan”.
Bahkan dewasa ini, tetap ada perbedaan-perbedaan diktrinal di dalam cabang-cabang Gereja utama, dan masih ada lagi perbedaan-perbedaan yang lebih besar di antara berbagai agama dunia, berkenaan dengan makna penciptaan. Ini merentang dari ide-ide kaum fundamentalis, Kristen dan Islam, berdasarkan interprestasi literal atas teks-teks tradisional, hingga interpretasi-interpretasi pemikir Kristen radikal yang lebih memilih pandangan abstrak secara total tentang penciptaan. Namun, semuanya sepakat bahwa, dalam satu atau lain pengertian, alam semesta fisik dirinya sendiri tidak sempurna. Ia tidak dapat menjelaskan dirinya sendiri. Eksistensinya pada akhirnya menuntut sesuatu di luar dirinya, dan hanya dapat dipahami dari ketergantungannya pada bentuk tertentu dari pengaruh ketuhanan.