Niat jahat genosida
Genosida ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain.[1] Secara bahasa genosida berasal dari dua kata “geno” dan “cidium”. Kata geno berasal dari bahasa Yunani yang artinya “ras” sedangkan kata “cidium” asal kata dari bahasa Latin yang artinya “membunuh”.[2]
Suatu kejahatan yang dilakukan secara penyerangan terhadap orang lain akibat perselisihan dari etnis atau budaya sering sebut sebagai kejahatan manusia pada hukum internasional yang mengarah pada perbuatan dalam bentuk pembunuhan secara massal terhadap penyiksaan pada anggota tubuh manusia. Dalam hal ini perselisihan akan semakin meningkat dan mengarah pada suatu perbuatan yang lebih agresif dan orang yang melakukan hal tersebut akan semakin melakukannya di luar batas bahkan termasuk pada perbuatan yang berat. Golongan tindakan atau perbuatan yang berat ini merupakan pembantain besar-besaran terhadap suatu etnis tertentu yang mengakibatkan banyaknya korban dan kerugian materil ataupun immateril. Hal tersebut disebut sebagai kejahatan genosida.
Kejahatan genosida yang berhubungan dengan pemusnahan etnis atau budaya dan juga termasuk pada kejahatan terhadap kelompok politik karena kelompok tersebut sulit diidentifikasi yang akan menyebabkan masalah internasional dalam suatu negara. Pengertian genosida dalam Konvensi Genosida tahun 1948, diartikan sebagai suatu tindakan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, rasa, etnis atau agama.[3] Pandangan lain terkait dengan konsep gross violations of human rights ini diutarakan juga oleh Thomas van Boven ketika perumusan Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Victims of Gross Violations of International Human Rights Law and Serious Violations of International Humanitarian Law (Remedy Principles and Guidelines) di tahun 2005. Menurutnya, kejahatan internasional yang terdaftar dalam Statuta Roma, yakni kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi, patut pula untuk dikategorikan sebagai suatu bentuk pelanggaran berat HAM.[4] Sementara itu, menurut Dahniar, Adwani, Mujibus salim dan Mahfud, mereka menafsirkan istilah “gross violations of human rights and fundamental freedoms” dengan menggolongkan pelanggaran HAM ke dalam 2 (dua) kategori. Adapun kategori yang dimaksud ini adalah pelanggaran HAM biasa atau “simple” dan pelanggaran HAM berat atau “gross”. Penggolongan jenis-jenis pelanggaran HAM ini sepenuhnya bergantung pada jenis dan ruang lingkup pelanggaran itu sendiri.[5]
Pengertian genosida tersebut kemudian tertuang dalam statuta Internasional Criminal Court (ICC) dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM). Kelompok bangsa dalam pengertian genosida merupakan kelompok yang mempunyai identitas yang berbeda tetapi dalam satu tanah air bersama sedangkan kelompok ras merupakan kelompok yang mempunyai ciri-ciri atau sifat-sifat secara turun temurun. Kelompok etnis sendiri merupakan kelompok yang mempunyai bahasa, kebudayaan serta tradisi yang sama secara turun temurun dan merupakan warisan bersama. Oleh karena itu dengan membunuh kelompok-kelompok tersebut termasuk dalam elemen-elemen dari kejahatan genosida. Kejahatan genosida sering dikaitkan dengan kejahatan terhadap manusia tetapi apabila dilihat secara mendalam kejahatan genosida berbeda dengan kejahatan terhadap manusia, dimana kejahatan genosida tertuju pada kelompok-kelompok seperti bangsa, ras, etnis ataupun agama sedangkan kejahatan terhadap manusia ditujukan pada warga negara dan penduduk sipil. Kemudian kejahatan genosida ini dapat melenyapkan sebagian atau keseluruhannya sedangkan kejahatan terhadap manusia tidak ada spesifikasi atau syarat dalam hal tersebut.[6] Pandangan lain terkait dengan konsep gross violations of human rights ini diutarakan juga oleh Thomas van Boven ketika perumusan Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Victims of Gross Violations of International Human Rights Law and Serious Violations of International Humanitarian Law (Remedy Principles and Guidelines) di tahun 2005. Menurutnya, kejahatan internasional yang terdaftar dalam Statuta Roma, yakni kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi, patut pula untuk dikategorikan sebagai suatu bentuk pelanggaran berat HAM
- ^ Widiadsih, Kezia Rahmameilani (2019-12-02). "Penuntasan Pelanggaran HAM Yang Terhambat Oleh UU Pengadilan HAM Yang Perlu Direvisi". dx.doi.org. Diakses tanggal 2021-07-13.
- ^ Rivanie, Syarif Saddam (2020-09-28). "Pengadilan Internasional dalam Memberantas Tindak Pidana Terorisme: Tantangan Hukum dan Politik". Sovereign: Jurnal Ilmiah Hukum. 2 (3): 15–27. doi:10.37276/sjih.v2i3.36. ISSN 2721-8244.
- ^ Ariati, Nova (2020-11-28). "KEBIJAKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEJAHATAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA". Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum. 2 (2): 197–218. doi:10.36085/jpk.v2i2.1177. ISSN 2622-3724.
- ^ Essential Texts on Human Rights for the Police. Martinus Nijhoff Publishers. hlm. 497–506. ISBN 978-90-04-16481-9.
- ^ Dahniar, Dahniar (2017-05). "Gross Violation of Human Rights in Aceh: Patterns of Violence through the Indonesian Government's Policy". IOSR Journal of Humanities and Social Science. 22 (05): 19–40. doi:10.9790/0837-2205011940. ISSN 2279-0845.
- ^ Parthiana, Wayan (1981-08-02). "PERJANJIAN INTERNASIONAL TAK TERTULIS DALAM HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL". Jurnal Hukum & Pembangunan. 11 (4): 344. doi:10.21143/jhp.vol11.no4.858. ISSN 2503-1465.