Retorika

ilmu tentang seni dalam berbicara

Retorika (Dari bahasa Yunani: ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader (orang yang mempersuasi) dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan dan pengharapan mereka.[1] Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan di atas) dan praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisis atas teks tertulis dan visual.

Sejarah

Uraian sistematis retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di pulau Sicilia.[2] Tahun 427 SM Gorgias dikirim sebagai duta ke Athena.[2] Negeri itu sedang tumbuh sebagai Negara yang kaya.[2] Kelas pedagang cosmopolitan selain memiliki waktu luang lebih banyak, juga terbuka pada gagasan-gagasan baru.[2] Di Dewan Perwakilan Rakyat, di pengadilan, orang memerlukan kemampuan berpikir yang jernih dan logis, serta berbicara yang jelas dan persuasif.[2] Gorgias memenuhi kebutuhan “pasar” ini dengan mendirikan sekolah retorika. Gorgias menekankan dimensi bahasa yang puitis dan teknik berbicara impromptu.[2] Ia meminta bayaran yang mahal, sekitar 10 Drachma ( $ 10.000) untuk seorang murid saja.[2] Bersama Protagoras dan kawan-kawan, Gorgias berpindah dari satu kota ke kota yang lain.[2] Mereka adalah "dosen-dosen terbang".[2]

Dalam doktrin retorika Aristoteles [3] terdapat tiga teknis alat persuasi politik yaitu deliberatif, forensik dan demonstratif. Retorika deliberatif memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang. Retorika forensik lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran. Retorika demonstartif memfokuskan pada epideiktik, wacana memuji atau penistaan dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga maupun gagasan.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "dalam Perspektif Ilmu Sosial"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-26. Diakses tanggal 2018-09-26. 
  2. ^ a b c d e f g h i Jalaluddin Rakhmat. "Retorika Modern: Pendektan Praktis" cet. 15 Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2011.>
  3. ^ Aristotle, John Henry Freese, The "art" of Rhetoric, ISBN 0-434-99193-7 ISBN 978-0-434-99193-8

Pranala luar

  • Erickson, Keith V. (ed.). 1974. Aristotle: The Classical Heritage of Rhetoric, Metuchen, NJ
  • Burnyeat, Myles. 1994. “Enthymeme: The Logic of Persuasion.” In DJ Furley and A. Nehamas (eds.), Aristotle's Rhetoric . Princeton: Princeton University Press. 3-55.
  • Cooper, John M. 1993. “Rhetoric, Dialectic, and the Passions.” In Oxford Studies in Ancient Philosophy 11: 175-198.