Elang-alap jambul

spesies burung
Revisi sejak 17 Juli 2021 15.40 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: +{{Taxonbar|from={{subst:#invoke:WikidataIB|getQid}}}})
Elang alap jambul
seekor elang alap jambul yang sedang bertengger
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Ordo:
Famili:
Genus:
Nama binomial
Accipiter trivirgatus
(Temminck, 1824)

Elang alap jambul (Accipiter trivirgatus) adalah sejenis elang yang termasuk ke dalam spesies dari genus accipiter.

Deskripsi badan dan suara

Karateristik dalam burung elang alap jambul adalah:

Berukuran sedang 30-46 cm, Rentang sayap 54-79 cm dan berat tubuh jantan sekitar 352 gram dan betina sekitar 563 gram dengan rentang sayap jantan sekitar 68 sampai 76 cm dan betina betina sekitar 78 sampai 90 cm. [1]Tubuh gelap dengan jambul yang jelas.

  • Jantan dewasa: tubuh bagian atas coklat abu-abu dengan garis-garis pada sayap dan ekor, tubuh bagan bawah merah karat, dada bercoretan hitam, ada garis tebal hitam melintang pada perut dan paha yang putih. Lehernya putih dengan setrip hitam menurun ke arah tenggorokan dan ada dua setrip kumis.
  • Remaja dan betina: seperti jantan dewasa, tetapi coretan dan garis-garis melintang pada tubuh bagian bawah berwarna coklat serta tubuh bagian atas coklat lebih pucat.

Pada waktu berbiak kadang memperlihatkan gaya terbang yang khas, getaran sayap (bulu putih sisi tubuh terlihat jelas), berselang dengan luncuran pendek dalam lingkaran yang sempit.Makanan burung ini adalah kadal dan burung.Sarangnya terbuat dari tumpukan besar ranting berlapis daun, pada pohon tinggi di hutan.Telurnya berwarna putih kebiruan, berbintik coklat, jumlah telur adalah 2 butir.Berkembang biak bulan Desember-Maret.

Habitat

Selalu tinggal di hutan lebat, baik hutan hijau sepanjang tahun ataupun hutan gugur daun. Ditemukan juga di hutan-hutan[2] sekunder mengunjungi perkebunan teh. Hutan lebat, hutan dataran rendah, perbukitan. Tersebar sampai ketinggian 1.000 m dpl.

Suara

Terdengar pekikan yang melengking "hi-hi-hi-hi-hi" dan lolongan yang panjang. Pada masa berbiak terdengar suara yang agak lemah tetapi lebih mantap "wiiik wiik wiik ciwiiik ciwiik".[3]

Penyebaran

Asia Selatan, Asia tenggara, Sunda Besar, Filipina. Di Indonesia, penyebarannya terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali[4].Tidak jarang ditemukan di hutan dataran rendah Sumatra (termasuk Nias) dan Kalimantan (termasuk Kep. Natuna) sampai ketinggian 1000 m. Di Jawa dan Bali dulu tersebar luas di hutan dataran rendah dan perbukitan, tetapi sekarang langka.[5]

Ras

Secara global, alap-alap jambul terdapat 11 sub-spesies dengan pesebaran berbeda yang meliputi Asia Selatan, Asia tenggara, Filipina, dan Sunda Besar. Tidak jarang ditemukan di hutan dataran rendah Sumatra (termasuk Nias) dan Kalimantan (termasuk Kep. Natuna) sampai ketinggian 1000 m. Di Jawa dan Bali dulu tersebar luas di hutan dataran rendah dan perbukitan, tetapi sekarang langka.[1]

  • layardi (Whistler, 1936) – Sri Lanka.
  • peninsulae Koelz, 1949 – India barat-daya.
  • indicus (Hodgson, 1836) – India utara & timur, Nepal sampai China selatan, termasuk Hainan, ke selatan sampai Indochina dan Semenanjung Malaysia.
  • formosae Mayr, 1949 – Taiwan.
  • trivirgatus (Temminck, 1824) – Sumatra.
  • niasensis Mayr, 1949 – Nias.
  • javanicus Mayr, 1949 – Java; catatan terbaru di Bali.
  • microstictus Mayr, 1949 – Kalimantan.
  • palawanus Mayr, 1949 – Palawan, Calamianes (Filipina barat-daya); dimungkinkan juga di temukan di Kep. Natuna.
  • extimus Mayr, 1945 – Filipina tenggara.
  • castroi Manuel & Gilliard, 1952 – Kep. Polillo lepas pantai Luzon timur (Filipina utara).

Makanan

Makanan utamanya adalah Burung, kadal, mamalia kecil, katak, serangga besar. Juga di Asia Tenggara memakan burung punai. Individu berukuran lebih kecil umum memakan kadal, tupai, dan tikus.[6]

Kebiasaan

Berburu di tenggeran yang rendah di laut. Selalu tinggal di hutan lebat. Pada waktu berbiak kadang-kadang memperlihatka cara terbang yang khas, yaitu getaran sayap (bulu putih pada sisi tubuhnya terlihat jelas) berselang dengan luncuran pendek dalam lingkaran yang sempit.

Reproduksi

Mereka mulai membuat sarang sekitar pada bulan februari untuk yang di Kalimantan, Bulan Januari untuk yang di sumatera dan Desember untuk yang di Jawa ( Prawiradilaga, DM, dkk. 2003). Sarang cukup besar untuk ukuran dari genus Accipiter dengan lebar sarang 50 cm dan kedalaman mencapai 30 cm atau lebih setelah sarang digunakan berulang dalam beberapa tahun. Struktur sarang itu sendiri terdiri dari ranting dan dedaunan hijau dengan ketinggian 9-45 meter dari tanah yang diletakan agak tersembunyi di antara dedaunan atau tanaman pembelit. Jumlah telur yang dihasilkan rata-rata 1-2 butir telur berwarna putih kebiruan berbintik coklat dengan masa pengeraman diperkirakan sekitar 34 hari.[1]

Lihat juga

Referensi