Etika bisnis

Revisi sejak 18 Juli 2021 01.17 oleh Asnam Sholihin (bicara | kontrib) (menambahkan konten dan referensi)

Etika bisnis adalah tindakan yang dilakukan dalam kegiatan bisnis dengan tidak menyalahi aturan organisasi dan masyarakat. Dalam etika bisnis, setiap kegiatan harus dalam keadaan wajar dan sesuai dengan norma dan etika yang berlaku. Setiap tindakan bisnis harus dilandasi oleh moralitas dan prinsip kebenaran yang disertai dengan tanggung jawab. Dalam etika bisnis, tindakan bisnis yang dilakukan oleh individu, kelompok atau perusahaan tidak boleh sampai merugikan orang lain di luar kegiatan bisnis. Etika bisnis dikembangkan oleh masyarakat di tempat bisnis diadakan. Tujuan penerapan etika bisnis adalah memmudahkan pencapaian tujuan bisnis. Etika bisnis dilaksanakan dengan menggunakan metode yang diterima oleh logika dan bersifat estetika. Konsep-konsep etika bisnis mulai diterapkan sejak awal abad ke-21 Masehi.[1] Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.

Sejarah

Etika bisnis telah diterapkan oleh negara-negara di Eropa sejak munculnya pemikiran kapitalisme. Landasan pemikiran ini datang dari pemikiran agama khususnya doktrin gereja. Pada masa kemuculan kapitalis, sedang berlaku beberapa kegiatan untuk membuat suku bunga pada uang pinjaman. Gereja dan kaum kapitalis melarang kegiatan tersebut, karena pinjaman ini digunakan untuk keperluan konsumsi bagi masyarakat miskin. Dasar pelarangannya adalah kegiatan konsumsi merupakan kebutuhan hidup yang tidak dapat berakhir kecuali si peminjam uang mengalami kematian. Suku bunga akan bertambah terus-menerus selama peminjam masih hidup. Karenanya, gereja dan kaum kapitalis mengadakan kerja sama untuk membuat aturan kegiatan bisnis yang mempunyai etika.[2]

Prinsip

Perusahaan yang menerapkan etika bisnis dapat diketahui melalui prinsip etika bisnis. Dalam etika bisnis terdapat prinsip-prinsip yang harus dipatuhi yaitu prinsip otonomi, kejujuran, keadilan, saling menguntungkan dan integritas moral. Prinsip otonomi merupakan kemampuan seseorang bertindak tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Segala tindakannya berdasarkan pada kesadaran dirinya sendiri Prinsip kejujuran menekankan sifat terbuka dalam memenuhi syarat-syarat bisnis. Prinsip keadilan berarti bahwa segala kegaiatan dan penilaian terhadap bisnis harus diamati secara objektif, rasional, dan penuh tanggung jawab. Prinsip saling menguntungkan berarti bahwa di dalam bisni tidak ada pihak yang dirugikan. Sedangkan prinsip integritas moral berkaitan dengan pemenuhan standar moralitas yang berlaku di masyarakat. Tidak terpenuhinya salah satu prinsip tersebut merupakan pertanda adanya pelanggaran etika bisnis. Prinsip yang cukup sulit diukur adalah prinsip inegritas moral. Pengukurannya harus menggunakan sudut pandang moral yang meliputi hati nurani, kaidah emas, dan penilaian umum. Hati nurani digunakan untuk menentukan pilihan dalam bisnis yang sesuai dengan keinginan pelaku usaha. Bisnis harus sesuai dengan kepribadian dari pelaku usaha dan tidak boleh bertentangan. Kaidah emas merupakan tindakan moral yang menghargai orang lain dan tidak menghina orang lain. Sedangkan penilaian umum berarti bisnis dinilai mempunyai etika ketika dinilai baik oleh masyarakat.[3]

Pendekatan

Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu:

  • Utilitarian Approach: setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
  • Individual Rights Approach: setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
  • Justice Approach: para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Tata cara

Etika bisnis yang harus dipahami dan dilakukan para profesional, antara lain:[4]

  1. Sebutkan nama lengkap, dalam situasi berbisnis, mitra sebaiknya menyebutkan nama lengkap saat berkenalan. Namun jika namanya terlalu panjang atau sulit diucapkan, akan lebih baik jika sedikit menyingkat.
  2. Berdirilah saat memperkenalkan diri, berdiri saat mengenalkan diri akan menegaskan kehadiran mitra. Jika kondisinya tidak memungkinkan untuk berdiri, setidaknya mundurkan kursi, dan sedikit membungkuk agar orang lain menilai positif kesopanan motra.
  3. Ucapkan terima kasih secukupnya, dalam percakapan bisnis dengan siapapun, bos atau mitra perusahaan, hanya perlu mengucapkan terima kasih satu atau dua kali. Jika mengatakannya berlebihan, orang lain akan memandang kalau mitranya sangat memerlukannya dan sangat perlu bantuan.
  4. Kirim ucapan terima kasih lewat email setelah pertemuan bisnis, setelah mitra menyelesaikan pertemuan bisnis, kirimkan ucapan terima kasih secara terpisah ke email pribadi rekan bisnis Anda. Pengiriman lewat email sangat disarankan, mengingat waktu tibanya akan lebih cepat.
  5. Jangan duduk sambil menyilang kaki, tak hanya wanita, pria pun senang menyilangkan kakinya saat duduk. Namun dalam kondisi kerja, posisi duduk seperti ini cenderung tidak sopan. Selain itu, posisi duduk seperti ini dapat berdampak negatif pada kesehatan.
  6. Tuan rumah yang harus membayar, jika mengundang rekan bisnis untuk makan di luar, maka sang mitralah yang harus membayar tagihan. Jika sang mitra seorang perempuan, sementara rekan bisnis atau klien, laki-laki, ia tetap harus menolaknya. Dengan mengatakan bahwa perusahaan yang membayarnya, bukan uang pribadi.

Referensi

  1. ^ Mulyaningsih dan Tinneke Hermina (2017). Etika Bisnis (PDF). Bandung: CV Kimfa Mandiri. hlm. 1. ISBN 978-602-50828-0-1. 
  2. ^ Prihatminingtyas, Budi (2019). Etika Bisnis: Suatu Pendekatan dan Aplikasinya Terhadap Stakholders (PDF). Purwokerto: CV IRDH. hlm. 4. 
  3. ^ Hermawan, S. dan Nur Ravita Hanun (2020). Etika Bisnis dan profesi. Sidoarjo: Indomesia Pustaka. hlm. 4. ISBN 978-623-7137-95-5. 
  4. ^ Etika Bisnis yang Harus Diketahui Profesional

Pranala luar