Panarukan, Situbondo

kecamatan di Situbondo, Jawa Timur

7°42′0″S 113°56′0″E / 7.70000°S 113.93333°E / -7.70000; 113.93333

Panarukan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenSitubondo
Pemerintahan
 • CamatDrs. Ari Supriyanto, MM
Populasi
 • Total56,322 jiwa (2.016) jiwa
Kode Kemendagri35.12.06 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS3512090 Edit nilai pada Wikidata
Luas54,38 km²
Kepadatan1.036 jiwa/km²
Desa/kelurahan8
Peta
PetaKoordinat: 7°42′10″S 113°57′24″E / 7.70278°S 113.95667°E / -7.70278; 113.95667
Kapal di pelabuhan Panarukan (1927-1929)
Panarukan ("Panaroecan") di ujung timur Grote Postweg

Panarukan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Indonesia. Kecamatan ini berjarak sekitar 8 Km dari ibu kota Kabupaten Situbondo ke arah barat. Pusat pemerintahannya berada di Desa Wringin Anom. Nama Panarukan yang dahulu dieja Panaroecan /Panarokkan dikenal terutama sebagai ujung timur Jalan Raya Pos atau Grote Postweg yang dibangun Gubernur Jenderal Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu. Jejak Pelabuhan Panarukan Dalam berita klasik (era Majapahit) sebelum dinamakan Panarukan daerah ini termasuk kekuasaan Kadipaten Blambangan wilayahnya di sebut Purbosari, sampai akhirnya ditaklukkan oleh Majapahit (cerita rakyat Kencono Wungu dan Damar Wulan) , Panarukan telah menjadi sebuah bandar kuno tempat bersandarnya kapal-kapal yang memiliki peran penting di bidang sosial, ekonomi bahkan politik. Panarukan menjadi strategis karena tidak semata-mata menjadi penghubung antara Jawa bagian timur dengan Pulau Madura, Surabaya dan seterusnya, tapi sekaligus menjadi jalur perdagangan yang ramai karena letaknya di “bibir” pantai utara Jawa. Tidak mau kalah dengan elit kerajaan yang sering singgah, Raja Majapahit (Hayam Wuruk) juga pernah mengunjungi bandar ini tahun 1359 M. Di masa silam, sepanjang daerah Situbondo merupakan daerah penting di pantai utara bagian timur pulau Jawa. Sebab di kawasan Situbondo terdapat pelabuhan- pelabuhan penting yang menghubungkan antara daerah Jawa dan Madura, serta ke wilayah timur, seperti Maluku. Adapun pelabuhan-pelabuhan tersebut adalah Panarukan, Kalbut dan Jangkar. Malah kota Panarukan pada abad ke-14 merupakan salah satu pangkalan penting bagi kerajaan Majapahit. Berdasar atas berita klasik di atas, tidak salah bila Panarukan telah menjadi satu kota pelabuhan penting pada era tersebut. Sejak abad ke-16 Panarukan telah berfungsi sebagai salah satu kota pelabuhan penting di Jawa Timur. Secara jelas kawasan Pelabuhan Panarukan ini terletak di Pedukuhan Pesisir desa Kilensari. Adapun jarak dari kawasan pelabuhan ke pusat kota Situbondo tidak lebih dari 10 km ke arah barat. Dengan demikian, kawasan ini berada disela-sela antara jalan raya dengan pantai. Jalan raya merupakan satu struktur sendiri yang menghubungkan dengan jalur daratan, sementara pantai juga merupakan struktur tersendiri yang telah sedikit diurai di atas. Sehingga tidak ada alasan lagi kalau Panarukan dengan mudah menjadi kota pelabuhan.Tak lupa sebagai kota Pelabuhan layaknya liverpool dan Manchester di Inggris. Kota panarukan juga terdapat stasiun kereta sebagai transportasi penyalur hasil perkebunan dari kota kota tetangganya seperti Jember, Bondowoso dan Banyuwangi untuk di ekspor ke Eropa dikala itu. seperti Belanda dan Jerman .Stasiun ini dibangun sekitar tahun 1897. Tujuan membikin stasiun ini adalah untuk mengangkut benda/barang dari Pelabuhan Panarukan. Karena itu, dibangunlah jalur lori dari Pelabuhan Panarukan yang berjarak 1 km timur dari stasiun ini. Jalur lori ini hanya dipergunakan untuk mengangkut benda/barang. Operator stasiun ini adalah perusahaan kereta api pemerintah Hindia Belanda Staats Spoorwegen (SS). Dilihat dari sini saja dinamika di wilayah “bibir” pantai Pelabuhan Panarukan intensitasnya begitu tinggi. Bahkan tanpa ragu-ragu pemerintah kolonial memungut pajak sewa atas usaha penangkapan ikan ini. Menurut catatan Masyhuri pendapatan pemerintah kolonial sejak tahun 1850 terus mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Usaha penangkapan ikan yang terus meningkat tersebut menjadi push factor bagi pengembangan usaha lebih luas, artinya guna memenuhi kebutuhan pasar yang lebih luas. Dinamika sosial dalam struktur sosial tersebut kemudian semakin mengukuhkan keberadaan Pelabuhan Panarukan menjadi wilayah yang spesifik. Struktur Pelabuhan Panarukan secara perlahan terus bergerak merespon bergeraknya struktur yang lain. Aliran modal partikelir dari Belanda yang begitu besar mendorong hadirnya perkebunan di wilayah belakang Panarukan.Dengan dibukanya lahan-lahan perkebunan yang hasil produksinya kualitas eksport di wilayah belakang Panarukan, menurut Tjiptoatmodjo kemudian memaksa dihadirkannya buruh-buruh dari wilayah Madura (Orang madura) melalui jalur Pelabuhan Panarukan ini. Dengan demikian, semakin berkembangnya perkebunan di beberapa daerah belakang Panarukan, seperti Jember dan Bondowoso pada awal abad ke-19 menambah intensitas gerak sejarah Pelabuhan Panarukan. Daerah-daerah belakang sebagai sentra area penanaman cash crop production, khususnya tanaman tembakau, kopi, tebu dan produk-produk perkebunan yang lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan pasar Eropa. Berangkat dari Pelabuhan Panarukan tersebutlah yang nantinya menjadi tempat untuk menimbun, menyimpan, dan mengangkut hasil perkebunan ke luar negeri. Surplus akibat melimpahnya hasil dari usaha perkebunan dan berkembangnya kota perkebunan di beberapa kota di wilayah belakang segera di respon oleh perkembangan Pelabuhan Panarukan. Perlahan namun pasti Panarukan kemudian berubah bentuk menjadi Kota Kabupaten. Seperti tuntutan dari gerak sejarah yang terus berkembang, Panarukan kemudian menjadi Pusat Pemerintahan dengan Raden Tumenggung Aryo Soeryo Amijoyo (1858-1872) sebagai Bupati Panarukan Pertama. Perkembangan struktur Kota Pelabuhan semakin tidak terbendung dengan dibangunnya infrastruktur pembangunan, baik itu jalan raya maupun rel kereta api. Adalah jalan raya Anyer-Panarukan yang memudahkan proses transformasi di utara Pulau Jawa. Kemudian jalan raya tersebut juga dihubungkan dengan jalan-jalan antar kota di wilayah belakang Panarukan. Sementara itu, proses transportasi yang lebih massif juga dipersiapkan oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda saat itu. Jaringan rel kereta api yang awalnya hanya menghubungkan antara Surabaya dengan Probolinggo diperpanjang hingga ke kota perkebunan, Jember (1897). Pada dasarnya pembangunan jalur transportasi melalui rel kereta api ini tidak saja digunakan untuk angkutan manusia, tapi juga barang-barang. Berbagai hasil sumber-sumber daya alam dari Jember kemudian diangkut melintasi Bondowoso, menuju Pelabuhan Panarukan guna selanjutnya dikirim ke Amsterdam dan Rotterdam ataupun ke pasar internasional di Eropa lainnya.17 Sejak tahun 1920 pengiriman gula ke pasar internasional juga melalui rel tersebut. Akan tetapi sebelum dikirim ke berbagai pasar internasional, sebelumnya berbagai barang komoditi perkebunan tersebut disimpan terlebih dulu di gudang di Pelabuhan Panarukan.18 Pada dasarnya rel itu juga merupakan inisiatif dari George Bernie, pemilik NV LMOD. Pembangunan rel yang menghubungkan Pelabuhan Panarukan dengan jalur kereta api Jember-Bondowoso-Panarukan (150 km) dibuka pada tanggal 1 Oktober 1897. Di kota Pelabuhan Panarukan ya g sebelumnya banyak di diami oleh etnis Jawa ,madura dan osing ,arab secara perlahaan bertambah beragam ddengan kedatangan orang bugis, banjar, bali, tionghoa, pakistan,hingga keturunan eropa Belanda. Sebelum tahun 1980, stasiun ini sangat ramai dengan penumpang dan benda/barang yang berhasrat ke pelabuhan. Pada tahun 1980, aktivitas Pelabuhan Panarukan perlahan-lahan mulai sepi. Ekspor melewati laut kemudian dialihkan ke Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pelabuhan Panarukan menjadi kurang diminati karena lautnya menjadi dangkal sekitar 1,5 meter kemudian suatu peristiwa sedimentasi dari Sungai Sampeyan. Akibatnya, kapal-kapal bertonase besar tak dapat sandar. Karena jarang dipakai, jalur lori ke pelabuhan dinon-aktifkan pada awal tahun 1990. Sesudah jalur lori ini ditutup, stasiun ini tak melayani kereta benda/barang lagi.

Batas wilayah

Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Utara Selat Madura
Timur Kecamatan Mangaran dan Kecamatan Situbondo
Selatan Kecamatan Kendit
Barat Kecamatan Kendit dan Selat Madura

Desa/ kelurahan

  1. Alas Malang
  2. Duwet
  3. Gelung
  4. Kilensari
  5. Paowan
  6. Peleyan
  7. Sumber Kolak
  8. Wringin Anom

Pariwisata

  • Dermaga Pelabuha Panarukan, Desa Kilensari
  • Mini Savana Kilensari, Desa Kilensari
  • Menara Mercusuar Panarukan, Desa Kilensari
  • Kampung Kerapu Wisata Kuliner, Desa Kendit
  • Kampung Blekok wisata alam, Desa kilensari
  • Kampung pesisir Wisata kuliner seafood, Desa Kilensari
  • Tugu Kereta api Kolonial Pabrik Gula WringinAnom, Desa Wringin anom
  • Tugu 1000km Anyer-Panarukan, Desa Kilensari
  • Tugu Portugis dan Benteng Portugis, Desa pleyan
  • Pantai Berigheen, Desa Pleyan
  • Pantai Pathek, Desa Gelung

Pranala luar