Prasasti Mrwak
Prasasti Mrwak (1108 Śaka/1186 M) adalah berisi penetapan Desa Mruwak menjadi sīma. Sebab penetapan tersebut adalah adanya penyerangan dari pihak luar, sehingga Desa Mruwak dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi dari lokasi semula. Mrwak adalah desa tua di kaki Gunung Wilis. Penyebutan Desa Mruwak didasarkan pada temuan prasasti yang terletak di desa tersebut, yaitu Prasasti Mrwak. Prasasti ini terletak di bagian belakang sebuah pekuburan umum di Desa Mruwak dan sampai saat ini masih insitu. Oleh beberapa penduduk, prasasti ini dipakai untuk ritual keagamaan dan dikeramatkan. Prasasti Mrwak terbuat dari batuan andesit (upala prasasti) yang berbentuk blok (balok) dengan variasi puncak setengah lingkaran. Tinggi prasasti ini 84 cm, lebar 60 cm (atas) dan 45 cm (bawah), bagian bawahnya berbentuk bunga padma. Prasasti Mrwak beraksara dan berbahasa Jawa Kuna yang dipahatkan di semua sisinya. Bentuk hurufnya kasar, tidak teratur serta pada beberapa bagian sudah aus. Sisi lainnya ditumbuhi lumut dan jamur yang menyebabkan prasasti tersebut rusak.
Penggunaan kata Mrwak dalam prasasti masih dipakai hingga sekarang sebagai penyebutan nama Desa Mruwak. Dari pembacaan, diketahui Prasasti Mrwak berangka tahun 1108 Śaka (1186 M), menyebut tentang desa Mrwak dan nama Digjaya Śastraprabhu. Penyebutan nama raja ini juga ditemukan pada prasasti lain dengan sebutan Śrī Jayawarsa Digwijaya Śastraprabhu. Nama Śastraprabhu disebutkan di dalam dua prasasti. Pertama, Prasasti Mrwak dan kedua Prasasti Sirah Kĕting yang berasal dari Dukuh Sirah Kĕting, Kec. Sambit, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur yang berangka tahun 1126 saka.
Dari isi inskripsi dapat diketahui bahwa di Desa Mruwak telah terjadi serangan secara tiba-tiba yang datangnya dari arah sungai dengan menggunakan kapal. Terjadilah peperangan yang menewaskan banyak orang di medan pertempuran. Dalam peperangan ini menewaskan seseorang yang bernama sri kanuruhan beserta bala tentaranya dalam jumlah yang besar. Namun tidak diketahui dari pihak (kerajaan) mana penyerangan tersebut. Akibat dari penyerangan tersebut akhirnya Desa Mruwak dipindahkan ke tempat yang agak jauh dari sungai yaitu dekat dengan gunung (di kaki Gunung Wilis) dengan bantuan Juru Manutan. Hal ini kemungkinan dilakukan agar penduduk desa merasa aman dan untuk pertahanan. Karena telah terjadi serangan secara tiba-tiba itu maka diperintahkanlah Pangeran ńwara nusa śarwwenayāpala untuk melakukan penjagaan terhadap Desa Mruwak. Wilayah penjagaannya meliputi sungai besar (Kali Catur) karena di tempat itulah serangan dari luar bisa masuk.
Sementara pada bagian isi yang dituliskan pada bagian belakang prasasti baris ke 3--6 dijelaskan bahwa : Isi prasasti berupa pemberian perintah kepada Pangeran ńwara nusa śarwwenayāpala untuk menjaga kapal (pertahanan) karena sebelumnya telah mendapat serangan secara tiba-tiba dari arah barat laut, sehingga terjadilah peperangan di Mrwak.
Dalam Prasasti Mrwak terdapat penyebutan nama Mrwak yang dijadikan daerah sīma oleh Śrī Jaya Prabhu. Sampai saat ini penggunaan nama Mrwak masih terus dipakai untuk menyebutkan nama Desa Mruwak, hanya penulisannya mengalami sedikit perubahan. Semula berdasarkan isi prasasti, penulisan nama ini adalah Mrwak, namun saat ini masyarakat lebih mengenal dengan nama Mruwak.
Dilihat dari identifikasi tempat, diketahui bahwa wilayah kekuasaan Śrī Jaya Prabhu berada di sekitar Madiun dan Ponorogo (berdasarkan Prasasti Mrwak dan Sirah Kĕting), yaitu terletak di sebelah barat Gunung Wilis. Sedangkan Desa Mruwak yang dijadikan sīma sendiri terletak di barat Gunung Wilis dan di tenggara sungai besar (berdasarkan Prasasti Mrwak). Bagian yang menarik dari Prasasti Mrwak, bahwa letak Desa Mruwak yang digambarkan dalam prasasti tersebut masih dapat dibuktikan dengan toponimi saat ini. Sungai besar yang disebutkan dalam prasasti sampai sekarang masih ada, oleh penduduk setempat dinamakan Kali Catur.