Hijab

Kerudung yang digunakan oleh wanita beragama Islam sebagai Muslimah

Hijab (bahasa Arab: حجاب, ħijāb) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti "penghalang atau penutup". Hijab adalah segala hal yang menutupi sesuatu yang dituntut untuk ditutupi atau terlarang untuk menggapainya. Diantara penerapan maknanya, hijab dimaknai dengan as sitr (penutup), yaitu yang menghalangi sesuatu agar tidak bisa terlihat. Demikian juga al bawwab (pintu), disebut sebagai hijab karena menghalangi orang untuk masuk. Asal maknanya, hijab adalah entitas yang menjadi penghalang antara dua entitas lain.

Seorang wanita mengenakan Hijab

Abul Baqa' Al Hanafi juga menjelaskan bahwa "setiap yang menutupi hal-hal yang dituntut untuk ditutupi atau menghalangi hal-hal yang terlarang untuk digapai maka itu adalah hijab". Dengan demikian, istilah hijab memiliki makna yang luas. Pada beberapa negara berbahasa Arab serta negara-negara Barat, kata hijab lebih sering merujuk kepada kerudung yang digunakan oleh wanita muslim (lihat jilbab). Dengan demikian hijab muslimah, adalah segala hal yang menutupi hal-hal yang dituntut untuk ditutupi bagi seorang Muslimah. Jadi hijab muslimah bukan sebatas yang menutupi kepala, atau menutupi rambut, atau menutupi tubuh bagian atas saja. Namun hijab muslimah mencakup semua yang menutupi aurat, lekuk tubuh dan perhiasan wanita dari ujung rambut sampai kaki. Tabir pemisah yang digunakan pada yang digunakan pada masjid atau mushalla juga disebut dengan Hijab.

Dalam literatur hukum Islam

Al-Qur'an

Dalam Al Qur'an pada dua surat Al-Ahzab :59 dan An-Nur :31 disebutkan kewajiban wanita muslim menggunakan hijab:

Kemudian dalam surat An-Nur ayat 31:

Kriteria hijab yang benar

Menurut Muhammad Nashiruddin Al Albany kriteria jilbab yang benar hendaklah menutup seluruh badan, kecuali wajah dan dua telapak, jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, bahan tidak tembus pandang, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas diri.[1]

Asal Usul Perintah Berhijab

Awalnya istri-istri Nabi Muhammad tidak berhijab, dan tidak pula Sang Nabi memerintahkan istri-istri beliau untuk mengenakannya. Pada suatu saat, Umar bin Khattab menyarankan agar Nabi Muhammad menghijabi istri-istri beliau, tetapi hal itu tidak dihiraukan oleh Sang Nabi. Di zaman Nabi Muhammad, jika istri-istri beliau ingin buang air besar, mereka keluar pada waktu malam menuju tempat buang hajat yang berupa tanah lapang dan terbuka bernama Al-Manasi. Mengetahui hal tersebut, Umar yang begitu antusias agar ayat hijab diturunkan pun menunggu ketika salah satu istri Nabi akan buang air besar, yang mana pada saat itu adalah Saudah, dan Umar lalu berseru kepadanya,"Sungguh kami telah mengenalmu wahai Saudah!". Takut akan hal itu terulang, Saudah pun melaporkan hal tersebut kepada Nabi. Dan tidak lama berselang ayat-ayat hijab pun diturunkan. Dan istri-istri Nabi kembali diizinkan untuk buang air besar.[2][3][4]

Lihat juga

Referensi

  1. ^ Dikutip dari Kitab Jilbab Al-Marah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah (Syaikh Al-Albany)
  2. ^ "Hadits Shahih Al-Bukhari No. 143 - Kitab Wudlu". Hadits.id.  Diarsipkan 19 Juli 2021 di Perma.cc
  3. ^ "Sahih Muslim 2170d". Sunnah.com.  Diarsipkan 19 Juli 2021 di Perma.cc
  4. ^ "Sahih al-Bukhari 146". Sunnah.com.  Diarsipkan 19 Juli 2021 di Perma.cc