Penyakit kulit berbenjol

penyakit pada sapi dan kerbau
Revisi sejak 23 Juli 2021 04.24 oleh RianHS (bicara | kontrib) (Penyebab: menggunakan QuickEdit)

Penyakit kulit berbenjol (bahasa Inggris: lumpy skin disease, disingkat LSD) adalah penyakit infeksi pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh Lumpy skin disease virus. Penyakit ini dicirikan dengan adanya nodul-nodul yang keras pada kulit hampir di seluruh bagian tubuh.

Penyakit kulit berbenjol
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit infeksi, kedokteran hewan
PenyebabLumpy skin disease virus

Penyebab

Penyakit kulit berbenjol diakibatkan oleh Lumpy skin disease virus (LSDV) yang termasuk dalam famili Poxviridae. Keluarga virus ini umumnya menimbulkan penyakit-penyakit cacar dan sejenisnya pada beragam spesies hewan.

Epidemiologi

Hewan peka

Sapi dan kerbau domestik Asia merupakan hewan-hewan yang terinfeksi secara alami. Pada infeksi eksperimental pernah dilakukan pada jerapah dan impala. Sementara itu, oriks di Afrika Selatan, oriks arab di Arab Saudi, dan springbok di Namibia pernah menunjukkan tanda klinis.[1]

Penyebaran penyakit

Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Zambia pada tahun 1929 dan kemudian menyebar luas ke seluruh wilayah Afrika. hingga dinilai endemik di Afrika Sub-Sahara.[2] Laporan pertama LSD di luar Afrika terjadi antara 1988 dan 1989 di Mesir dan Israel.[3] Penyakit ini kemudian menyebar ke Eropa bagian Tenggara, Timur Tengah, dan Asia Tengah. Sejak pertengahan tahun 2019, LSD juga dilaporkan di Asia Tengah, Tiongkok, dan Asia Tenggara.

Tanda klinis

Masa inkubasi penyakit berdasarkan infeksi eksperimental adalah enam hingga sembilan hari. Mula-mula timbul demam yang dapat mencapai 41 °C dan terjadi hingga selama satu pekan. Kelenjar getah bening akan membengkak, sementara sapi yang laktasi mengalami penurunan produksi susu. Lesi kulit berupa nodul dan papula muncul dalam jumlah banyak, dengan benjolan yang keras, datar, berbatas jelas, dan berdiameter antara 0,5 hingga 5 cm. Nodul melibatkan lapisan dermis dan epidermis, tetapi kadang juga dapat mencapai subkutan dan jaringan otot lurik di bawahnya. Nodul juga dapat muncul di membran mukosa di saluran pernapasan hingga mengakibatkan pneumonia, sementara nodul-nodul di membran mukosa mata, hidung, mulut, rektum, hingga alat kelamin dapat mengalami ulser dan menghasilkan sekresi. Akibatnya, leleran mata, hidung, dan air liur dapat mengandung virus LSD. Pada fase kronis, lesi ditandai dengan jaringan infark dengan bagian tengah yang nekrosis dan dikelilingi jaringan granulasi yang berangsur-angsur mengalami fibrosis.[3][4] Morbiditas LSD berkisar antara 5 hingga 45%, sementara mortalitas di bawah 10%.[1]

Penularan

Wabah LSD cenderung bersifat sporadik dan bergantung pada lalu lintas hewan antarwilayah dan antarnegara. Penyakit ini terutama ditularkan oleh vektor artropoda, seperti nyamuk dan lalat penggigit. Potensi penularan yang lebih kecil terjadi melalui kontak langsung antara hewan terinfeksi dan hewan sehat, serta melalui air dan pakan terkontaminasi.[1]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b c Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (2016), Poster LSD (PDF), World Organisation for Animal Health (OIE) 
  2. ^ Davies, F.G. (1991). "Lumpy skin disease of cattle: A growing problem in Africa and the Near East". World Animal Review. 68. 
  3. ^ a b OIE Manual 2021, hlm. 2.
  4. ^ Gibbs, Paul (Februari 2021). "Lumpy Skin Disease in Cattle". MSD Manual. Diakses tanggal 23 Juli 2021. 

Daftar pustaka