Penyakit kulit berbenjol
Halaman ini sedang dipersiapkan dan dikembangkan sehingga mungkin terjadi perubahan besar. Anda dapat membantu dalam penyuntingan halaman ini. Halaman ini terakhir disunting oleh RianHS (Kontrib • Log) 1248 hari 709 menit lalu. Jika Anda melihat halaman ini tidak disunting dalam beberapa hari, mohon hapus templat ini. |
Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. |
Penyakit kulit berbenjol (bahasa Inggris: lumpy skin disease, disingkat LSD) adalah penyakit infeksi pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh Lumpy skin disease virus. Penyakit ini dicirikan dengan adanya nodul-nodul yang keras pada kulit di hampir seluruh bagian tubuh.
Penyakit kulit berbenjol | |
---|---|
Informasi umum | |
Penderita | Sapi, kerbau |
Penyebab | Lumpy skin disease virus |
Aspek klinis | |
Gejala dan tanda | Nodul kulit |
Tata laksana | |
Pencegahan | Vaksinasi, disinsektasi vektor |
Penyebab
Penyakit kulit berbenjol diakibatkan oleh Lumpy skin disease virus (LSDV) yang termasuk dalam famili Poxviridae. Keluarga virus ini umumnya menimbulkan penyakit-penyakit cacar dan sejenisnya pada beragam spesies hewan.
Epidemiologi
Hewan peka
Sapi dan kerbau domestik Asia merupakan hewan-hewan yang terinfeksi secara alami. Infeksi eksperimental pernah dilakukan pada jerapah dan impala. Sementara itu, oriks di Afrika Selatan, oriks arab di Arab Saudi, dan springbok di Namibia pernah menunjukkan tanda klinis.[1]
Penyebaran penyakit
Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Zambia pada tahun 1929 dan kemudian menyebar luas ke seluruh wilayah Afrika hingga dinilai endemik di Afrika Sub-Sahara.[2] Laporan pertama LSD di luar Afrika terjadi antara 1988 dan 1989 di Israel.[3] Penyakit ini kemudian menyebar ke Eropa bagian Tenggara, Timur Tengah, dan Asia Tengah. Sejak bulan Juli 2019, LSD masuk ke Bangladesh dan selanjutnya ke India dan Tiongkok.[4] Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Myanmar mulai terdampak pada tahun 2020. Pada 2021, penyakit ini menyebar ke negara-negara Asia Tenggara, mulai dari Thailand (Maret 2021) hingga Kamboja, Laos, dan Malaysia (Mei 2021).[5]
Penularan
Wabah LSD cenderung bersifat sporadik dan bergantung pada lalu lintas hewan antarwilayah dan antarnegara. Penyakit ini terutama ditularkan oleh vektor mekanik berupa artropoda, seperti nyamuk dan lalat penggigit. Potensi penularan yang lebih kecil terjadi melalui kontak langsung antara hewan terinfeksi dan hewan sehat, serta melalui air dan pakan terkontaminasi.[1]
Tanda klinis
Masa inkubasi penyakit berdasarkan infeksi eksperimental adalah enam hingga sembilan hari. Mula-mula timbul demam yang dapat mencapai 41 °C dan terjadi hingga selama satu pekan. Kelenjar getah bening akan membengkak, sementara sapi yang laktasi mengalami penurunan produksi susu. Lesi kulit berupa nodul dan papula muncul dalam jumlah banyak, dengan benjolan yang keras, datar, berbatas jelas, dan berdiameter antara 0,5 hingga 5 cm. Nodul melibatkan lapisan dermis dan epidermis, tetapi kadang juga dapat mencapai subkutan dan jaringan otot lurik di bawahnya. Nodul juga dapat muncul di membran mukosa di saluran pernapasan hingga mengakibatkan pneumonia, sementara nodul-nodul di membran mukosa mata, hidung, mulut, rektum, hingga alat kelamin dapat mengalami ulser dan menghasilkan sekresi. Akibatnya, leleran mata, hidung, dan air liur dapat mengandung virus LSD. Pada fase kronis, lesi ditandai dengan jaringan infark dengan bagian tengah yang nekrosis dan dikelilingi jaringan granulasi yang berangsur-angsur mengalami fibrosis.[3][6] Morbiditas LSD berkisar antara 5 hingga 45%, sementara mortalitasnya di bawah 10%.[1]
Diagnosis
Identifikasi virus untuk mendiagnosis LSD dilakukan dengan isolasi virus dan reaksi berantai polimerase (PCR). Kedua metode ini digunakan untuk mengonfirmasi kasus klinis dan memastikan seekor hewan tidak tertular penyakit sebelum dilalulintaskan. Di sisi lain, metode yang digunakan untuk mendeteksi respons imun yaitu uji netralisasi virus (VNT), uji antibodi fluoresens tidak langsung (IFAT), dan ELISA.[7]
Referensi
Catatan kaki
- ^ a b c Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (2016), Poster LSD (PDF), World Organisation for Animal Health (OIE)
- ^ Davies, F.G. (1991). "Lumpy skin disease of cattle: A growing problem in Africa and the Near East". World Animal Review. 68.
- ^ a b OIE Manual 2021, hlm. 2.
- ^ FAO 2020, hlm. 3.
- ^ Naipospos, Tri Satya Putri (23 Juli 2021). Situasi, Epidemiologi dan Mitigasi Lumpy Skin Disease (LSD) (Speech). Pertemuan Daring Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati.
- ^ Gibbs, Paul (Februari 2021). "Lumpy Skin Disease in Cattle". MSD Manual. Diakses tanggal 23 Juli 2021.
- ^ OIE Manual 2021, hlm. 3.
Daftar pustaka
- Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Juli 2017), Lumpy Skin Disease (PDF), OIE Technical Disease Cards, World Organisation for Animal Health (OIE)
- Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (28 Juni 2019), Chapter 11.9 Infection with Lumpy Skin Disease Virus (PDF), OIE Terrestrial Animal Health Code, World Organisation for Animal Health (OIE)
- Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (2021), Chapter 3.1.12. Lumpy Skin Disease (PDF), OIE Terrestrial Manual, World Organisation for Animal Health (OIE)
- Organisasi Pangan dan Pertanian (2020). Introduction and spread of lumpy skin disease in South, East and Southeast Asia: Qualitative risk assessment and management (PDF). Roma: Organisasi Pangan dan Pertanian.