Monarki Malaysia
Monarki Malaysia merujuk kepada sistem monarki konstitusional yang diterapkan di Malaysia. Sistem politik Malaysia berdasar kepada Sistem Parlementer Westminster dengan adaptasi budaya dari federasi.
Sembilan negara bagian Malaysia dikepalai oleh penguasa tradisional Melayu, yang kesemuanya disebut negeri-negeri Melayu. Konstitusi negara bagian membatasi kelayakan takhta hanya untuk keturunan bangsawan Melayu Muslim. Tujuh di antaranya berdasarkan primogenitur agnatik, yaitu Kedah, Kelantan, Johor, Perlis, Pahang, Selangor, dan Terengganu. Di Perak, takhta digilir antara tiga cabang keluarga kerajaan dan berdasarkan senioritas agnatik. Sementara itu, Negeri Sembilan menerapkan monarki elektif, penguasanya dipilih dari anggota laki-laki keluarga kerajaan melalui ketua daerah turun temurun (Undang). Semua penguasa, kecuali di Perlis dan Negeri Sembilan, menggunakan gelar Sultan. Penguasa Perlis menggunakan gelar Raja, sementara penguasa Negeri Sembilan dikenal dengan Yang di-Pertuan Besar.
Setiap lima tahun atau kekosongan jabatan terjadi, para penguasa akan bertemu dalam Majelis Raja-Raja untuk memilih Yang di-Pertuan Agong (kepala negara Malaysia) di antara mereka.[1] Karena Yang di-Pertuan Agong dipilih oleh Majelis Raja-Raja, secara keseluruhan, Malaysia merupakan sebuah monarki elektif.
Suksesi
Di tujuh negara bagian Malaysia, garis suksesi secara umum ditentukan berdasarkan primogenitur agnatik. Tidak ada penguasa wanita, serta keturunan dari garis perempuan tidak termasuk dalam suksesi.
Di Negeri Sembilan, Yang di-Pertuan Besar dipilih oleh Dewan Undang Empat, walaupun suksesi masih berada di dalam keluarga kerajaan.[2] Pada tahun 1967, setelah wafatnya Tuanku Munawir, anaknya, Tuanku Muhriz tidak dipilih menjadi Yang di-Pertuan Besar selanjutnya karena umurnya yang masih muda. Para Undang memilih pamannya, Tuanku Ja'afar, untuk menjadi Yang di-Pertuan Besar selanjutnya. Pada tahun 2008, Tuanku Ja'afar wafat, para Undang melewatkan putra Ja'afar dan memilih Tuanku Muhriz menjadi Yang di-Pertuan Besar selanjutnya.[3]
Di Perak, takhta digilir dari tiga cabang keluarga kerajaan. Sistem ini berasal dari abad ke-19 semasa Sultan Perak ke-18 berkuasa, ketika ia memutuskan agar takhta berputar di antara tiga putranya serta keturunannya. Terdapat enam posisi dalam garis suksesi, ditunjuk oleh Sultan yang berkuasa dengan saran Dewan Kerajaan. Menurut tradisi, putra sulung Sultan yang berkuasa akan ditempatkan di posisi terakhir garis suksesi. Ketika kekosongan terjadi di garis suksesi, orang dengan tingkat di bawahnya akan naik, dan cabang keluarga pemegang jabatan tersebut sebelumnya akan dilewati. Meskipun begitu, urutan suksesi tersebut dapat diubah oleh Sultan dan Dewan Kerajaannya. Sebagai contoh, pada tahun 1987, Sultan Azlan Shah menunjuk putra sulungnya, Sultan Nazrin Shah untuk menjadi Raja Muda (urutan pertama menuju takhta), melewati kandidat dari dua cabang keluarga kerajaan. Penunjukan ini dilakukan dengan alasan mangkatnya Raja Muda sebelumnya, serta penolakan Raja di-Hilir saat itu, Raja Ahmad Hisham untuk mengambil takhta karena kesehatannya.
Yang di-Pertuan Agong dipilih oleh dan dari sembilan penguasa (kecuali anak di bawah umur) setiap lima tahun atau jabatan tersebut lowong (karena kemangkatan, pengunduran diri, atau penurunan takhta dari mayoritas suara para penguasa). Yang di-Pertuan Agong tidak dapat dipilih kembali hingga negara bagian lainnya mendapat gilirannya masing-masing. Ketika jabatan tersebut dibentuk pada tahun 1957, urutan kesenioran para penguasa didasarkan pada seberapa lama mereka berkuasa dari kenaikan takhtanya di negara bagian. Setelah siklus giliran pertama selesai di tahun 1994, urutan giliran negara bagian yang pertama menjadi urutan giliran negara bagian untuk siklus kedua.
Tabel monarki
Negara bagian | Penguasa | Suksesi | Petahana | Lahir | Umur | Berkuasa sejak | Pewaris takhta |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Malaysia | Yang di-Pertuan Agong | monarki elektif | Abdullah dari Pahang | 30 Juli 1959 | 65 tahun, 110 hari | 31 Januari 2019 | Tidak ada; dipilih oleh Majelis Raja-Raja |
Johor | Sultan | primogenitur agnatik | Sultan Ibrahim Ismail | 22 November 1958 | 65 tahun, 361 hari | 23 Januari 2010 | Tunku Ismail Idris, Tunku Mahkota (putra sulung) |
Kedah | Sultan | primogenitur agnatik | Sultan Sallehuddin | 30 April 1942 | 82 tahun, 201 hari | 11 September 2017 | Tunku Sarafuddin Badlishah Sultan Sallehuddin, Raja Muda (putra sulung) |
Kelantan | Sultan | primogenitur agnatik | Sultan Muhammad V | 6 Oktober 1969 | 55 tahun, 42 hari | 13 September 2010 | Tengku Muhammad Faiz Petra, Tengku Mahkota (adik laki-laki) |
Negeri Sembilan | Yang di-Pertuan Besar | monarki elektif | Tuanku Muhriz | 14 Januari 1948 | 76 tahun, 308 hari | 29 Desember 2008 | Tidak ada; dipilih oleh Undang Empat |
Pahang | Sultan | primogenitur agnatik | Al-Sultan Abdullah Ria'yatuddin | 30 Juli 1959 | 65 tahun, 110 hari | 15 Januari 2019 | Tengku Hassanal, Tengku Mahkota (putra sulung) |
Perak | Sultan | senioritas agnatik | Sultan Nazrin Shah | 27 November 1956 | 67 tahun, 356 hari | 29 Mei 2014 | Raja Muda Ja'afar II, Raja Muda (paman tertua) |
Perlis | Raja | primogenitur agnatik | Tuanku Syed Sirajuddin | 17 Mei 1943 | 81 tahun, 184 hari | 17 April 2000 | Tuanku Syed Faizuddin, Raja Muda (putra sulung) |
Selangor | Sultan | primogenitur agnatik | Sultan Sharafuddin Idris Shah | 24 Desember 1945 | 78 tahun, 329 hari | 21 November 2001 | Tengku Amir Shah, Raja Muda (putra sulung) |
Terengganu | Sultan | primogenitur agnatik | Sultan Mizan Zainal Abidin | 22 Januari 1962 | 62 tahun, 300 hari | 15 Mei 1998 | Tengku Muhammad Ismail, Yang di-Pertuan Muda (putra sulung) |
Pasangan
Gelar istri penguasa monarki umumnya tidak tetap dan tidak secara otomatis menjadi gelar kehormatan. Seorang istri penguasa kemungkinan akan mendapatkan gelar hanya jika diberikan kepadanya, baik dari titah penguasa maupun selama upacara penobatan.[4] Pasangan penguasa dari negara bagian berbeda memiliki gelar yang berbeda pula, beberapa bahkan tidak menerima satu pun.[5] Gelar istri dari penguasa negara bagian juga mungkin diubah tergantung keputusan penguasa monarki. Sebagai contoh, istri Sultan Ismail Nasiruddin Shah dari Terengganu dikenal dengan Tengku Ampuan Besar,[6] sementara istri Sultan Mizan Zainal Abidin (cucunya) dikenal dengan Sultanah (sebelumnya Permaisuri).[7]
Gelar pasangan dari penguasa umumnya mengambil bentuk Cik Puan, Raja Perempuan, Sultanah, Tengku Ampuan, Raja Permaisuri, Tengku Permaisuri, atau Permaisuri.[8]
Daftar pasangan penguasa
Negara bagian | Penguasa | Pasangan | Gelar | Masa jabatan |
---|---|---|---|---|
Malaysia | Yang di-Pertuan Agong | Tunku Azizah Aminah Maimunah Iskandariah | Raja Permaisuri Agong | 31 Januari 2019–sekarang |
Johor | Sultan | Raja Zarith Sofiah | Permaisuri | 23 Januari 2010–sekarang |
Kedah | Sultan | Sultanah Maliha | Sultanah | 12 September 2017–sekarang |
Kelantan | Sultan | tidak ada (Sultan saat ini telah bercerai) |
Pasangan penguasa sebelumnya disebut "Raja Perempuan" | – |
Negeri Sembilan | Yang di-Pertuan Besar | Tuanku Aishah Rohani | Tuanku Ampuan Besar | 29 Desember 2008–sekarang |
Pahang | Sultan | Tunku Azizah Aminah Maimunah Iskandariah (juga Raja Permaisuri Agong saat ini) | Tengku Ampuan | 29 Januari 2019–sekarang |
Perak | Sultan | Tuanku Zara Salim | Raja Permaisuri | 29 Mei 2014–sekarang |
Perlis | Raja | Tengku Fauziah | Raja Perempuan | 14 Juli 2000–present |
Selangor | Sultan | Tengku Permaisuri Norashikin | Tengku Permaisuri | 8 September 2016–sekarang[9] |
Terengganu | Sultan | Tuanku Nur Zahirah | Permaisuri | 19 Juli 1998–5 Juni 2006 |
Sultanah Nur Zahirah | Sultanah | 5 Juni 2006–present |
Referensi
- ^ Konstitusi Malaysia, Pasal 38 Ayat (2) Huruf (b)
- ^ Radi Mustapha (26 Oktober 2008). "Ceremony and protocol". Installation of the 11th Yang di-Pertuan Besar of Negri Sembilan Tuanku Muhriz Ibni Almarhum Tuanku Munawir (dalam bahasa Inggris). Malay Mail. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Juni 2011. Diakses tanggal 5 Juni 2011.
- ^ "Tuanku Muhriz is new Negri Ruler" (dalam bahasa Inggris). The Malaysian Insider. 30 Desember 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 Oktober 2012. Diakses tanggal 5 Juni 2011.
- ^ "No 'sultanah' title or special perks for 2 Johor consorts". NST Online (dalam bahasa Inggris). New Straits Times. 17 Februari 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Februari 2011. Diakses tanggal 5 Juni 2011.
- ^ "Senarai Susunan Kekananan Seri Paduka Baginda Raja Permaisuri Agong, Duli-Duli Yang Maha Mulia Raja-Raja Permaisuri dan Isteri-Isteri kepada Tuan-Tuan Yang Terutama Yang di-Pertua–Yang di-Pertua Negeri" (dalam bahasa Melayu). Kantor Penyimpan Meterai Raja-Raja. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 November 2011. Diakses tanggal 15 Desember 2011.
- ^ "Yang di-Pertuan Agong IV". His Majesty and Her Majesty (dalam bahasa Inggris). Perpustakaan Negara Malaysia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 September 2011. Diakses tanggal 5 Juni 2011.
- ^ "Yang di-Pertuan Agong XIII" (dalam bahasa Inggris). Perpustakaan Negara Malaysia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 September 2011. Diakses tanggal 5 Juni 2011.
- ^ "SCHEDULE 6 - Excemption From Tax", Income Tax Act (Act 53) (dalam bahasa Inggris), 1967
- ^ "Sultan Sharafuddin's consort proclaimed as Tengku Permaisuri Selangor" (dalam bahasa Inggris). The Star. 9 September 2016. Diakses tanggal 23 Juli 2021.