Detasemen Khusus 88

Satuan Anti Teror Kepolisian Negara Republik Indonesia

Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Densus 88 AT Polri adalah satuan khusus milik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditugaskan untuk menghancurkan setiap jenis dari tindak pidana terorisme yang ada di Indonesia. Satuan Khusus Burung Hantu ini dilatih secara profesional untuk menangani semua jenis aksi teror di Indonesia. Beberapa anggota Densus 88 AT Polri direkrut dari Satuan Perlawanan Teror Pasukan Gegana Korps Brigade Mobile Kepolisian Negara Republik Indonesia

Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia
Berkas:Logo densus 88.png
Logo Densus 88

Dibentuk (2004-08-26)26 Agustus 2004
Negara  Indonesia
Cabang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Tipe Pasukan Operasi Khusus
Spesialis Kontraterorisme
Kekuatan konfidensial
Mabes Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
Warna Tidak diketahui
Operasi Lihat operasi yang diketahui
Komando
Kepala Irjen. Pol. Martinus Hukom, S.I.K., M.H.
Wakil Kepala Brigjen. Pol. Sentot Prasetyo, S.I.K.

Densus 88 AT Polri diciptakan sebagai satuan khusus kontraterorisme yang memiliki kemampuan untuk menumpas setiap aktivitas terorisme di tanah air Indonesia. Densus 88 AT Polri yang berada di kantor pusat yaitu Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia terdiri dari anggota-anggota polisi yang berbakat dan berpengalaman dalam bidang-bidang tertentu yang termasuk dalam strategi perlawanan terhadap tindak pidana terorisme. Selain itu, seluruh provinsi yang ada di Indonesia juga memiliki perwakilan atau satuan tugas kontraterorisme yang disebut Satuan Tugas Wilayah Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia, namun dengan fasilitas terbatas. Fungsi Satgaswil Densus 88 AT Polri adalah mendeteksi aktivitas para teroris di setiap daerah serta menangkap para pelaku tindak pidana terorisme yang dapat merusak kedamaian dan keamanan negara Republik Indonesia.

Densus 88 AT Polri adalah salah satu dari unit kontraterorisme di Indonesia, di samping Satuan Perlawanan Teror Pasukan Gegana Korps Brigade Mobil Kepolisian Negara Republik Indonesia, Satuan 81 Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Detasemen Jalamangkara Korps Marinir Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Satuan Bravo 90 Korps Pasukan Khas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, dan Unit Intelijen Khusus Badan Intelijen Negara Republik Indonesia.

Pembentukan

Satuan khusus kontraterorisme ini dirintis oleh Komjen. Pol. Gories Mere yaitu salah satu tokoh berpengaruh di Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berasal dari Flores, pelosok Timur Indonesia, yang kemudian diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Irjen. Pol. Firman Gani pada hari Kamis, 26 Agustus 2004. Densus 88 AT Polri ini awalnya hanya beranggotakan 75 orang yang dipimpin oleh AKBP. Tito Karnavian yang pernah mendapat pelatihan khusus di beberapa negara.[1] Tahun 2011 jumlah personil Densus 88 AT Polri adalah 337 orang [2]

Densus 88 AT Polri dibentuk dengan Skep Kapolri Nomor 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003, untuk melaksanakan Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan kewenangan melakukan penangkapan dengan bukti awal yang dapat berasal dari laporan intelijen manapun, selama 7x24 jam yang sesuai dengan pasal 26 dan pasal 28. Undang-undang tersebut menjadi terkenal di dunia sebagai "Anti-Terrorism Act".[3]

Angka 88 berasal dari kata A.T.A. atau Anti-Terrorism Act, yang jika dilafalkan dalam bahasa Inggris berbunyi Ei Ti Ekt. Pelafalan ini kedengaran seperti Eighty Eight. Jadi arti angka 88 bukan seperti yang selama ini beredar bahwa 88 adalah representasi dari jumlah korban sejak insiden bom bali serta bukan pula representasi dari sebuah borgol.[butuh rujukan]

Satuan Khusus Burung Hantu ini dibantu oleh pemerintah Amerika Serikat melalui Dinas Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan United States Secret Service.[4] Kebanyakan instrukturnya adalah purnawirawan prajurit pasukan khusus Amerika Serikat. Informasi yang bersumber dari FEER pada tahun 2003 ini dibantah oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kabagpenum Ropenmas Divhumas Polri, Kombes. Pol. Zainuri Lubis, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kapolri , Jenderal Polisi. Da’i Bachtiar.[5] Sekalipun demikian, terdapat bantuan signifikan dari pemerintah Amerika Serikat dan Australia dalam pembentukan dan operasional Densus 88 AT Polri. Pasca-pembentukan, Densus 88 AT Polri melakukan kerja sama internasional yaitu Persemakmuran Australia, Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara serta Republik Federal Jerman. Hal ini dilakukan sejalan dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pasal 43.

Persenjataan

Satuan khusus Polri ini dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan tempur buatan berbagai negara, seperti senapan serbu Colt M4, senapan serbu Steyr AUG, HK MP5, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Sekalipun demikian kelengkapan persenjataan dan peralatan Densus 88 AT Polri masih sangat jauh di bawah satuan paramiliter milik negara maju seperti S.W.A.T. atau Special Weapons and Tactics di Kepolisian Amerika Serikat.[6]

Operasi yang diketahui

 
Tim Densus 88 melakukan penyisiran kawasan Jalan Thamrin beberapa menit setelah serangan teror yang terjadi.
  • 9 November 2005 - Densus 88 AT Polri melalui Satgas Bom Polri bersama Walet Hitam CRT atau Crisis Response Team milik Satwanteror Pasgegana Korbrimob Polri yang dipimpin langsung oleh Irjen. Pol. Drs. Bekto Suprapto, M.Si. bersama Komjen. Pol. Drs. Arif Wachyunadi menyerbu kediaman rahasia salah satu buronan teroris Dr. Azahari di Kota Batu, Jawa Timur sehingga berakhir tewas.
  • 2 Januari 2007 - Densus 88 AT Polri melalui Satgas Bareskrim Polri terlibat dalam operasi penangkapan 19 dari 29 orang warga Poso yang masuk dalam daftar pencarian orang di Kecamatan Poso Kota. Tembak-menembak antara polisi dan warga pada peristiwa tersebut menewaskan seorang polisi dan sembilan warga sipil.[7]
  • 9 Juni 2007 - Yusron Mahmudi alias Abu Dujana, tersangka jaringan teroris kelompok Al Jamaah Al Islamiyah, ditangkap di desa Kebarongan, Kemranjen, Banyumas, Jateng
  • 8 Agustus 2009 - Menggerebek sebuah rumah di Jati Asih, Bekasi dan menewaskan 2 tersangka teroris
  • 7 - 8 Agustus 2009 - Mengepung dan akhirnya menewaskan tersangka teroris Ibrahim alias Baim di Desa Beji daerah Kedu, Temanggung.[8]
  • 16 September 2009 - Menangkap dua tersangka teroris yakni Rahmat Puji Prabowo alias Bejo dan Supono alias Kedu di Pasar Gading, Solo, sekitar lima jam sebelum penangkapan di Kepuhsari, Mojosongo.
  • 17 September 2009 - Pengepungan teroris di Kampung Kepuhsari Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Solo dan menewaskan 4 tersangka teroris di antaranya adalah Noordin Mohammed Top, Bagus Budi Pranowo alias Urwah, Hadi Susilo, Aryo Sudarso alias Aji dan isteri Hadi Susilo, Munawaroh, yang berada di dalam rumah akhirnya selamat tapi terkena tembakan di bagian kaki.

Keanggotaan yang mirip

Di beberapa negara ada yang mirip dengan Densus 88 AT Polri. Seperti di Amerika Serikat disebut FBI HRT atau Federal Bureau of Investigation Hostage Rescue Team serta di Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara disebut MPS SCO19 CTSFO atau Metropolitan Police Service Special Firearms Command Counter Terrorist Specialist Firearms Officer.

Lihat pula

Referensi

Pranala luar